Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Buku Puisi yang Gugur Sebelum Dilahirkan

6 Agustus 2018   17:43 Diperbarui: 7 Agustus 2018   04:36 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: pixabay.com

Jangan sampai 10 atau 20 tahun mendatang kalian menyesal karena hari ini kalian menerbitkan buku seburuk ini.

Rasa-rasanya dada saya mendadak anjlok. Saya kira jantung saya juga tanggal. Hanya sebaris kalimat yang diucapkan dengan nada pelan dan hambar dan meluncur begitu saja, tetapi kalimat itu bagaikan silet yang menyayat-nyayat ulu hati.

Kalimat itu mengalir dari bibir seorang penyair yang semula menyemangati lantas kemudian meruntuhkan semangat. Teman-teman saya juga tersentak. Seolah-olah mereka tidak percaya telinga mereka mendengar barisan kata semenyakitkan itu.

Saya tidak pernah melupakan peristiwa pada siang menjelang pukul dua di sebuah kafe di tengah Kota Bogor itu. Saya tidak akan melupakannya, sebab saya memang tidak bisa membuang episode buruk itu dari ingatan. Saya rasa bukan cuma saya yang berpikiran seperti itu. Teman-teman saya pasti berpikiran sama.

Bahkan saya masih mengingat ekspresi penyair sengak itu, duduk di mana dan menghadap ke mana, warna kaus dan celana pendek yang dipakainya hari itu, dan bualannya tentang puisi.

Baiklah. Akan saya ceritakan awal mulanya supaya kamu tidak bingung.

Saya kuliah di sebuah universitas ternama di Bogor. Lantaran menyukai puisi sejak kecil, saya pilih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. O ya, saya masih kelas 3 SD ketika menang lomba membaca puisi di Porseni se-Kabupaten Bogor.

Ketika peringatan Hari Kartini, saya didapuk membaca puisi karangan sendiri dan ditutup dengan lagu Ibu Kita Kartini karya W.R. Supratman. Pembacaan puisi lancar. Penonton bersorak. Saya bersemangat menyanyi. 

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun