Mohon tunggu...
Amalia Hasanati
Amalia Hasanati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Lambung Mangkurat

FKIP ULM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Guru Multikultural: Kompotensi dan Keterampilan yang Diperlukan

23 Juni 2024   22:41 Diperbarui: 23 Juni 2024   23:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Istilah “multikultural” sebenarnya merupakan kata dasar yang diawali dengan awalan. Akar kata Kultur artinya kebudayaan, kesopanan, pelestarian, dan awalan Multi artinya banyak, beragam, beragam Multikultural berarti keberagaman budaya, keberagaman, kesopanan, dan keberagaman, Namun dalam artikel ini, alih-alih menerapkan keberagaman latar belakang individu, hal tersebut dimaknai sebagai keberagaman budaya (Widiyono, 2018).

Peran guru dalam terwujudnya pendidikan multikultural sangat diperlukan, karena pendidikan multikultural tidak dapat terlaksana secara maksimal tanpa campur tangan guru. Pendidikan multikultural harus diajarkan kepada siswa oleh guru sedini mungkin dan Guru merupakan unsur terpenting dalam sistem pendidikan. Dia adalah ujung tombak Pembelajaran siswa sangat dipengaruhi oleh cara siswa memandang gurunya, Kepribadian guru dapat mencakup hal-hal berikut: Perhatian, kehangatan, dan dukungan (dorongan) memberikan motivasi, sehingga meningkatkan prestasi akademik siswa. Ketika seorang guru berempati dengan siswa secara tepat, hal itu memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan prestasi akademik siswa. Guru juga perlu membangun citra positif pada dirinya jika ingin siswa merespons dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Selain itu, rasa hormat dan kasih sayang guru adalah syarat terpenting bagi keberhasilan siswa Sama seperti orang dewasa, mempertimbangkan aspek psikologis akan membantu siswa menampilkan potensi terbaiknya dan otomatis meningkatkan pembelajarannya (Widiyono, 2018).

Sebagai negara majemuk dengan keberagaman dan kekayaan budaya, Indonesia menghadapi tantangan dalam membangun generasi masa depan yang penuh toleransi dan hidup berdampingan. Dalam hal ini peran guru sangatlah penting. Guru multikultural, yaitu mereka yang memiliki kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan untuk mengajar secara efektif dalam lingkungan multikultural adalah kunci untuk menciptakan generasi penerus yang toleran. Kenyataannya masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai untuk menjadi guru multikultural (Banks, 2015).

Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya kejadian intoleransi dan diskriminasi di lingkungan sekolah. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), terdapat 63 kejadian intoleransi dan diskriminasi di sekolah pada tahun 2021. Memahami pentingnya peran guru multikultural dalam membangun generasi toleran, menjadikannya isu yang krusial untuk dibahas. Oleh karena itu, essay ini bertujuan untuk membahas kompetensi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi guru multikultural (Sleeter, 2017).

PEMBAHASAN

A. Kesadaran budaya ( Cultural Awareness )
Kesadaran budaya adalah kemampuan mengenali dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai dan perilaku kemanusiaan. Hal ini memungkinkan individu untuk  melihat melampaui dirinya sendiri dan menyadari nilai-nilai budaya serta adat istiadat yang berasal dari luar budayanya sendiri Melalui kesadaran budaya, seseorang mampu menentukan apakah sesuatu itu dapat diterima dalam budayanya atau budaya orang lain, ataukah sesuatu itu dianggap tidak biasa sehingga tidak dapat diterima dalam budayanya atau budaya orang lain (Noviyani, 2022).
Kesadaran Budaya Guru harus memiliki kesadaran budaya yang tinggi, pemahaman yang mendalam terhadap budaya sendiri dan budaya lain. Pengakuan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain Mempelajari budaya lain melalui buku, artikel, film, dan media lainnya. Berinteraksi dengan orang-orang dari budaya berbeda. Berpartisipasi dalam pelatihan budaya dan keberagaman. Kesadaran adalah pemahaman yang mendasar, sensitivitas, dan apresiasi terhadap keragaman budaya, latar belakang, pandangan hidup, keyakinan-keyakinan, nilai- nilai, bias- bias, dan keterbatasan layanan terhadap yang beragam. Kesadaran multikultural untuk menyadari nilai- nilai budaya dirinya sendiri dan potensi bias- bias budaya yang ada didalamnya (Akhmadi, 2016).

B. Pengetahuan Multikultural ( Multicultural Knowledge )
Pengetahuan Multikultural Guru harus memiliki pengetahuan luas tentang berbagai budaya, termasuk sejarah, nilai, dan tradisinya. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya Dengan mengambil mata kuliah studi multikultural. Membaca buku dan artikel tentang budaya yang berbeda. Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas multikultural. Dan bisa juga mengikuti program studi atau pelatihan tentang pendidikan multikultural. Guru juga harus berinteraksi dengan orang orang dari segala budaya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, guru perlu memiliki pengetahuan tentang keberagaman dan pendidikan multikultural sehingga mereka dapat mengajarkan tradisi-tradisi umum yang mengatasi konflik dan permasalahan yang muncul di komunitas yang beragam. Tujuan utama  pendidikan multikultural adalah mengembangkan sikap menghargai perbedaan. 

Hal ini untuk menanamkan nilai-nilai yang memungkinkan peserta didik hidup rukun dan bersikap positif dalam realitas keberagaman, sehingga mampu menghadapi keberagaman dan bersikap positif tanpa kehilangan jati diri atau budayanya Nilai-nilai yang dimaksud adalah Toleransi, solidaritas, empati, musyawarah, egalitarianisme, kemurahan hati, keadilan, kerjasama, kasih sayang, nasionalisme, prasangka baik, saling percaya, percaya diri, tanggung jawab, kejujuran, integritas, dapat diandalkan Nilai-nilai tersebut merupakan prasyarat agar pendidikan multikultural dapat berfungsi secara efektif (Gunawan, 2022).

Pendidikan multikultural merupakan proses yang mencakup lima aspek yang  membantu guru menerapkan berbagai program yang responsif terhadap perbedaan siswa: (a) aspek integrasi konten dan materi (content integrasi dan mencakup pengintegrasian konten menggunakan contoh-contoh dari  budaya yang berbeda), Menjelaskan konsep dan ide dalam kurikulum atau  mata pelajaran Secara khusus,  guru memasukkan fakta tentang kepahlawanan kelompok yang berbeda ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi kelompok tersebut. Desain dan unit pembelajaran tetap tidak berubah, dan guru cukup menambahkan beberapa unit atau topik yang khusus  berkaitan dengan materi multikultural. Aspek ini berkaitan dengan upaya  menghadirkan dimensi budaya yang ada ke dalam kelas Pakaian, tari, adat istiadat, sastra, bahasa, dll. 

Dengan cara ini, siswa harus mampu meningkatkan kesadarannya terhadap budaya kelompok lain. Konsep dan nilai tersebut dapat dituangkan ke dalam materi buku teks, metode pembelajaran, tugas/latihan, dan penilaian, (b) Aspek pendidikan yang setara atau berkeadilan (pedagogy of justice), pendidikan tidak cukup  membekali siswa dengan kemampuan membaca dan berhitung, tanpa menantang asumsi, paradigma dan ciri-ciri kekuasaan Pendidikan yang setara/adil membantu siswa menjadi warga negara yang aktif dan bijaksana dalam masyarakat  demokratis. Aspek ini menyesuaikan metode pengajaran dengan cara siswa belajar untuk mendorong peningkatan akademik bagi siswa yang berbeda ras dan budaya atau masyarakat, (c) Aspek penguatan budaya sekolah dan struktur sosial, yaitu menciptakan  budaya sekolah yang menghormati dan memperkuat semua budaya. 

Aspek ini penting untuk memperkuat budaya peserta didik yang berasal dari berbagai kalangan Selain itu, dapat digunakan untuk mengembangkan struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan beragam potensi budaya siswa  sebagai ciri struktur sekolah setempat Misalnya dari segi latihan kelompok, sosial budaya, pelatihan, partisipasi  dalam kegiatan ekstrakurikuler, staf, dll. Apresiasi dalam menyikapi perbedaan  di sekolah. Dimensi ini merupakan tahap restrukturisasi baik struktur sekolah maupun budaya sekolah, Hal ini diperlukan untuk memastikan seluruh siswa dari latar belakang  berbeda merasakan pengalaman dan perlakuan yang sama dalam perjalanan belajarnya di sekolah. (d) Aspek pengurangan prasangka, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pembelajaran Melatih siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dan berinteraksi  dengan seluruh staf dan siswa dari berbagai etnis dan ras untuk menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif. Guru hendaknya menggunakan berbagai jenis strategi dan materi untuk membantu siswa berinteraksi secara lebih baik dengan kelompok ras, etnis, dan  budaya lain. Aspek ini merupakan upaya menyadarkan siswa akan adanya perbedaan budaya dengan segala perbedaannya (Gunawan, 2022).
Menurut Hilda Hernandez, dalam proses pendidikan multikultural sangat penting untuk mempertimbangkan budaya, ras, seksualitas dan gender, etnis, agama, dan status sosial ekonomi agar pengajaran tentang pengaruh budaya terhadap subjek menjadi penting Melalui dimensi ini, cara guru membantu siswa  memahami berbagai perspektif dan menarik kesimpulan  dipengaruhi oleh keahliannya. Aspek ini juga menyangkut pemahaman siswa terhadap perubahan pengetahuannya sendiri (Gunawan, 2022).

C. Keterampilan pedagogis Multikultural ( Multicultural Pedagogical Skills )
Secara etimologis, kata “pedagogi” berasal dari kata Yunani “phaedos” dan “agagos” (phaedos = anak, agage = menemani atau membimbing), oleh karena itu pedagogi berarti memimpin anak. Kepemimpinan berarti menanamkan moral, pengetahuan, dan keterampilan kepada siswa. Dalam  pembelajaran di kelas, kompetensi pedagogik ini menjadi prasyarat bagi  guru untuk memasuki dunia pendidikan dan tetap berhubungan erat dengan siswa dalam praktiknya (Akbar, 2021).
 
Keterampilan Mengajar Multikultural Guru harus memiliki keterampilan mengajar secara efektif dalam lingkungan multikultural. Keterampilan ini meliputi beberapa contoh seperti Menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan aman bagi seluruh siswa. Menggunakan berbagai metode pengajaran dan responsif terhadap keragaman budaya. Saya dapat menilai siswa secara adil dan obyektif, dengan mempertimbangkan latar belakang budaya mereka. Proses pengajaran nilai-nilai multikultural erat kaitannya dengan keterampilan pedagogi guru. Keterampilan mengajar adalah keterampilan guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengajarkan pelajaran serta mengevaluasi proses pembelajaran. Selanjutnya keterampilan mengajar ditentukan oleh pemahaman guru dalam mengajar (ZM et al., 2024).
 
Menurut Meutia et al (2013: 20) di dalam (Akbar, 2021) Dari keempat kompetensi tersebut, terdapat satu kompetensi yang membedakan guru dengan  profesi lainnya yaitu kompetensi pedagogik Guru harus mempunyai kompetensi pedagogik Harus mampu melaksanakan pembelajaran, baik dalam mengelola dan melaksanakan pembelajaran maupun dalam menilai pembelajaran. Kompetensi pedagogik ini menuntut  guru untuk memahami berbagai aspek  siswa yang relevan dengan pembelajaran, Kompetensi pendidikan meliputi:
1. Memperoleh ciri-ciri peserta didik dari segi jasmani, moral, sosial, budaya, emosi dan intelektual.
2. Memperoleh teori belajar dan prinsip belajar mengajar
3. Membuat kurikulum yang relevan dengan perkembangan mata pelajaran/bidang  yang diajarkan.
4. Menyelenggarakan pembelajaran pendidikan.
5. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan pembelajaran.
6. Mendorong pengembangan potensi peserta didik dan mewujudkan berbagai kemungkinan.
7. Berkomunikasi secara efektif, peka, dan santun dengan siswa.
8. Melakukan penilaian dan evaluasi untuk tujuan pembelajaran.
9. Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
 
Memperkuat pernyataan di atas dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Pedagogi dan Pedagogi, kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola pembelajaran siswa, yang paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Pemahaman wawasan dan dasar-dasar pendidikan (keterampilan manajemen pembelajaran)
2. Pemahaman siswa
3. Desain pembelajaran
4. Melaksanakan pembelajaran pedagogis dan interaktif
5. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
6. Evaluasi Hasil Belajar
7. Mengembangkan Siswa untuk Mewujudkan Potensinya
Berdasarkan pendapat beberapa  ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru dalam melaksanakan tugasnya
Kemampuan inilah yang membedakan guru dengan profesi lainnya. Oleh karena itu,  guru tentu mempunyai kemampuan pedagogik (Akbar, 2021).
 
D. Komunikasi Lintas Budaya ( Cross- Cultural Communication )
Menurut Samovar di dalam (Utami, 2018), komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya, seperti suku, suku, ras, dan  kelas sosial. Komunikasi ini terjadi  antara pencipta pesan dan penerima pesan dari latar belakang budaya yang berbeda Artinya komunikasi antar budaya adalah proses pertukaran ide dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya, Lebih lanjut dikatakan bahwa komunikasi antarbudaya pada hakikatnya mengkaji bagaimana budaya mempengaruhi aktivitas komunikasi. Apa yang dimaksud dengan pesan verbal dan nonverbal dalam kebudayaan dan Apa yang pantas disampaikan. Dapat dimengerti bahwa komunikasi antarbudaya berlangsung dalam ruang antarbudaya yang berbeda Dalam hal ini timbul lah suatu bentuk komunikasi yang unik Keunikan ini juga memperhatikan peran dan fungsi budaya dalam proses komunikasi. Komunikasi mutlak diperlukan dan dilakukan oleh manusia, namun perbedaan identitas budaya  setiap kelompok manusia menimbulkan kompleksitas yang berbeda-beda Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis, Intinya budaya adalah komunikasi. Hal ini karena kebudayaan tercipta melalui komunikasi Namun budaya yang tercipta juga mempengaruhi cara  anggota budaya tersebut berkomunikasi.
Komunikasi Antar Budaya Guru harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa yang berbeda budaya. Keterampilan ini meliputi beberapa contoh seperti dapat memahami dan mengenali perbedaan budaya, dapat berkomunikasi dengan jelas dan sopan dalam berbagai konteks budaya, dan dapat menyelesaikan konflik antar budaya secara efektif (Utami, 2018).
 
E. Kemampuan Refleksi Diri dan Pengembangan Professional Berkelanjutan
( Self- Reflection and Ongoing Professional Development )
Refleksi dan Keterampilan Pengembangan Profesi Berkelanjutan Guru harus mempunyai kapasitas refleksi dan pengembangan profesional di bidang pendidikan multikultural. Keterampilan ini meliputi beberapa contoh seperti Kemampuan mengenali bias dan stereotip yang tersirat, dapat belajar dari pengalaman pendidikan di lingkungan multikultural dan dapat memahami tren terkini dalam bidang pendidikan multikultural. Salah satu cara guru dapat  meningkatkan peran dan tanggung jawab profesionalnya adalah melalui refleksi diri yang berkelanjutan, refleksi diri juga merupakan elemen kunci profesionalisme Refleksi guru terhadap praktik profesionalnya, khususnya pembelajaran dan pengajaran, merupakan elemen kunci dalam munculnya inovasi dan revolusi pembelajaran di kelas. Saat ini, refleksi diri masih digunakan sebagai konsep kunci dalam pelatihan guru dalam konteks pengembangan profesional berkelanjutan (Rahman, 2014).
Oleh karena itu, refleksi berkelanjutan guru terhadap karir profesional mereka telah menjadi bagian dari literatur pendidikan guru, Namun pengamatan langsung kami menunjukkan bahwa guru, baik secara individu maupun sebagai kelompok rekan kerja, jarang terlibat dalam proses reflektif untuk mencapai berbagai perbaikan dalam kinerja profesionalnya. Oleh karena itu, guru dalam bidang ini mungkin akan menemui hambatan dalam praktik profesionalnya, meskipun mereka telah mengajar cukup lama Faktanya, refleksi dapat digunakan sebagai literatur kunci bagi guru untuk mengembangkan strategi baru dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar, dan sebagai hasilnya, refleksi dapat digunakan sebagai dokumen kunci bagi guru untuk mengembangkan strategi yang relevan secara budaya untuk mengembangkan profesional. praktek Ini berfungsi sebagai referensi (Howard et al., 2010).
(Korthagen & Vasalos, 2005) menyatakan setidaknya ada empat aspek yang menjadi fokus refleksi dalam praktik profesional guru yaitu (a) Lingkungan: Hal ini mengacu pada bagaimana  guru berupaya membentuk lingkungan belajar dalam praktik profesionalnya Gunakan pengembangan, (b) perilaku profesional, seperti merespons perubahan dan inovasi secara positif; (c) Kompetensi: secara khusus membahas pentingnya pengembangan kompetensi profesional, (d) keyakinan guru  tentang profesinya (beliefs). Namun, refleksi belum digunakan sebagai terapi untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran guru karena proses dan upaya reflektif guru mungkin tidak efektif dalam praktik profesional. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara refleksi diri dan perilaku profesional sepanjang karir guru, khususnya di kalangan guru sekolah dasar.

KESIMPULAN DAN SARAN
 
A. Kesimpulan
Di era globalisasi, pengembangan guru multikultural sangat penting untuk mencapai pendidikan komprehensif dan berkualitas tinggi. Guru multikultural memainkan peran penting dalam mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat yang beragam dan kompleks. Menjadi guru multikultural yang kompeten dan berpengalaman memerlukan beberapa dasar yaitu Pertama, guru harus memiliki pengetahuan mendalam tentang berbagai budaya lokal, nasional, dan global. Pemahaman ini penting untuk membangun hubungan dengan siswa dari  latar belakang budaya yang berbeda. Kedua, guru perlu memperoleh keterampilan mengajar multikultural. Hal ini mencakup kemampuan merancang dan melaksanakan pembelajaran yang responsif budaya dan integratif. Guru harus mampu menciptakan ruang belajar yang aman dan nyaman sehingga seluruh siswa merasa dihargai. Ketiga, guru harus mempunyai sikap dan nilai multikultural Sikap toleransi, tenggang rasa, dan menghargai keberagaman budaya merupakan landasan penting dalam berinteraksi dengan peserta didik dan membangun lingkungan belajar yang inklusif Guru harus mampu menerima dan memahami perbedaan budaya tanpa prasangka. Keempat, keterampilan komunikasi yang efektif juga penting. Guru harus mampu menjalin komunikasi positif dan membangun hubungan yang kuat dengan siswa, orang tua, dan masyarakat dari latar belakang budaya yang beragam Komunikasi yang efektif dapat meminimalkan kesalahpahaman dan membangun rasa saling menghormati.
Membangun guru multikultural merupakan upaya penting untuk membangun generasi penerus yang toleran dan mampu hidup berdampingan secara harmonis di Indonesia. Guru multikultural perlu memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai, seperti kesadaran budaya, pengetahuan multikultural, keterampilan pedagogis multikultural, komunikasi lintas budaya, dan kemampuan refleksi diri dan pengembangan profesional berkelanjutan. Guru multikultural memiliki peran penting dalam mempersiapkan peserta didik untuk hidup dimasyarakat yang beragam dan kompleks.
 
B. Saran
Pemerintah, sekolah, dan guru perlu bekerja sama untuk membangun guru multikultural. Pemerintah perlu menyediakan pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru tentang pendidikan multikultural yang dirancang untuk membekali guru dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menjadi guru multikultural yang efektif. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang mendukung guru untuk menerapkan praktik-praktik pendidikan multikultural. Guru perlu memiliki komitmen untuk terus belajar dan mengembangkan diri dalam bidang pendidikan multikultural, Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan multikultural yang dimana perlu ditingkatkan dikalangan pendidik, oramg tua, dan masyarakat luas. Mendorong kolaborasi antarbudaya perlu didorong di sekolah dan diluar sekolah untuk membangun saling pengertian dan rasa hormat antar budaya  dan membuat kebijakan yang mendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah- sekolah. Dengan usaha bersama, kita dapat membangun guru multikultural yang mampu melahirkan generasi penerus yang toleran dan harmonis.
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2021). Pentingnya Kompetensi Pedagogik Guru. JPG: Jurnal Pendidikan Guru, 2(1), 23. https://doi.org/10.32832/jpg.v2i1.4099
Akhmadi, A. (2016). Peningkatan Kesadaran Multikultural Konselor (Guru Bk). MUADDIB : Studi Kependidikan Dan Keislaman, 03(02), 18–36. http://journal.umpo.ac.id/index.php/muaddib/article/view/86%0Ahttp://dx.doi.org/10.24269/muaddib.v3i2.86
Banks, J. (2015). Multicultural Education, School Reform, and Educational Equality. In Opening the Doors to Opportunity for All: Setting a Research Agenda for the Future.
Gunawan, R. D. (2022). Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural. Journal of Educational Research, 1(1), 23–40. https://doi.org/10.56436/jer.v1i1.8
Howard, D., Ryan, K., Eudy, R., Mosser, G., & Boyd, K. (2010). Critical Decision Points in Designing Inter-Professional Education. Journal of Health Administration Education, 27(2), 135–144. http://media.proquest.com.ezproxy.lancs.ac.uk/media/pq/classic/doc/2666645631/fmt/pi/rep/NONE?cit%3Aauth=Howard%2C+Diane+D.%3BRyan%2C+Kevin+K.%3BEudy%2C+Ruth+R.%3BMosser%2C+Gordon+G.%3BBoyd%2C+Keith+K.&cit%3Atitle=Critical+Decision+Points+in+Designing+Int
Korthagen, F., & Vasalos, A. (2005). Levels in reflection: Core reflection as a means to enhance professional growth. Teachers and Teaching: Theory and Practice, 11(1), 47–71. https://doi.org/10.1080/1354060042000337093
Noviyani, C. E. (2022). Kesadaran budaya guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-DKI Jakarta. TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6(1), 95–103. https://doi.org/10.26539/teraputik.61934
Rahman, B. (2014). Refleksi diri dan upaya peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar di Provinsi Lampung. Paedagogia, 17(1), 1–14. https://jurnal.uns.ac.id/paedagogia
Sleeter, C. E. (2017). Critical Race Theory and the Whiteness of Teacher Education. Urban Education, 52(2), 155–169. https://doi.org/10.1177/0042085916668957
Utami, S. (2018). Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya. CoverAge: Journal of Strategic Communication, 8(2), 36–44. https://doi.org/10.35814/coverage.v8i2.588
Widiyono, S. (2018). Peran guru dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural. Elementary School, 5, 282–290.
ZM, H., Muhammad Ilyas, & Nurlaili Handayani. (2024). Penanaman Nilai-Nilai Multikultural dalam Mencegah Perilaku Bullying pada Siswa SMA di Kota Mataram. Didaktika: Jurnal Kependidikan, 13(1), 1081–1090. https://doi.org/10.58230/27454312.382

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun