Mohon tunggu...
Ameliya ChintaAngelina
Ameliya ChintaAngelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Nama saya Amel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembangunan Ekonomi

27 Oktober 2022   04:37 Diperbarui: 27 Oktober 2022   04:42 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kajian ekonomi daerah pada umumnya menekankan pada dimensi kewilayahan dalam penelitiannya, yang erat kaitannya dengan aspek pemerataan wilayah dan distribusi sumberdaya spasial di dalam dan antar wilayah (Sodik, 2006). 

Tentu saja aspek ini dapat diterapkan dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi membantu menjelaskan gejala atau fenomena yang terkait dengan perilaku spasial ekonomi dalam mencapai tujuannya masing-masing. 

Perilaku keruangan tentunya perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang dimiliki masing-masing negara, agar kebijakan ekonomi yang diterapkan sesuai dengan keadaan di lapangan (Priyarsono, 2016). 

Sebagaimana diketahui bahwa geografi dapat menjadi salah satu penghambat tercapainya pemerataan ekonomi spasial. Inilah yang terjadi di Indonesia. 

Karakter Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan dapat menjadi daya tarik wisata karena keindahan alamnya, tetapi juga menjadi tantangan karena lautan yang memisahkan negara Indonesia. 

Kehadiran lautan dapat mengurangi akses dan konektivitas antar pulau, memperlambat pergerakan dan meningkatkan biaya perpindahan barang dan jasa. 

Situasi ini berkontribusi pada ketidaksetaraan dalam pembangunan ekonomi di antara pulau-pulau di Indonesia dalam hal PDB keseluruhan, tingkat pertumbuhan ekonomi, ketersediaan infrastruktur, lembaga hukum yang transparan, dll. 

Akibatnya, wilayah tersebut mengalami kekurangan modal yang berujung pada kemiskinan. 

Oleh karena itu, untuk mengatasi semua itu, diperlukan sistem fasilitasi ekonomi khusus dengan paradigma negara kepulauan yang disesuaikan dengan kondisi spasial Indonesia, dan upaya pengurangan ketimpangan dan kemiskinan ekonomi yang paling sesuai di Indonesia harus segera dilakukan. 

Pada dasarnya, prinsip dasar geografi menentukan bahwa daerah yang berbeda memiliki karakteristik dan perbedaan yang berbeda. Ketika mempertimbangkan isu-isu lokal, ini dapat dilakukan dengan dua cara. Ini berarti mendekati masalah dan menganalisis kemungkinan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi lokal yang ada (Wulan & Khadiyanto, 2013). 

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur ekonomi seperti PDRB dan alat yang berasal dari faktor produksi.

Ada dua cara untuk mengukur Produk Domestik Bruto: Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan dan Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku. Pengidentifikasi pertumbuhan ekonomi menunjukkan kinerja perekonomian masing-masing daerah.

Berdasarkan data BPS (2020), pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum sekitar 3,10% per kuartal I 2020. Melihat data masing-masing negara bagian, kami melihat perbedaan dan tren baru di lima negara bagian dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi. 

Retribusi tidak hanya tersebar di Pulau Jawa, tetapi juga di beberapa provinsi di Indonesia. 

Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Provinsi DIY sebesar 9,24%, diikuti Provinsi DKI di Jakarta sebesar 8,38%, Sulawesi Selatan sebesar 8,18%, Maluku Utara sebesar 7,82%, Sulawesi Utara sebesar 7,1%, dan Papua sebesar 6,09%.

Kelahiran tren baru ini dapat dilihat sebagai semacam bukti nyata pelaksanaan otonomi daerah dan strategi bottom-up selama pemerintahan Joko Widodo. 

Pemutakhiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Asas Desentralisasi Pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pemerintah. 

Namun, filosofi pembangunan yang dianut di masa lalu menunjukkan ketimpangan pendapatan di Indonesia, meski dampaknya terasa hingga saat ini (Yulianita, 2013). 

Sebelum tahun 1999, dihitung hingga 94,ri pendapatan daerah akan dikumpulkan dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat, tetapi setelah pelaksanaan reformasi, pemerintah pusat mengumpulkan kurang dari 50% dari dana daerah (Nuradhawati, 2019) . ..

Pergeseran filosofi dari sentralisasi ke desentralisasi di era reformasi telah mempengaruhi pengelolaan kebijakan ekonomi di setiap daerah, dan tentunya telah disesuaikan dengan karakteristik negara kepulauan yang terus berkembang. Contoh studi kasus yang menarik adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur. 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dua provinsi di kawasan timur Indonesia termasuk dalam 6 provinsi teratas dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Indonesia hingga tahun 2020.

Hal ini cenderung berbanding terbalik dengan kenyataan akhir-akhir ini bahwa laju pertumbuhan ekonomi Papua termasuk golongan kelas bawah yang tumbuh paling rendah. 

Berdasarkan data BPS Provinsi Papua (2020), terjadi perubahan kecil selama dua tahun terakhir, dengan penurunan yang cukup drastis pada dimensi nonmigas, -15,72% y/y. 

Tetapi untuk merespons melalui sinergi antara pemerintah daerah dan pusat, mereka ingin meningkatkan mata pencaharian melalui sektor-sektor selain minyak dan gas. 

Dampak Papua Pong 2020 disebut-sebut menjadi faktor pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Apalagi dalam kasus yang terjadi di Maluku Utara, dampak yang ditimbulkan oleh pembentukan KEK Morotai menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara (SKPT Mortai, 2021). 

Posisinya yang strategis, dibuktikan dengan pembangunan pangkalan militer di kawasan Asia-Pasifik, menjadi bukti nilai geopolitiknya yang tinggi.

Efek sinergis dari kawasan ekonomi antarwilayah yang terintegrasi dengan Tol Laut juga dapat menjadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kawasan ini diharapkan dapat mendatangkan nilai investasi sebesar Rp30,44 triliun pada tahun 2025. 

Selain itu, pengembangan koridor ekonomi di setiap wilayah Indonesia dikatakan sebagai alat untuk mengintegrasikan sistem pembangunan ekonomi Indonesia. 

Pengembangan koridor ekonomi di Indonesia didasarkan pada kemungkinan dan manfaat, dan karakter kepulauannya menghadirkan konstelasi unik yang membedakannya dari negara-negara umum yang mengadopsi pendekatan negara kontinental dalam upaya pembangunannya. 

Salah satu program pemerintah yang menjadi alat pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara kepulauan adalah MP3EI. Program MP3EI bertujuan untuk membantu Indonesia mencapai tujuannya menjadi negara maju dan sejahtera dengan PDB US$4,3 triliun pada tahun 2025 dan PDB tertinggi ke-9 di dunia.

Sebuah koridor pembangunan didirikan untuk melaksanakan program tersebut. Koridor pembangunan Indonesia tentunya disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang tersebar di pulau-pulau Indonesia.

Hal ini berlaku untuk tema pembangunan sektor. (1) Koridor Ekonomi Sumatera sebagai pusat produksi dan pengolahan pertanian, dan (2) Koridor Ekonomi Jawa sebagai reservoir energi nasional. (3) Koridor Ekonomi Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan gudang energi negara 5) (6) Koridor Ekonomi Papua -- Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, ekonomi dan pertambangan nasional. 

Pembangunan ekonomi tentunya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentu saja, karakter Indonesia sebagai negara kepulauan dapat menjadi konstelasi dan keunggulan komparatif dalam mengembangkan potensi Indonesia yang ada untuk pengurangan dan pembangunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. 

Perlu dipastikan keberadaan laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut dan agar mereka memahami nilai spasialnya. 

Pembentukan dan perluasan koridor ekonomi di seluruh pulau Indonesia tentunya bertujuan untuk menjadi pendobrak ekonomi yang disesuaikan dengan kemungkinan dan permasalahan yang ada.

Pengembangan tata ruang setiap negara bagian bertujuan untuk memahami pola pergerakan komoditas bernilai tinggi yang akan menjadi prioritas pembangunan daerah. 

Selain itu, kebijakan desentralisasi harus diperkuat sesuai dengan nilai-nilai murni yang tertuang dalam peraturan yang ada. 

Pelaksanaan dan pemantauan hukum komersial harus sejalan dengan prinsip-prinsip rule of law untuk memastikan bahwa program-program yang telah ditetapkan sebelumnya dilaksanakan sesuai dengan rencana dan mengarah pada hasil yang sesuai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun