Mohon tunggu...
Ameliya ChintaAngelina
Ameliya ChintaAngelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Nama saya Amel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permukiman Kumuh

5 Oktober 2022   23:55 Diperbarui: 5 Oktober 2022   23:59 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lahan untuk sebuah tata guna bangunan adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Jika tidak, lahan ini hanya akan menjadi permukiman kumuh. 

Menurut Suparno (2006), dimensi dari Perkiman kumuh yang harus serius diperhatikan adalah permasalahan lahan di perkotaan, permasalahan prasarana dan sarana dasar. 

Pengertian permukiman kumuh menurut Budiharjo (1997) adalah lingkungan hunia yang kualitasnya tidak layak huni, dengan ciri-ciri berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan terhadap penyakit sosial hingga penyakit lingkungan,serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan permukiman.

Kawasan kumuh merupakan permasalahan yang sering terjadi pada setiap negara maju hingga negara berkembang. Di Indonesia kawasan kumuh hampir selalu ada disetiap kota-kota yang ada. Keberadaan akan kawasan kumuh tersebut harus segera diselesaikan oleh pemerintah. 

Salah satu faktor terciptanya kawasan kumuh adalah karena adanya lonjakan jumlah penduduk yang sangat besar dan tidak dapat diimbangi dengan ketersediaan lahan serta kondisi ekonomi yang buruk sehingga terjadi ketidakmampuan untuk memiliki tanah dan membangun rumah di kawasan perumahan. 

Pertumbuhan masyarakat yang tinggi dengan diimbangi ekonomi yang tidak baik merupakan bentuk usaha pemerintah yang belum berhasil dalam upaya pengendalian dan pengurangan angka kemiskinan di daerah tersebut.

Dana yang terbatas dari pemerintahan dalam usaha penataan dan pengelolaan ruang kota dalam menghadapi permasalahan kependudukan, menyebabkan mahalnya fasilitas permukiman dan perumahan karena keterbatasan fasilitas. 

Dalam lingkup perkotaan yang tidak dapat menjangkau kawasan permukiman layak dan perumahan adalah warga dengan ekonomi penghasilan rendah. 

Ketidakmampuan dalam menjangkau daerah permukiman yang layak menyebabkan mereka terpaksa membangun rumah seadanya di lahan terbuka karena tidak memiliki pilihan lain selain bertempat tinggal dikawasan yang tidak layak, meskipun harga tanah yang ada dapat mereka jangkau, namun dengan penghasilan rendah membuat mereka berpikir tentang biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun rumah yang layak.

Jika pertumbuhan pada kawasan kumuh dibiarkan terjadi maka derajat warga yang kurang mampu tetap berada di posisi rendah. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya tata guna lahan pada kawasan permukiman kumuh, hingga menyebabkan terjadinya banjir yang mengakibatkan terdegradasinya lingkungan yang akan semakin parah.

Pengambilan langkah oleh pemerintah harus dilakukan dengan matang, dimana contoh upaya menghapuskan ataupun mengurangi kawasan kumuh dengan melakukan pergusuran, pergusuran yang dilakukan tanpa adanya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat mengakibatkan rakyat dengan penghasilan rendah akan mencari lahan terbuka lainnya yang tentunya akan menciptakan permukiman kumuh baru.

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki masalah terhadap tata guna lahan karena keberadaan daerah kawasan kumuh. Secara umum, kawasan kumuh tersebut berada di daerah pesisir, Banyuwangi sendiri memiliki seluas 20,6 hektar di Kecamatan Banyuwangi yang dikategorikan sebagai kawasan kumuh.

Diantaranya terdapat di Kelurahan Mandar, Kelurahan Lateng dan Kelurahan Kepatihan dimana semua kawasan tesebut merupakan kawasan yang berada di Kecamatan Banyuwangi. Kawasan kumuh yang menjadi permasalahan di Banyuwangi terletak di daerah perkotaan Banyuwangi. 

Permasalahan yang dapat ditemukan pada kelurahan tersebut adalah rumah tidak layak huni, infrastruktur lingkungan, ketersediaan air bersih, hingga drainase. Namun,untuk permasalahan air minum mayoritas masyarakat telah terpenuhi.

Pada kawasan kumuh tersebut, terdapat beberapa rumah yang berdiri di sempadan sungai, penempatan rumah yang tidak teratur menyebabkan sulitnya akses serta menghambat saluran drainase, dimana kondisi tersebut dapat mengakibatkan bencana banjir.

Kasus banjir terbaru terjadi pada tanggal 9 Maret 2020, ketika curah hujan sedang berada di titik tinggi, 3 kelurahan tersebut mengalami kebanjiran, ketinggian banjir yang terjadi saat itu hingga mencapai pinggang penduduk sekitar, dimana permasalahan yang mengakibatkan banjir tersebut adalah tersumbatnya material sampah pada saluran drainase dan sungai, hingga aliran pada sungai dan drainase terganggu yang mengakibatkan air hujan meluap dan menggenangi rumah warga. Permasalahan banjir tidak hanya terjadi pada hari itu saja, setiap musim hujan datang 3 kelurahan tersebut berpotensi terancam oleh bencana banjir.

Dalam penanganan kawasan kumuh ini Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum mengatakan, dalam mengatasi penataan lingkungan maupun penyediaan rumah layak huni dan berkelanjutan disebut dengan Key Performance Indicators 100-0-100, dimana itu adalah visi dari Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dalam mewujudkan permukiman yang layak huni dan terbebas dari kawasan kumuh. 

Program 100-0-100 ini akan diselenggarakan oleh pemerintahan Banyuwangi yang difokuskan terlebih dahulu pada Kelurahan Lateng, Kelurahan Kepatihan, serta Kelurahan Mandar.

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya pembersihan gorong-gorong hingga drainase, namun karena tingkat kepadatan penduduk yang tinggal disana tinggi serta tanpa adanya kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya membuat saluran perairan tersebut akan terus tersumbat. 

Kawasan perkumuhan ini bukan menjadi permasalahan bagi pemerintah saja, dimana pemerintah yang harus mengatasi permasalahan itu sendiri, namun diperlukan adanya peran dan kesadaran masyarakat itu sendiri untuk mengatasi bencana yang diakibatkan oleh masyarakat permukiman disekitar, bila tidak ada aksi nyata atas pencegahan bencana banjir yang diakibatkan penyumbatan drainase karena sampah, maka permasalahan yang ada di lingkungan perkumuhan tersebut tidak akan pernah terselesaikan.

Harapan agar masyarakat dapat melakukan hal yang sejalan agar dapat menciptakan kawasan bebas kumuh, maka diperlukan komunikasi efektif terhadap semua pelaku program terutama terhadap masyarakat itu sendiri. 

Untuk komunikasi efektif yang dapat berjalan lancar maka diperlukan konsep dalam manajemen kawasan, konsep ini harus bisa memberikan pembelajaran dalam hal berpikir, sikap hingga tingkah laku masyarakat yang sesuai dengan aturan maupun kesepakatan yang dikelola secara bersama yang sesuai dengan visi dan misi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun