Mohon tunggu...
Amelita KristinaHutapea
Amelita KristinaHutapea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis biasa

Status sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Pastoral Dian Mandala Gunungsitoli

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pentingnya Refleksi dan Meditasi dalam Menyelesaikan Masalah

9 April 2022   21:00 Diperbarui: 9 April 2022   21:05 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Hai guys, gue Naila. Seorang gadis remaja yang sekarang menduduki bangku perkuliahan. Gue melanjutkan pendidikan, di salah satu Universitas yang ada di Jakarta dan sekarang gue berada di tingkat dua atau semester empat. Di kampus, gue terkenal dengan cewek yang super aktif, yah karena gue gak bisa diam heehee. Kepribadian gue yang aktif, ceria, humoris, bersosial dan ramah membuat gue di senangi banyak orang termaksud teman-teman dan dosen gue. Sudah dua tahun gue melewati bangku perkuliahan dan gue sangat bersyukur karena gue belum pernah mendapat masalah dan gue merasa bahwa itu adalah kebahagiaan serta keamanan bagi kehidupan gue. Tapi perkiraan gue salah besar. Ketika gue mendapat masalah, pada saat itu juga gue sadar bahwa banyak hal yang menurut gue baik ternyata tidak sesuai dengan fakta yang selama ini saya lihat. Penasaran gimana ceritanya?? Sini gue ceritain, This is the story and it's all a lesson for me, Happy reading

"Krinnggg" terdengar bunyi handphone, pertanda ada pesan WhatsApp yang masuk. Dengan cepat ku raih handphone yang ada di atas meja. Ku lihat di layar handphone ada pesan masuk dari salah satu dosen yang memerintah aku untuk turun ke lantai satu untuk menemuinya. Dengan cepat ku langkahkan kaki ku menuruni anak tangga satu demi satu dengan hati-hati. Ketika aku sampai di anak tangga terakhir, aku melihat segerombolan teman-teman sekelas ku yang sedang mengerumuni salah satu dosen yang ada di kampus kami. Karena penasaran, aku melangkahkan kaki ku menuju mereka ingin tau apa yang sebenarnya sedang terjadi di sana.

"Pak minta tolonglah, beri saya kesempatan untuk mengulangi" kata Aida.

"Saya juga pak, masa nanti nilai saya segitu? bisa-bisa saya tidak lulus pak" sahut Rani melanjutkan

"Iya pak, masak Susan bisa mengulangi dan kami tidak??" lanjut Tina

Ketika aku melihat mereka memohon dengan memakai ekspresi yang menyedihkan, dengan seketika seperti ada yang menggelitiki perut ku dan ingin aku tertawa terbahak-bahak, namun ku urungkan niat ku karena aku melihat situasi yang lumayan menegangkan. Aida adalah teman sekelompok ku yang bisa dikatakan teman ku untuk memulai lelucon. Makanya, ketika aku melihat dia seperti itu, aku ingin tertawa terbahak-bahak dan mengejeknya.

"Makanya jadi cewek tu, harus cantik dan glowing" ujar ku dengan spontan untuk mengejek Aida.

Satu kalimat spontan ini, membawa aku masuk ke dalam lubang masalah. Yah ini adalah akar permasalahannya. Yang bisa di katakan itu adalah kalimat yang sepele dan candaan, tapi berujung penyesalan.

"Oh, harus cantik ya pak, baru bisa mengulangi. Kami yang jelek-jelek ini gak bisa??" Ujar Rani.

Dengan seketika aku terkejut mendengar perkataan Rani yang begitu pedas menyerang dosen tersebut. Kebetulan aku juga dekat pada dosen tersebut karena dia adalah dosen pembimbing ku sendiri di kampus itu.

"Bapak pilih kasih sekali, mereka bisa mengulangi kami tidak. Inikah yang dinamakan dengan dosen??" lanjut Tina

Semakin lama, situasi semakin panas karena banyak lontaran kata-kata pedas yang di keluarkan buat dosen tersebut. Dan itu semua berakar dari kalimat spontan ku tadi. Dan aku tidak menyangka, begitu sempit pemikiran mereka sehingga mengaitkan candaan dengan keseriusan masalah mereka. Karena banyak kata-kata pedas yang keluar, sehingga dosen tersebut tidak tahan dan langsung angkat bicara.

"Kalian bilang saya apa? Pilih kasih?? Saya pilih kasih dengan kalian semua, karena mereka cantik?? Wah hebat sekali kalian ini. Untuk apa saya pilih kasih pada kalian, tidak ada untungnya bagi saya, bagi anak istri saya, bagi keluarga saya. Tidak ada untungnya. Tapi bisa kalian mengatakan, bahwa saya pilih kasih?? Baik kalau seperti itu, saya akan memberi kalian semua nilai 90 dengan syarat saya tidak akan mengajar lagi dikelas kalian. Terserah kalian mau belajar di mana, mau kemana, terserah. Saya tidak akan mempedulikan kalian lagi. Umumkan ke kelas kalian, bahwa saya tidak akan mengajar kalian lagi dan saya akan memberikan kalian semua nilai 90 tampa ada ujian maupun tugas." Ujar dosen tersebut sambil meninggalkan kami ditempat itu.

Mendengar kata-kata tersebut, dengan seketika semuanya terdiam dan tidak ada yang berani berbicara lagi. Semua saling menatap satu sama lain dengan kebisuan dan satu persatu meninggalkan tempat kejadian. Aku orang yang mengeluarkan lontaran kalimat pertama, merasa bersalah dan pergi menjumpai dosen tersebut dengan niatan meminta maaf kepadanya.

"Selamat pagi pak!" ujar ku sambil mengetuk pintu ruangannya.

"Silahkan masuk!" katanya mempersilahkan,

"Kedatangan saya ke sini, saya ingin meminta maaf pak, atas kesalahan saya yang baru terjadi beberapa menit yang lalu. Saya tidak menyangka bahkan terjadi seperti ini. Padahal tadi saya hanya bercanda dengan Aida pak" ucap ku dengan menundukkan kepala.

"Sekarang saya tidak ingin membahas itu lagi, pokoknya keputusan saya sudah bulat dan tidak dapat di ganggu gugat lagi" jawabnya pada ku.

Karena merasa bersalah dan telah di tolak mentah-mentah, dengan spontan air mata yang telah ditahan kini jatuh ke bumi dengan seketika. Dan itu merupakan pembuktian bahwa aku benar-benar menyesal telah membuat dosen sakit hati atas perkataan ku.

"Saya benar-benar menyesal pak! Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya siap untuk di hukum Pak. Saya berharap bapak menghukum saya dan tetap masuk ke kelas untuk mengajar kami." Mohon ku dengan tangisan

"Maaf Naila, saya tidak bisa merubah keputusan saya sekarang. Saya butuh waktu untuk berdamai dengan hati saya. Dan jujur saya sangat kecewa dengan diri mu yang bersikap begini. Padahal saya sangat percaya dan suka dengan sikap mu, tetapi kejadian ini betul-betul membuat saya sangat-sangat kecewa dan tidak tau ingin berkata apa lagi. Saya harap kamu bisa memakluminya.  Saya ingin kamu berefleksi atas apa yang terjadi sekarang dan saya juga harus berefleksi atas perbuatan saya pada kalian. Kamu tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa pada mu. Sekarang pulanglah, kerjakan apa yang saya perintahkan kepada Mu" kata dosen sambil mempersilahkan aku pulang.

Dengan patuh aku pergi dan menjalankan seperti apa yang di perintahkan dosen kepada ku. Akibat kejadian tersebut aku menjadi trauma dalam berbicara dan berniat untuk merubah kepribadian ku menjadi orang yang pendiam. Selama dua hari aku mengurung diri ku di kamar. Tidak selera untuk makan, bermain bahkan memakai handphone. Aku hanya diam, meditasi dan memikirkan ulang kejadian dua hari yang lalu. Dari meditasi ini, aku mendapat banyak bisikan-bisikan di telinga dan pikiran ku. Aku berpikir negatif tentang niat ku untuk keluar dari kampus tersebut dan masuk ke kampus lain. Dan ada juga pikiran positif yang mengatakan bahwa aku harus bertahan, karena ada janji yang harus ku tepati dengan orang tua ku.

 Karena aku bingung ingin melakukan apa, ku beranikan diri ku untuk curhat pada orang yang mendukung aku selama ini. Yang pertama aku curhat pada seorang pastor yang selama ini menjadi bapa rohani bagi ku. Ku ceritakan semua kronologi kejadian pada nya dan ia memberikan aku jawaban yang singkat.

"Meminta maaf dan berubah Naila. Tidak ada cara lain selain cara itu" ujar pastor.

Aku hanya mendengarkan pengarahan pastor dan berpikir apakah aku harus menjalankannya atau lari dari masalah ini. Karena masih bingung, ku beranikan diri ku curhat pada sahabat ku mulai dari kecil. Seperti hal nya dengan pastor, dia juga memberikan jawaban yang sama dengan jawaban pastor tersebut. Dua jawaban yang sama membuat aku semakin merasa bingung. Ku raih handphone yang ada di meja belajar, ku beranikan diri ku untuk menelepon seorang wanita yang sudah mengenalkan aku dari kecil yaitu mama. Dan aku merasa heran karena aku menemukan jawaban yang sama lagi. "Meminta maaf dan berubah" empat kata yang membuat aku sadar bahwa hal yang tepat yang harus ku lakukan adalah Maaf dan Berubah. Setelah aku mendapat jawabannya, ku letakkan kembali handphone, aku mengunci kamar dan kembali bermeditasi sampai aku tertidur dengan pulas.

Keesokan harinya, ku raih handphone yang berada di samping ku. Cepat-cepat ku buka WhatsApp, dengan lincah jari jemari ku mencari nama yang hendak ku kirimkan pesan yaitu dosen. Dan dengan lincah pula aku mengetik isi hati ku dan menjelaskan apa maksud dan tujuan ku mengirimkan dia pesan.

"Selamat pagi pak, saya sudah menjalankan apa yang bapak perintahkan kepada saya. Saya telah bermeditasi dan berefleksi bahkan saya telah curhat kepada tiga orang yang saya percayai di dunia ini. Saya telah menemukan jawabannya dari ketiga orang ini dan semua jawabannya sama yaitu MEMINTA MAAF DAN BERUBAH. Saya menyesal atas perbuatan saya dan saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak atas perbuatan saya yang menyakiti hati bapak. Saya berjanji akan berubah dan tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi." Ketik ku dalam pesan WhatsApp.

"Kamu telah melakukan seperti apa yang ku perintahkan pada mu dan saya berharap kamu menjalankan janji mu pada itu pada saya." Jawab dosen tersebut.

"Baik pak, saya berjanji!" jawab ku lagi padanya.

"Naila saya sangat menyukai diri mu, saya harap kamu seperti wanita yang bapak kenal. Baik, ramah, periang, pandai bersosial dan lain sebagainya. Yang saya minta, kamu tidak berubah menjadi orang yang pendiam tetapi kamu harus merubah diri mu untuk tidak ceplas ceplos dalam berbicara" ujar bapak dosen.

"baik pak, saya akan berusaha untuk tidak berubah dan mencoba untuk memperbaiki kekurangan dalam diri saya" jawab ku lagi.

"Ok, saya tunggu ya. Terimakasih atas kerja keras mu mengikuti perintah saya. Dan saya memutuskan untuk memaafkan mu dan tetap masuk mengajar di kelas kalian. Kamu tidak perlu bersedih lagi ya" kata bapak dosen

"Terimakasih banyak pak" jawab ku dengan kegirangan

Dengan seketika, hati yang berat kini menjadi ringan. Semuanya seperti batu yang beratnya seratus kilo ketika di angkat dari diri akan merasa plong dan ringan. Semuanya kembali dengan normal, aku kembali pada aktivitas ku seperti biasanya. Menjadi Naila yang dikenal semua orang dan merubah kekurangan ku menjadi kelebihan.

*TAMAT*

Nah teman-teman dengan cerita pendek di atas, kita dapat belajar dari pengalaman Naila tentang betapa pentingnya berefleksi dan bermeditasi. Dengan berefleksi dan bermeditasi yakin dan percaya Tuhan pasti menuntun kita keluar dari masalah-masalah yang ada. Bila tidak mendapat jawaban juga, cobalah untuk curhat kepada orang yang kamu percaya ya, jangan salah pilih orang bisa jadi itu akan menjadi batu sandungan bagi dirimu. Sekian cerpen hari ini, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun