Semakin lama, situasi semakin panas karena banyak lontaran kata-kata pedas yang di keluarkan buat dosen tersebut. Dan itu semua berakar dari kalimat spontan ku tadi. Dan aku tidak menyangka, begitu sempit pemikiran mereka sehingga mengaitkan candaan dengan keseriusan masalah mereka. Karena banyak kata-kata pedas yang keluar, sehingga dosen tersebut tidak tahan dan langsung angkat bicara.
"Kalian bilang saya apa? Pilih kasih?? Saya pilih kasih dengan kalian semua, karena mereka cantik?? Wah hebat sekali kalian ini. Untuk apa saya pilih kasih pada kalian, tidak ada untungnya bagi saya, bagi anak istri saya, bagi keluarga saya. Tidak ada untungnya. Tapi bisa kalian mengatakan, bahwa saya pilih kasih?? Baik kalau seperti itu, saya akan memberi kalian semua nilai 90 dengan syarat saya tidak akan mengajar lagi dikelas kalian. Terserah kalian mau belajar di mana, mau kemana, terserah. Saya tidak akan mempedulikan kalian lagi. Umumkan ke kelas kalian, bahwa saya tidak akan mengajar kalian lagi dan saya akan memberikan kalian semua nilai 90 tampa ada ujian maupun tugas." Ujar dosen tersebut sambil meninggalkan kami ditempat itu.
Mendengar kata-kata tersebut, dengan seketika semuanya terdiam dan tidak ada yang berani berbicara lagi. Semua saling menatap satu sama lain dengan kebisuan dan satu persatu meninggalkan tempat kejadian. Aku orang yang mengeluarkan lontaran kalimat pertama, merasa bersalah dan pergi menjumpai dosen tersebut dengan niatan meminta maaf kepadanya.
"Selamat pagi pak!" ujar ku sambil mengetuk pintu ruangannya.
"Silahkan masuk!" katanya mempersilahkan,
"Kedatangan saya ke sini, saya ingin meminta maaf pak, atas kesalahan saya yang baru terjadi beberapa menit yang lalu. Saya tidak menyangka bahkan terjadi seperti ini. Padahal tadi saya hanya bercanda dengan Aida pak" ucap ku dengan menundukkan kepala.
"Sekarang saya tidak ingin membahas itu lagi, pokoknya keputusan saya sudah bulat dan tidak dapat di ganggu gugat lagi" jawabnya pada ku.
Karena merasa bersalah dan telah di tolak mentah-mentah, dengan spontan air mata yang telah ditahan kini jatuh ke bumi dengan seketika. Dan itu merupakan pembuktian bahwa aku benar-benar menyesal telah membuat dosen sakit hati atas perkataan ku.
"Saya benar-benar menyesal pak! Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya siap untuk di hukum Pak. Saya berharap bapak menghukum saya dan tetap masuk ke kelas untuk mengajar kami." Mohon ku dengan tangisan
"Maaf Naila, saya tidak bisa merubah keputusan saya sekarang. Saya butuh waktu untuk berdamai dengan hati saya. Dan jujur saya sangat kecewa dengan diri mu yang bersikap begini. Padahal saya sangat percaya dan suka dengan sikap mu, tetapi kejadian ini betul-betul membuat saya sangat-sangat kecewa dan tidak tau ingin berkata apa lagi. Saya harap kamu bisa memakluminya. Â Saya ingin kamu berefleksi atas apa yang terjadi sekarang dan saya juga harus berefleksi atas perbuatan saya pada kalian. Kamu tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa pada mu. Sekarang pulanglah, kerjakan apa yang saya perintahkan kepada Mu" kata dosen sambil mempersilahkan aku pulang.
Dengan patuh aku pergi dan menjalankan seperti apa yang di perintahkan dosen kepada ku. Akibat kejadian tersebut aku menjadi trauma dalam berbicara dan berniat untuk merubah kepribadian ku menjadi orang yang pendiam. Selama dua hari aku mengurung diri ku di kamar. Tidak selera untuk makan, bermain bahkan memakai handphone. Aku hanya diam, meditasi dan memikirkan ulang kejadian dua hari yang lalu. Dari meditasi ini, aku mendapat banyak bisikan-bisikan di telinga dan pikiran ku. Aku berpikir negatif tentang niat ku untuk keluar dari kampus tersebut dan masuk ke kampus lain. Dan ada juga pikiran positif yang mengatakan bahwa aku harus bertahan, karena ada janji yang harus ku tepati dengan orang tua ku.