Mohon tunggu...
Amelina Junidar
Amelina Junidar Mohon Tunggu... Guru - Guru SD Islam Al Azhar 67 Bukittinggi

Nama pena Elina Ajrie. Ibu rumah tangga. Hobi coret-coret semenjak kelas 3 SD. Sudah memiliki sekitar 6 buku puisi solo dan 20 antologi cerpen-puisi.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Kena Semprot Si Wulan, Jleb Nggak Tuh?

3 April 2023   01:19 Diperbarui: 3 April 2023   01:18 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita nggak lagi bahas seseorang ya, kompasioner. Wulan di sini lebih kepada istilah yang merujuk pada wanita-wanita lanjut usia secara keseluruhan. Akronimnya Wulan, panjangannya Wanita Usia LANjut. Keren euy! Iya, sekeren omelannya juga. 

Pada zaman dahulu kala, ketika negara api belum menyerang, saya yang saat itu masih remaja sedang dalam masa-masa rajin ke musala. Tahu sendiri kan ya kewajiban anak anak sekolah, tentu melengkapi agenda Ramadhan, mulai dari nama, judul dan isi ceramah, sampai kolom tanda tangan ustad serta stempel mesjid atau musalanya. 

Yang paling tidak ketinggalan di zaman ketumbar itu adalah omelan para wulan yang notabene sudah pusing mengurusi keluarga di rumah mulai dari dapur sumur kasur, lantas ketika mau menunaikan salat di musala bertemu pula dengan remaja-remaji yang baru menginjak usia pubertas. Pubertas is pintu awalnya kreatifitas. Ada-ada saja ulahnya. Mulai dari yang hanya meng-ghibah, jajan ke warung terdekat, tidur di pojokan mimbar (kebetulan mimbarnya ini diletakkan di saf perempuan), main petasan ketika jamaah bertarawih, hingga bergelut menganggu kekhusyukan. Timingnya selalu tepat. Ketika salam perantara tarawih akan menjelang, mereka langsung masuk ke saf dengan wajah tak berdosa seolah tidak terjadi apa-apa. Saya, termasuk satu di antaranya. Nah si Wulan, mau marah, entah pada siapa, karena tersangka sudah membaur dengan masyarakat umum yang duduk tahiyat akhir dengan khsuyuknya. 

Satu hal yang dulu sering saya hindari adalah salat dengan saf langsung bersebelahan dengan si Wulan. Aaaaarh, dalam hati sudah mengantisipasi, firasat langsung membabi buta. Walhasil pada akhirnya memang saya juga yang jadi sasarannya. Sepele kok, hanya karena suara saya ketika membaca bacaan salat itu agak keras, jadi si Wulan merasa terganggu. Hahaha. Lucu sekaligus miris rasanya. Sial betul saya kalau diingat-ingat.

Ada lagi momen ketika saya dan teman-teman yang kala itu hanya hitungan jari ditunjuk sebagai pembuka baca quran sebelum ustad naik mimbar memberikan tausiyah. Tepat ketika pandangan MC mengarah pada jam 12, sebelum nama saya disebutkan, langsung saja langkah seribu ke kamar mandi dilancarkan. Ujung-ujungnya, gerakan kilat itu membingungkan para jamaah, karena mereka merasa melihat seseorang yang disebutkan barusan. Endingnya, saya tidak keluar keluar dari kamar mandi sampai waktu berjalan mundur. Setelahnya, entah kekuatan darimana, padahal seharusnya malu kan ya. Tapi tidak! Dengan wajah polos tanpa rasa bersalah, saya masuk kembali dengan alibi baru kembali dari kamar mandi, sengaja membasahi muka sedikit supaya nggak bohong-bohong amat. Tahu apa yang saya dapatkan? Tentu tatapan sinis dan gerakan bibir yang sangat familiar. Para Wulan menyalahkan saya karena tidak mau membawakan ayat suci al-Quran di hadapan semua. Ya, itu perasaan mereka. Tanya dong perasaan saya yang sama sekali nihil soal tilawah ini ketika ditunjuk tanpa pemberitahuan, jelas kesal dong. Lain halnya jika ketika khatam Quran, juara itu ada di genggaman. Tentu tanpa ditunjuk pun, saya yang bakal menawarkan diri berpromosi. 

Ketika saya tampil pun, padahal tidak semua dari para Wulan menikmati. Banyak yang lebih memedulikan tembok yang merangkul punggung tua mereka dan gerakan anggukan kepala yang konstan disebabkan beban kelopak mata yang mendadak meningkat beberapa kwintal.  Hahaha. 

Tetap saja ketika sudah dalam proses kehidupan lebih lanjut dan terpaksa tidak pergi ke musala karena sudah mempunyai si kecil yang harus diurusi, Wulan dan segala omelannya menjadi salah satu hal yang cukup saya rindukan. Wajah-wajah kesal itu mungkin saja sudah keriput sekarang. Sebagian juga sudah ada yang pulang keharibaan, mendahului saya yang bercerita. 

Doa saya, semoga tahun depan Allah sampaikan juga jiwa raga ini bertemu dengan Ramadhan. 

Aamiin ya rabbal alamin.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun