Mohon tunggu...
Amelina Junidar
Amelina Junidar Mohon Tunggu... Guru - Guru SD Islam Al Azhar 67 Bukittinggi

Nama pena Elina Ajrie. Ibu rumah tangga. Hobi coret-coret semenjak kelas 3 SD. Sudah memiliki sekitar 6 buku puisi solo dan 20 antologi cerpen-puisi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Pakaian Bekas Masuk Indo, Apa Salahnya!

25 Maret 2023   05:06 Diperbarui: 25 Maret 2023   05:09 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Untuk narasi tentang yang satu ini, saya termasuk kepada pihak yang pro. Salah satu langganan kami jika menyoal pakaian bekas adalah sebuah rumah sekaligus toko (benar-benar bukan ruko, ya) di jalan Bantolaweh, kelurahan kayu kubu, Sumatera Barat. Selain karena model model busana yang beragam, tentu alasan utamanya terletak pada harga yang ramah di kantong. Mengenai tampilan kusutnya, sama sekali tak masalah. Ada mesin cuci, ada setrika. Jadi semua bisa diperbaiki, yang penting perasaan nyaman dan suka saat mengenakannya. 

Ada juga yang bilang, bagaimana dengan pemakai sebelumnya? Kita tidak tahu kotoran atau noda apa saja yang telah bercokol di pakaian itu sekian lama. Lebih ngerinya ada juga yang menekankan tentang keberadaan bakteri atau virus yang kemungkinan bersemayam di sana, siapa yang bisa menjamin itu bukan bakteri atau virus yang bisa menyebabkan wabah untuk diri sendiri atau khalayak ramai secara garis besar. Nah, kalau untuk hal yang satu ini, tergantung bagaimana pakaian tersebut di-treatment. 

Menyucikannya tentu tidak akan sama dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari yang sekali rendam kucek-kucek lalu bersih seketika. TIDAK! Lebih intim mungkin dengan menambahkan konsentrat atau bahkan detergen herbal yang memungkinkan membunuh segala keburukan yang ada pada pakaian tersebut. Benarkah? Iya, karena Alhamdulillah sampai saat ini tidak terjadi apa-apa. Tak ada penyakit yang menjangkiti, oleh karena proses penyucian pakaian tadi dilakukan dengan teliti dan cermat. 

Hampir dua per tiga pakaian di lemari kami adalah pakaian bekas, kalau di sini istilahnya botik. Bedakan dengan butik ya, kompasioner. Perbedaan huruf yang satu ini membuat segala sesuatunya berbeda. Kalau botik itu tempat menjual pakaian bekas, sedangkan butik itu tempatnya pakaian-pakaian elit terpampang. Botik vs butik, bagaikan langit dan bumi. Keberadaan botik, menurut hemat kami, sangat membantu karena kondisi ekonomi yang memaksa harus menekan kebutuhan yang menjadi prioritas sekalipun. Tak ada yang tak ingin membeli pakaian branded dan bermerk, namun apa daya jika tangan tak sampai. Tidak sampai lima ribuan pun bisa berpakaian dengan layak dan bagus, itulah kekuatan botik. Saya pernah mengenakan kemeja dan rok harga masing-masingnya seribuan. Hanya dua ribuan saja, kompasioner, bagaimana tidak membantu kan?

Ketika mengulik soal botik, telinga ini juga pernah menangkap hal-hal seperti penyelundupan, penghindaran bea cukai, dan lain-lain dalam proses impor atau sampainya mereka di tangan kita. Terus terang, memiliki pakaian branded tanpa disadari (karena berasal dari negara lain) menumbuhkan kebanggaan di satu sisi, sehingga tidak menyoalkan lagi tentang penyelundupan atau apalah itu isu-isu terkait lainnya. Sebab mau dibahas pun, ilmunya tidak sampai dan bukan ranahnya juga.

Beberapa hari belakangan, banyak berita berseliweran mengenai impor pakaian bekas di berbagai platform. Kalau ditanya pendapat atas perdebatan ini, saya hanya menggolongkan diri pada pendengar atau pembaca yang baik. Toh, bukan hanya pakaian bekas saja, dari aspek komoditas lain pun kita memang banyak yang diimpor dari negara lain, entah karena bahan-bahan di negara ini kurang atau sebagai stok tambahan. Wallahu a'lam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun