Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penyebaran virus corona ini sebagai pandemi, kegiatan perfilman di berbagai belahan dunia mengumumkan penundaannya.Â
Tak hanya gelaran festival, bisnis bioskop di berbagai belahan dunia pun terpukul. Sebagian bioskop di wilayah yang masih tergolong aman menerapkan peraturan duduk berjarak. Tiap penonton harus memberi ruang satu kursi kosong demi menahan penyebaran corona.Â
Namun, bagi yang berada di wilayah darurat corona, beberapa memilih tutup total. Keputusan sulit ini terpaksa diambil imbas dari sejumlah film yang dijadwalkan tayang bulan ini memutuskan menunda perilisannya. Beberapa film yang sedang dalam masa produksi pun memutuskan berhenti.
Meski kasus Covid-19 telah tersiar sejak akhir 2019, industri film Indonesia nyatanya benar-benar terhenyak, begitu wabah ini dinyatakan masuk Indonesia pada Maret 2020. Pencegahan penularan virus corona membuat ruang gerak masyarakat untuk berkumpul jadi dibatasi.Â
Bioskop dan insan perfilman ikut terdampak, mereka mau tidak mau harus menghentikan kegiatan operasional dan produksi film. Untuk pertama kalinya, angka box office Indonesia berjumlah nol, karena jaringan bioskop terpaksa ditutup.Â
Mau tak mau, proses produksi beberapa film dihentikan untuk sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Imbasnya, sebagian pekerja kehilangan pendapatan. Umumnya, kru film adalah pekerja lepas yang bisa dibayar per proyek, atau secara harian. Itu berlaku dari sutradara, penata kamera, penata suara, penata rias hingga driver, pembantu umum, operator kamera, gaffer, dan masih banyak lagi.Â
Beberapa dari mereka yang tidak ada pendapatan, bahkan banting setir. Ada yang melakukan sharing ilmu, syuting dari rumah, berkreasi dengan stop motion, bahkan melakukan sesuatu yang tak berhubungan dengan ranah kerjanya, seperti berjualan makanan secara daring.Â
Keadaan sulit ini mempengaruhi banyak sektor di Indonesia, terutama dalam ketenagakerjaan, termasuk para pekerja seni di tanah air. Hingga saat ini, pekerja film masih banyak menghadapi kesulitan. Tidak semua pekerja film yang jumlahnya banyak di tiap departemen itu memiliki stabilitas arus pemasukan. Sifat pekerja film yang rata-rata pekerja lepas (freelancer) dengan sistem kontrak membuat mereka selalu diliputi ketidakpastian dalam hal finansial. Keadaan ini karena peraturan pemerintah yang melarang seluruh kegiatan yang memicu keramaian.Â
Baca juga: Film Indonesia seperti Kerakap diatas Batu
Peran Asosiasi Film Indonesia
Akibatnya, berbagai kegiatan seni harus dihentikan yang artinya banyak pekerja seni yang terpaksa menganggur. Ironisnya di saat masyarakat diminta untuk tetap di rumah, dan para pekerja seni ini menganggur, justru merekalah yang menghibur kita via daring.Untuk mereka yang kurang beruntung, beberapa insan film melakukan bantuan. Dikutip dari laman Lokadata, Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) telah menyalurkan bantuan berupa uang kepada 100 pekerja seni lepasan (freelancer).
Meski keadaan sulit, sebagian pekerja film mencoba mencari celah untuk tetap berkarya demi menunjang kehidupan. Dikutip dari laman Info Screening, Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) membuat gagasan yang bagus yaitu dengan mengadakan penggalangan dana untuk para pekerja film tanah air.Â