Mohon tunggu...
Amelia Nur Fauziah
Amelia Nur Fauziah Mohon Tunggu... Human Resources - Public Relations

hello, its me!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dari Aku, Wanita Seribu Perisai

20 April 2021   21:05 Diperbarui: 20 April 2021   21:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kepada yang sudah memutuskan untuk hadir, terima kasih

Mengawali pertemuan tanpa dugaan, memberi canda di sela kehadiran, tak lupa dengan tawa yang menyertai kenyamanan

Terimakasih untuk selalu bertahan mendampingi, menenangkan hati tanpa menuntut pembalasan rasa

Tak peduli bagaimana hatiku, kamu tetap menuntunnya ke titik nyaman

Entahlah aku harus senang atau sedih atas kedatangan kamu disini di hidupku

Di satu sisi, aku senang akan kekosongan hati yang perlahan mulai terisi, senyum yang semakin sering muncul karenamu

Namun di sisi lain aku tidak ingin cepat begitu saja menerima sepenuhnya kedatanganmu ini karena aku belum tahu apa arti kedatanganmu ini

Kamu datang dalam hitungan detik, bahkan melebihi cepatnya hati yang berubah -- ubah

Apakah kamu hanya mampir atau untuk bertahan sementara? 

Ya, kubilang sementara. 

Karna setiap yang datang sudah jelas akhirnya akan pergi baik dalam waktu cepat ataupun tidak

Mungkin memang iya akan ada yang tidak akan pergi, tapi ya tidak semudah itu untuk menemukannya 

Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan dengan kehadiranmu. 

Jujur ini sangatlah tiba-tiba, bahkan mengenalmu saja aku tidak yakin

Saat ini kamu benar-benar orang asing bagi ku

Untuk sekarang, kamu tidak berarti apa-apa bagiku tetapi Aku tidak janji untuk besok -- besok

Awalnya aku tidak bisa menerima kehadiranmu sama sekali, kamu menyebalkan. 

Kamu hadir tanpa bertanya bagaimana status hatiku saat ini. 

Kamu hadir tanpa bertanya apakah aku siap dengan orang baru atau tidak. 

Kamu terlihat egois karna tingkahmu yang tiba -- tiba seperti ini membuat perubahan untukku bahkan sebelum kamu meminta izin padaku. 

Maaf karena memang pusatku hanyalah padanya, memperhatikan orang lain yang tidak terlalu berpengaruh dalam hidupku bukanlah kebiasaanku.

Jika boleh ku perhatikan, dirimu hadir tanpa adanya awal yang baik, dan aku sangat tidak suka. 

Bersikap seolah -- seolah sudah dekat lama adalah hal konyol bagiku, karna yang seperti itu hanya akan main -- main. 

Kamu datang dengan segala candaan khas kamu, itu memang membuatku tertawa tapi apa aku bisa menerima candaan kamu saat bahkan aku saja tidak mengenalmu?

Kamu bertingkah seolah -- olah kamu akan selalu bisa membuatku tertawa. 

Dan aku benci bahwa itu adalah suatu kebenaran. Entah Aku terlalu malu untuk mengakui bahwa kamu cukup menghibur di saat -- saat tertentu. 

Tapi tetap saja, Aku tidak akan menganggapmu lebih, Aku akan tetap memberi batas untukmu. 

Bukan tak ingin mencoba, terkadang seseorang hanya takut terjebak kenyamanan, lalu melupakan apa yang seharusnya diperjuangkan.

Aku tak yakin apakah Aku harus bahagia atau tetap berhati -- hati padamu. 

Tidaklah mudah untuk menerima orang yang membahagiakanmu, maksud ku tidak mudah jika hanya sebatas teman dengan orang tersebut. Dan faktanya, Aku memang belum ingin menganggap seseorang lebih dari teman.

Aku ragu atas pantaskah Aku bahagia karenamu? Atau, pantaskan kamu membahagiakanku? Atau mungkin, pantaskan Aku tertawa bersamamu?

Aku tidak ingin menjadi perempuan yang mudah terlena dengan bahagia sesaat. Apalagi  menjadi wanita yang mudah terbawa suasana. 

Karena Aku tidak ingin hidup seperti pasir yang dengan mudahnya berpindah tempat hanya karena sehembus angin yang lewat di kala malam.

Aku ingin menjadi perempuan dengan sejuta pertahanan. 

Wanita dengan seribu perisai, dan Aku ingin menjadi menara kokoh yang dipenuhi dengan benteng  pertahanan. 

Aku tidak ingin lemah hanya karena keadaan, tidak ingin menjadi runtuh hanya karena seseorang, dan Aku tidak ingin seperti daun yang jatuh hanya karna batang yang bergoyang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun