Mohon tunggu...
ameliawahyunovika
ameliawahyunovika Mohon Tunggu... Guru - mahasiswi

anak yang ceria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Ruwatan dalam Masyarakat Jawa

16 Januari 2025   16:38 Diperbarui: 16 Januari 2025   17:44 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi tradisi ruwatan jawa

Ruwatan adalah permohonan tulus agar pelakunya terselamatkan dan sehat. Tradisi ruwatan masih terus dilaksanakan hingga sekarang karena perasaan tidak tenang jika tradisi tersebut tidak dilakukan, serta kekhawatiran akan terjadinya hal-hal buruk atau serangkaian musibah, meskipun secara sosial dan religius mereka sudah menjalankan semua ajaran agama. Tradisi ruwatan memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Jawa, mencakup aspek spiritual, sosial, dan budaya. Setiap tahap prosesi ritual ruwatan memiliki makna filosofis, seperti yang berikut: 1. Siraman: Secara filosofis, siraman mewakili upaya untuk membersihkan diri sendiri. Air dari taman bunga kenanga, melati, dan mawar menyucikan orang yang melakukan ruwatan. 2. Sesaji dan selamatan Makna filosofis dari sesaji dan selametan adalah sebagai doa agar orang yang diruwat selalu diberi keselamatan. 3. Penyerahan Sarana Tahapan ini bermakna memberikan perlindungan bagi peserta ruwatan, terutama mereka yang termasuk dalam golongan sukerta. 4. Potong rambut Secara filosofis, pemotongan rambut melambangkan pelepasan segala hal yang kotor dan harus dibuang dari diri seseorang. 5. Tirakatan Tirakatan memiliki makna filosofis sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan anugerah-Nya. 6. Pertunjukan Wayang Wayang memiliki makna mendalam bagi kehidupan manusia. Cerita yang disampaikan sering menginspirasi kebaikan dan menyentuh hati. Dalam konteks ruwatan, wayang melambangkan perjalanan kehidupan manusia dengan pesan-pesan moral yang bermakna. 

Sebagai bagian dari budaya Jawa, ruwatan mengandung nilai-nilai spiritual dan sosial yang penting untuk dilestarikan. Oleh karena itu, edukasi kepada generasi muda mengenai makna dan tata pelaksanaannya menjadi hal yang krusial agar tradisi ini tetap hidup. Upaya pelestarian dapat dilakukan melalui kegiatan seperti workshop, seminar, atau acara budaya yang melibatkan masyarakat luas. Penulis berharap ruwatan tidak hanya dipandang sebagai sebuah ritual semata, tetapi juga dihubungkan dengan kearifan lokal masyarakat Jawa, seperti pemahaman tentang harmoni alam dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Pendekatan ini dapat memperkuat relevansi ruwatan serta memastikan keberlanjutannya di tengah perkembangan zaman. 

Referensi 

Lestari, D. E. G. (2020). Makna Tradisi Ruwatan Adat Jawa Bagi Anak Perempuan Tunggal Sebelum Melakukan Pernikahan di Desa Pulungdowo Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, Dan Sosial Budaya, 26(2), 150--157. doi: 10.33503/paradigma.v26i2.1139 

Susanti, J. T., & Lestari, D. E. G. (2021). Tradisi Ruwatan Jawa pada Masyarakat Desa Pulungdowo Malang. Satwika: Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan Sosial, 4(2), 94--105. doi: 10.22219/satwika.v4i2.14245 

Wardani, D. A. W. (2020). Ritual Ruwatan Murwakala dalam Religiusitas Masyarakat Jawa : Jurnal Widya Aksara Vol. 25 No. 1 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun