Belum lama ini diselenggarakan pelantikan Kepala Daerah Kota Semarang dan sekitarnya. Pejabat negara yang dilantik di antaranya adalah Wali Kota Semarang, Bapak Hendrar Prihadi.
Tidak lama setelah pelantikan tersebut dilangsungkan, Bapak Hendrar Prihadi atau yang biasa disapa dengan panggilan Pak Hendi ini memimpin apel perdananya. Bertempat di lingkungan Balai Kota Semarang, pada hari Senin 22 Februari 2016 hadir para pejabat pemerintahan serta para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tentunya dalam kesempatan ini Pak Hendi pun menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan dan kepercayaan masyarakat yang dilimpahkan kepadanya.
           Di dalam apel pertama Pak Hendi tersebut, ia juga mengungkapkan 4 pesan penting, antara lain:
   1.  Tekankan disiplin bagi PNS Kota Semarang;
   2.  Inginkan perubahan perilaku dan kebajikan dalam bertugas dan melayani masyarakat;
   3.  Inginkan seluruh program dijalankan tepat waktu, tepat sasaran, dan anggaran dapat terserap secara aman; dan
   4.  Jajaran Pemkot juga dituntut lebih aktif, kreatif dalam menciptakan inovasi menghadapi problem di masyarakat.
Untuk sebuah visi, pesan-pesan tersebut jelas baik adanya. Pak Hendi tentunya mengharapkan masa depan yang terbaik untuk Kota Semarang. Namun, kendati baik, patut diingat bahwa praktek tidak akan semudah kelihatannya. Banyak masyarakat yang mengenal Kota Semarang jauh lebih dalam dibandingkan Pak Hendi, dan masyarakat tersebut pasti tahu betul bahwa menata Semarang bukanlah hal yang mudah. Pada kenyataannya, PNS Semarang belum berhasil menuai respon positif dari mayoritas publik. Mari kita kaitkan satu per satu poin-poin yang disampaikan oleh Pak Hendi dengan realita yang terjadi.
Pertama, menekankan disiplin bagi PNS tidak lain adalah kedisiplinan dalam bekerja. Hal ini hanya mungkin apabila PNS memahami dan menghayati sungguh isi dari kode etik PNS. Sayangnya, terdapat beberapa oknum PNS yang masih memiliki kesadaran yang rendah akan hal ini. Lebih parahnya lagi, oknum-oknum yang sebenarnya ‘belum kompeten’ ini justru memiliki jabatan berpengaruh di sektor-sektor yang vital.
Ya, hal ini tak lain merupakan akibat dari nepotisme. Siapa sih yang tak pernah mendengar fenomena ‘titip jabatan’?  Kedisiplinan ini hanya akan mungkin terwujud apabila Pemkot berhasil menumpas nepotisme yang lambat laun akan menyisihkan individu-individu yang pantas menduduki jabatan-jabatan dan sesuai dengan kemampuan.
Kedua, perilaku dan kebijakan selalu berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Pak Hendi yang memaparkan bahwa ia mengharapkan suatu perubahan mengindikasikan bahwa perilaku dan kebijakan pelayan masyarakat yang saat ini belum baik. Hal ini dikarenakan oleh integritas SDM yang masih rendah. Pak Hendi juga memberi contoh lahan parkir yang belum tertata dengan baik sehingga mengakibatkan kemacetan. Dalam kasus ini, bagian masyarakat yang memiliki andil antara lain Dinas Tata Kota, POL PP, dan juga juru parkir itu sendiri.
Pemkot tidak boleh hanya berharap pada juru parkir, karena ia memiliki pemimpin yang bertanggung jawab atasnya. Maka, solusi dari permasalahan tersebut datang dari koordinasi yang baik antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan berkewajiban bersikap tegas dalam mengatur dan menindaklanjuti aturan-aturan yang sudah tertera dengan jelas. Dengan sikap yang demikian, perubahan pun menjadi tidak mustahil.
Ketiga, dalam proses kampanye, seorang calon kepala daerah akan melakukan sosialisasi program yang akan dijalankan apabila terpilih. Namun berdasarkan apa yang terjadi selama ini, kerap kali program Pemkot tidak berjalan dengan lancar. Hambatan ini berupa ketidaktepatan waktu eksekusi program, ketidaktepatan sasaran program, dan ketidakamanan penyerapan anggaran program.
Yang paling menyedot perhatian publik tentunya perkara anggaran program. Apabila ditelaah lebih jauh, ternyata permasalahan ini tidak lepas dari problematika nasional yakni korupsi. Dana yang dialokasikan untuk kepentingan program justru menguap tanpa kejelasan yang terlapor. Meskipun sudah ada kewajiban pelaporan ke Sekda, namun tidak adanya pemantauan intensif dari pimpinan birokrasi pemerintahan kota mengakibatkan ketidakbertanggungjawaban pelayan masyarakat. Hal ini sungguh disayangkan, dan tanpa adanya pemantauan secara intensif serta penjatuhan sanksi yang memberi efek jera, perbaikan sistem akan sulit tercapai.
Keempat, Pak Hendi menuntut jajaran Pemkot untuk menjadi lebih aktif & kreatif dalam mencari solusi dari permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Solusi pada hakikatnya adalah jalan keluar yang terbaik dari suatu masalah dan pencarian penyelesaian bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tidak semua orang mampu memiliki pola pikir problem solving.
Maka, poin ini kembali menyangkut perkara SDM. Tuntutan Pak Hendi ini akan terkesan ‘berharap terlalu banyak’ apabila pada kenyataannya sebagian besar pejabat jajaran Pemkot tidak memiliki kompetensi dalam menjalankan amanahnya. Sehingga, masyarakat tentunya mengharapkan adanya seleksi pejabat pemerintah yang bersih dari pengaruh kepentingan pihak-pihak tertentu. Hanya melalui adanya susunan jajaran Pemkot yang tepatlah tuntutan dari Pak Hendi ini dapat terpenuhi.
Tidak perlu diragukan bahwa Bapak Hendi akan disokong oleh dukungan publik berupa dukungan psikis maupun fisik, karena kami sebagai warga Kota Semarang tidak akan pernah memiliki niat untuk melemahkan pemerintahan. Namun, ada baiknya apabila kita menumbuhkan suatu kesadaran bahwa setiap manusia ditempatkan oleh Tuhan YME pada kedudukan tertentu yang menurut-Nya adalah yang terbaik. Melalui kesadaran ini, tidak akan ada pelayan masyarakat yang berambisi mencapai suatu jabatan untuk kepentingan pribadinya karena mereka akan sadar bahwa ada banyak macam pekerjaan di luar sana yang memiliki pencarian keuntungan pribadi sebagai tujuan utamanya.
Sehingga dapat dipastikan bahwa menjadi pelayan masyarakat sangat jauh dari ambisi tersebut. Pelayan masyarakat harus mampu mendedikasikan dirinya kepada masyarakat sambil terus mempertahankan integritasnya. Apabila pemahaman tersebut berhasil diterima dan dihayati, maka 4 himbauan Pak Hendi ini akan mendapat dukungan dalam berbagai bentuk yang cukup untuk mewujudkan Kota Semarang yang sesuai dengan harapan Pak Hendi dan kita semua sebagai warga yang berbangga.
Semarang, 25 Februari 2016
Titisari Wardani
Sumber Referensi: Semarang Metro (Suara Merdeka Komunitas) 23 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H