Opini terkait politik hukum tentang UU ITE Atau UU Cipta Kerja 11/2020
Indonesia merupakan salah satu bentuk negara yang mana hukum dan ketentuan dasar Indonesia telah tercantum dalam undang-undang Dasar negara republik Indonesia. Baru-baru ini pemerintah telah melakukan sebuah kebijakan yang mana terkait dengan kebijakan strategis dengan tujuan untuk reformasi hukum melalui RUU cipta kerja yang telah memerintah bentuk dengan sebuah metode omnibus law.Â
Rancangan undang-undang yang telah di bentuk oleh pemerintah tersebut kemudian dijadikan legal polisi dengan tentunya adanya persetujuan terlebih dahulu secara bersama antara presiden dengan DPR RI.Â
UU ITE cipta kerja muncul kemudian meninmbulkan berbagai polemik yang mana cipta kerja sendiri adalah salah satu bentuk politik hukum formal dari udang-undang yang kemudian ditentukan oleh lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif berdasarkan atas tahapan dalam pembentukannya.
Munculnya uu ite atau uu cipta kerja tentunya harus dikawal secara penuh penuh dan intensif baik dari semua unsur termasuk terkait dengan omnibus law yang belum memiliki landasan hukum, tak hanya itu kemudian DPR RI secara terang-terangan perlu memastikan terkait dengan undang-undang ini terimplementasi baik hal tersebut secara materinya maupun secara pengaturan turunannya.Â
DPR RI khususnya perlu mengatur terkait dengan metode omnibus law dalam suatu pembentukan undang-undang yang perlu dilakukannya revisi yakni UU nomor 12 tahun 2011 yang berisi terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.Â
Penciptaan terkait dengan lapangan pekerjaan perlu dilakukan melalui beberapa hal yakni terkait dengan peraturan peningkatan ekosistem baik dari ekosistem investasi dan juga kegiatan berusaha yang paling sedikit dapat membuat pengaturan mengenai penyederhanaan perijinan berusaha, terkait dengan kemudahan berusaha, persiapan investasi, mengadakan lahan, kawasan ekonomi serta riset  inovasi.Â
Selain itu dalam uji tak kerja memiliki beberapa jorok produk hukum yakni menurut monel dan Selznick UU ITE cipta kerja termasuk dalam bentuk kategori hukum, walaupun didalamnya tidak termasuk ke dalam sebuah kategori hukum responsif, akan tetapi terdapat suatu bentuk perkembangan hukum dalam lapangan perundang-undangan di dalamnya.
Munculnya UU cipta kerja menimbulkan berbagai polemik yang muncul di masyarakat seperti
1. Terkait istirahat dan cuti, yang mana telah terdapat pada pasal 79 ayat2 yang didalamnya berisi terkait dengan istirahat mingguan pekerja yakni 1 hari dalam 6 hari kerja, yang mana aturan dalam 5 hari kerja kemudian dihapus dalam undang-undang dan juga berpotensi hilang pada cuti haid ataupun cuti melahirkan.
2. Kemudian berkaitan dengan upah yang man telah diatur dalam pasal 88B, pasal ini berkaitan dengan standart pengupahan berdasarkan 10 waktu dan juga satuan hasil dan yang tidak sedikit menganggap bahwa sistem pengupahan ini dapat digunakan oleh pengusahaan yang telah menetap upahan per jam.