V E R S U S
Belakangan ini berita di sosial media yang viral adalah opini 2 orang turis Malaysia yang berbeda tentang pengalaman mereka ketika jalan - jalan ke Jakarta. Sontak pengakuan salah satu turis Malaysia yang memberikan rate 0 tentang Jakarta menuai protes netizen di sosial media. Postingan ini di posting di beritakan kembali di Instagram. Menuai komentar para netijen yang jenaka dan sinis.Â
" turis misqueen", salah satu komentar netijen.
" mau jalan - jalan semua tergantung budgetnya mba. Kalau budget lebih, pasti mbak ga akan makan di pinggir jalan. Tapi nongkrong nya minimal di Pondok Indah lah", ujar salah satu netijen di kolom komentar.Â
"Travelling sesuai budget kalo budget murah ya makan di pinggir jalan. Nginep di hotel melati, coba kalau lebih. Pasti jajan nya ke Grand Indonesia, Plaza Indonesia", tulis salah satu netijen.Â
Sedangkan turis asal Malaysia yang satunya memberikan komentar yang berbeda. Turis ini memberikan komentar bahwa, merasa terkesan dengan pesona Jakarta di malam hari dan makanan yang dia makan ketika di Jakarta.Â
Nah, omong - omong soal spot Jakarta yang penulis sukai adalah, kawasan elit Plaza Indonesia dan Hotel Grand Hyatt Jakarta ketika malam hari.Â
travelling bersama anak - anak, tidak akan pilih makan di pinggir jalan atas alasan higienis.Â
Penulis merasakan sendiri betapa menyenangkannya jalan -jalan ke Kota Jakarta. Bahkan saya warga Tangsel, sebelum jalan -jalan ke Jakarta, browsing terlebih dahulu mau kemana dan makan apa. Yang jelas saya yang ber -Kawasan Blok M adalah kawasan favorit saya ketika jalan - jalan ke Jakarta. Selain banyak wisata kuliner, kawasan yang dulu nya rawan copet, preman dan lain - lain, kini tidak terasa se-menakutkan seperti dulu. Sangat nyaman berjalan kaki di sekitar kawasan Blok M. Walaupun banyak penjual makanan di pinggir jalan. Yang menjadi daya tarik adalah, banyaknya beberapa bangunan lama yang di biarkan atau tidak di renovasi seperti menambah daya tarik tersendiri. Terlebih beberapa spot di kawasan M Bloc dengan konsep creative space seperti tempat untuk mengadakan pameran seni, musik dan lain - lain.
Bagaimana kesan saya jalan - jalan ke Malaysia? Tahun 2008 tepatnya , saya bersama keluarga travelling Malaysia menuju beberapa tempat ikonik seperti menara kembar KLCC, Bukit Bintang dan menginap di daerah Pudu. Sebelum terbang ke Malaysia, saya mem browsing tempat penginapan yang tidak terlalu jauh menuju kawasan utama seperti menara kembar KLCC tower dan Bukit Bintang.Â
Kesan pertama di Malaysia, banyak orang berkebangsaan India dimana - mana. Yang membuat saya bertanya - tanya. Saya di India apa di Malaysia, eh?
Tidak beda jauh dengan Jakarta. Warung -warung pinggir jalan di kawasan Pudu juga jorok. Ketika saya makan di kawasan Pudu, warung tenda nya mengingatkan saya akan warung tenda di kampus Grogol. Sama aja kok joroknya. Â Memang nyamannya di Malaysia sudah ada MRT di tahun 2008 itu. Ada satu cerita yang menjengkelkan. Ketika kami naik bus dari arah KLCC tower menuju hotel kami menginap di daerah Pudu. Tiba - tiba bus memberhentikan laju dan menurunkan penumpang tidak sesuai rute. Yah ini sih sama aja kayak saya naik 69 di turunin di Kreo , bukan Ciledug!Â
Selain itu, kami berwisata menuju Genting Hill dari terminal Pudu. Karena kami sekeluarga minim informasi mengenai kendaraan umum menuju Genting Hill. Akhirnya kami memutuskan untuk naik taksi.Â
Betapa terkejutnya kami ketika menaiki taksi, supir taksi menyupir dengan ugal -ugalan dan ngebut banget. Ohya, Genting Hill adalah wisata seperti puncak gunung, di mana di atas bukit terdapat kawasan wisata seperti wahana, pusat perbelanjaam dan kereta gantung dari atas bukit Genting Hill ke bawah bukit. Pantas saja ucapan Sarah, teman Malaysia saya benar. Ternyata taksi yang kami naiki dengan tujuan Genting Hill bukan taksi resmi! Ampun deh, kami berlima di bawa naik taksi dan menelesuri jalan yang berkelok - kelok dengan mengebut pula, apes! Gak lagi deh ya naik taksi dari terminal Pudu. Kayaknya lebih banyak nemu taksi resmi di Indonesia ketimbang di Malaysia.
Sedangkan KLCC tower adalah salah satu gedung ikonik di Malaysia. Di dalam nya ada mall. Yah kurang lebih mall nya seperti di kawasan mall Senayan City. Kami gak hanya makan di warung pinggir jalan sekitar Pudu, karena terpaksa, sudah keburu lapar setelah landing.
Hotel tempat kami menginap yaaah lumayanlah. Kawasan Pudu mengingatkan saya akan Mangga Dua - Jakarta. Menariknya, teman Malaysia saya berucap.Â
"Amel kenapa kamu nginep di Pudu ? Itu daerah yang berbahaya karena banyak preman", ketik Sarah, teman Malay saya di chat. Ohya ? Wah rasanya Pudu gak jauh beda dengan Blok M. Tapi benar kata Sarah. Kami menaiki taksi menuju Genting Hill dari terminal Pudu. Yang menjadi sulit ketika di Malaysia adalah, komunikasi. Yap. Mereka memang melayu. Namun, logat dan cara dialek mereka sangat cepat dan tidak jelas. Sehingga saya gak ngerti mereka ngomong apa ? Mendingan speak english saja lah.Â
Selama di sana, saya merindukan meminum teh manis. Di Malaysia , ketika kita minta teh adalah teh dengan campuran susu. Bukan hanya teh saja. Teh nya juga bukan teh yang wangi. Teh tarik? Teh tarik Malaysia terkenal pahit. Kurang creamy bagi saya pribadi.
Infrastruktur Malaysia memang terbilang lebih unggul ketimbang Indonesia di tahun 2008. Di tahun itu, Indonesia belum puny MRT (seingat saya). Dan sarana transportasi yang terintegrasi. Baru - baru ini saja Jakarta punya transportasi umum yang terintergrasi. Malaysia sudah lebih dulu.Â
Saya pun cukup terkesan dengan keadaan Jakarta sekarang. Walaupun ada saja kekurangannya. Tapi setidaknya sarana transportasi umum sudah sangat jauh berbeda. Saya merasa nyaman berjalan jalan di Jakarta. Rahasia jalan - jalan nyaman, pastikan alas kaki anda nyaman juga yah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H