Di suatu obrolan ringan bersama suami, saya berseloroh.Â
"Uang seratus perak buat apa ya hari gini?, kayak nya gak ngaruh apa - apa, buat belanja aja gak bisa".Â
"Uang satu juta jika tidak ada seratus perak, gak akan jadi satu juta loh", ujar nya.Â
Iya juga ya.Â
"Jadi uang seberapa pun nilai nya , walaupun itu seratus perak, tetap memiliki nilai.
Uang serartus perak mengingatkan saya ketika jaman sekolah dulu. Saya giat menabung di celengan. Nilai nya mulai dari 50 dan 100. Karena rutin menabung di celengan, akhir nya uang saya bertambah banyak dan mampu membeli apa yang saya inginkan sejumlah uang tabungan di celengan.Â
Pasangan saya kebetulan gemar mengumpulkan uang koin recehan. Menurutnya, berapapun nilai uang yang ada, tetap memiliki nilai. Meskipun itu nilai nya hanya 50. Jadi kalau ada uang recehan 50 , 100 dan 200 jangan di buang. Manusia menciptakan uang recehan tersebut pasti memiliki tujuan dan manfaat.Â
Sama hal nya dengan cinta yang sederhana. Ketika pasangan kita berjuang mencari nafkah untuk keluarga, seberapa pun hasilnya, patut di syukuri dan menjadi harta yang berkah untuk keluarga. Bagi saya, awal nya sulit untuk menerima kenyataan bahwa, hidup itu bagaikan roda berputar. Hari ini ada, besok bisa tidak punya apa - apa. Untuk menghadapi ujian seperti ini bukan lah hal yang mudah bagi saya. Waktu kecil, saya terbiasa hidup nyaman, karena, kedua orang tua yang bekerja dan mapan. Ketika ibu saya berhenti bekerja. Ayah saya memiliki pekerjaan yang bagus dan mapan. Sehingga untuk menikmati hidup yang lebih dari cukup sudah terlewat oleh saya.Â
Bagaimana dengan kehidupan pasangan saya sendiri ? Ternyata berbeda. Saya bersyukur karena jika kami dulu pernah sama - sama hidup nyaman. Entahlah sejauh mana kami mampu berjuang bersama.
Masalah ekonomi adalah masalah yang pelik bagi hidup berkeluarga. Saya pernah membaca sebuah kisah dari selebritas di instagram. Seorang wanita yang menikah dengan anak penyanyi era 90 Â - an yang terkenal. Sang wanita berkisah, setelah menikah ia dan suami bercita - cita ingin tinggal mandiri dan tidak menumpang tinggal dengan orang tua. Akhir nya, ia memutuskan untuk mengontrak rumah. Nge kost dan walaupun akhirnya menyadari bahwa ngontrak itu justru boros, akhirnya pasangan muda itu bekerja keras dan menabung sehingga mereka mampu menyicil membeli sebuah rumah di bilangan Jakarta. Banyak kissh kisah membangun kehidupan di awal pernikahan dengan jatuh bangun dan masalah ekonomi.
Di lain kisah, pada artikel yang sebelumnya saya tulis. Suami saya bekerja jauh dari keluarga, bukan hal yang 'sudah biasa' terutama bagi keluarga muda. Sebelum suami pergi bekerja di luar kota, beberapa pelajaran berharga yang saya dapat, mengenai kesederhaan dan menghargai sekecil apapun nominal sebuah uang. Bahkan uang receh pun.Â
Kebahagiaan yang sederhana tidak di nilai dari seberapa banyak uang yang kita punya. Bahkan kebahagiaan tidak bisa di beli dengan uang. Pelajaran lain adalah, seberapa pun hasil jerih payah pasangan kita dalam mencari nafkah, di terima dengan lapang dada dan bersuka cita. Sebagai istri mungkin tidak mengetahui seberapa menantangnya pekerjaan para suami di lapangan seperti apa. Karena, pejuang nafkah ini jarang berkeluh kesah betapa berat nya pekerjaan yang di lalui.Â
Dari situ saya berpikir, berapapun hasil nafkah yang di bawa suami pulang , sebagai seorang istri patut menerima nya dengan senang hati. Yang penting kebutuhan pokok terpenuhi, tanpa mencibir.Â
Sering sekali kita membaca berita di media, suami dan istri cekcok akibat masalah ekonomi yang tidak ada habis nya. Sang istri menuntut uang bulanan yang naik seiring naik nya harga kebutuhan pokok. Sedangkan suami sudah ' mentok'usaha nya sehingga tidak bisa menaikkan uang bulanan. Masalah ini pun pernah terjadi kepada saya. Awal nya sulit menerima keadaan, kalaupun ribut tidak akan menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Saya dan suami memilih untuk berdiskusi apa yang harus nya kita lakukan dan mencari solusi.
Saya menghindari kalimat - kalimat seperti ; " coba dulu gak usah berhenti kerja, seandainya dulu kita..... dan lain lain", percuma menyesali masa lalu, justru masalah yang harus di hadapi adalah masa depan.
Kembali ke topik judul artikel. Uang sekecil apapun nominal nya tetap lah uang yang memiliki nilai. Sama hal nya seberapa pun uang hasil jerih payah suami bekerja walaupun itu kecil nilai nya, patut di terima dengan suka cita, karena berat perjuangan seorang ayah dalam mencari nafkah patut di hargai. Walaupun ayah bekerja di kantor yang nyaman , megah, tidak serta merta tidak ada tantangan dalam pekerjannya. Namun , di balik nilai nominal uang yang kecil dan ada nya cinta yang sederhana, menjadi tidak sulit untuk bahagia. Bahagia itu sederhana dan tidak mahal. Dapat tercipta dari hal hal yang kecil. Semoga artikel saya bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H