Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Tutor - Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Suka Duka Hidup Jauh dari Pasangan, Semua Troubleshooting Dikerjain Sendiri

28 Juli 2023   09:27 Diperbarui: 8 Agustus 2023   23:45 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak pernah terbayang oleh saya tinggal jauh dari pasangan. Saya ingat ketika itu, setelah Idul Fitri 1 tahun lalu, perusahaan suami saya mendirikan kantor cabang di Cikarang dan memerlukan pegawai untuk mengisi posisi yang di butuhkan.

Dadakan banget, mending 1 bulan sebelumnya sudah di informasikan. Ini selepas libur Lebaran, suami langsung pindah kerja di Cikarang. 

Sebetulnya jauhnya nggak sampe nyebrang antar provinsi dan benua. Yang namanya terpisah dari pasangan tetap aja melankoli kronis (maaf sengaja saya buat berlebihan, haha), karena sudah menikah dan punya anak, hubungan jarak jauh jadi berat.

Apalagi celotehan anak anak yang bilang kangen ayahnya, duh rasanya menyayat hati. Awalnya menjalani hubungan jarak jauh nyesek, hampa (walaupun ada anak 3 di rumah yang rame).

Kadang kalau selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan gak ada kesibukan apa apa lagi, saya tercenung. Kenapa saya harus hidup pisah jauh dari ayahnya anak anak begini? Gak ada persiapan apa apa, mental pun lunglai rasanya. 

Hari demi hari , minggu, bulan dan tahun berlalu dengan cepat ya ternyata. Masalah mulai datang, ketika setahun setelah pandemi, suami saya sakit, demam, meriang, sakit tenggorokan, waduh parno rasanya. 

Saya suruh ke dokter gak mau, ampun deh kenapa sih bapak bapak anti banget ke dokter, biar cepet selesai gitu loh sakitnya.

Lalu masalah mulai bervariasi, dari anak terkecil saya sakit dan pagi buta saya bawa sendirian ke IGD rumah sakit.

Sementara 2 anak saya di titip ke kakak ipar, anak sakit bergantian yang setiap bulan, plafon jebol karena hujan terus menerus, listrik mendadak mati karena ada yang perangkat yang konslet, dan lain lain.

Duh, bahkan saya harus manggil tukang, beli bahan bangunan sendiri, nungguin tukang kerja, ngurus rapat sekolahan anak dan lain lain, masalah rumah tangga yang khusus di tangani bapak bapak, jadi saya yang harus ambil alih. 

Antara gemeteran dan mencoba tidak panik dan tetap waras ketika menghadapi plafon jebol, ampuuun deh, bukan kerjaan gue banget ini! Tapi kan harus bisa, seperti tulisan saya sebelumnya, kalau ; hidup jangan bergantung kepada manusia.

Foto : Pexels
Foto : Pexels

Hikmahnya jauh dari pasangan, saya jadi belajar banyak hal, walaupun itu cuma urusan tukang dan bahan bangunan, contohnya, malahan saya lebih tau harga bahan bangunan ketimbang suami, hehe.. 

Ga enaknya urusan tukang jika ada kerusakan fisik pada bangunan rumah kami,  jadi saya yang harus turun tangan sendiri. Tapi setidaknya saya belajar hal baru dan mengatasi troubleshooting yang ada di rumah tangga dengan tenang , well, berusaha sekuat tenaga agar tetap tenang. Gak gampang loh, tapi, mau gimana lagi harus di hadapi.

Saya ingat betul, ketika hari pertama puasa, saya di bantu kakek nya anak - anak untuk mengawasi tukang membetulkan plafon rumah yang jebol. Dan saya kira hari itu pekerjaan selesai. Ternyata, plafon yang jebol di kamar kami menganga selama 2 minggu karena menunggu tukang datang bekerja lagi. Mana suami jauh, gak enak betul di saat darurat seperti ini harus saya lewati tanpa ada suami di dekat saya. 

Bersyukur nya waktu berjalan dengan cepat, jauh dari pasangan sudah biasa saya lalui, karena tenaga dan pikiran tenggelam dengan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak anak, mengajar, menulis serta bergabung di Kompasiana yang membuat saya "sibuk" berfaedah, supaya waktu gak habis cuma untuk ngelamun mikirin si dia yang bekerja jauh.

Ini baru kasus saya, banyak juga kerabat saya yang tinggal jauh dari suami, bahkan ada yang di tinggal 1 tahun suami pergi belajar di negeri orang, di tinggal 4 bulan berlayar, di tinggal setiap bulan suami kerja di pertambangan di kota lain.

Setidaknya suami saya masih rutin pulang seminggu 1x. Nah kalo saya kumpul sama ibu ibu nanti akan ada omongan seperti ; 'bersyukur aja lah suaminya masih pulang tiap seminggu 1x .... ". Untungnya saya gak suka kumpul kumpul yang ada bukan nya bikin heppy malah down karena kebanyakan dengar cerita orang lain dan membandingkan diri dengan orang lain. 

Hikmah nya jauh dari pasangan membuat saya menjadi lebih mandiri karena keadaan yang gak selalu bisa bergantung kepada suami. Yang pasti ada hikmah dan sisi positif yang bisa di petik dari apa yang saya jalani ini. 

Nah, kalau anda punya cerita hubungan jarak jauh juga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun