Hari Anak Nasional yang jatuh di tanggal merah, dimana hari libur, di mana hari ayah dan ibu di rumah, pasti nya akan ada bonding atau ikatan yang kuat antara sesama anggota keluarga.Â
Sebenarnya bukan hanya hari Anak Nasional saja moment kedekatan antara anak dan orang tua di rayakan, namun, Â di era metaverse ini, kebutuhan dan ketergantungan akan gawai lebih tinggi di bandingkan kelekatan antara orang tua dan anak. Sehingga ini menimbulkan kerenggangan antara keluarga.Â
Hal ini tidak lah menyenangkan, saya pernah mengalami sendiri situasi ini. Dan ternyata orang terdekat saya  juga merasakan kurang nya kasih sayang seorang ayah dalam hidupnya. Dan ternyata hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup nya di masa depan.Â
Kurang kuat nya daya juang seorang anak laki laki dalam menghadapi tantangan hidup dari ketidak kehadiran seorang ayah. Kini, masalah kehilangan itu berganti dengan hal yang lain. Ayah dan Ibu ada, mereka bekerja pagi pulang malam. Hari libur mereka main gawai tiada henti. Teknologi, ekonomi dan pilihan hidup menjadi salah satu penyebab renggang nya kedekatan orang tua dan anak.
 Gak usah jauh jauh, beberapa murid saya adalah anak anak yang hidup nyaman dengan berbagai fasilitas dirumah. Kendaraan, asisten rumah tangga dan supir jauh memiliki kedekatan dengan mereka ketimbang orang tua.Â
"Lalu kemana orang tua mu, nak?"
"Saya bangun tidur mama dan papa udah enggak ada, pulang malem, saya udah tidur", gitu aja tiap hari.
Satu contoh.Â
Contoh lain, orang  tua ada, ibu memang di rumah. Ayah ? ada tapi main games online di ponsel.
Ayah bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga, namun, di hari di mana libur, ayah juga ingin merasakan quality time, main games online atau meluangkan hobi. Bagaimana dengan ibu? belanja online atau main sosmed. Me time ibu.Â
Semua terhubung dengan gawai. Gimana dengan anak? biar anteng, berikan saja ponsel untuk me time anak. Akses internet bebas, nonton sepuas nya dan tidak menggangu me time ayah dan ibu. Sungguh sedih si anak. Kebahagiaan anak anak sangat sederhana.Â
Mereka hanya ingin di dengar, di peluk, di sayang tapi bukan bentuk  sayang membelikan segala sesuatu yang mereka mau di luar nalar. Seperti memberikan ponsel kepada anak usia pra dan remaja dengan teknologi mutakhir sebagai hadiah pencapaian si anak di sekolah.Â
Lalu untuk apa? apakah si anak bisa menggunakan teknologi dengan bijak? Anak di usia berapa pun fase kedewasaan nya belum lah sempurna. Bahkan saya sebagai seorang dewasa secara umur, untuk memahami arti dewasa yang sesungguh nya masih absurd.
 Apalagi di usia pra remaja dan remaja. seperti SMP dan SMA. Justru inilah fase 'krisis' anak. Pasti nya kita pernah merasakan sebagai seorang anak. Bagaimana riskan nya usia pra remaja dan remaja, ketika proses pencarian jati diri bermulai. Dan di usia ini juga, dulu, saya mencari sebuah sosok atau idola, panutan sebagai acuan di dalam bersikap. Bahkan di usia ini pun saya merasa belum perlu orang tua sebagai tempat untuk curhat masalah cowok.Â
Berkaca dari masa lalu inilah, tantangan saya sebagai orang tua  di jaman now semakin berat. Saya tidak ingin membesarkan anak anak dengan kehampaan atau jeda perhatian dan bonding (ikatan) setiap hari nya. Ketika anak laki laki saya kesal dan 'mewek' di jailin teman teman nya, bersyukurlah saya ada di situ memberikan komedi dan menenangkan hati nya. Apa yang ayah lakukan? memberikan penguatan secara fitrah laki laki.Â
Setiap hari nya sebagai orang tua saya belajar , belajar hal kecil dari anak anak. Mereka bisa minder dengan hal hal kecil. Ketika ada jeda di sini dan kekesalan mereka terhibur dengan gawai, apakah emosi mereka selesai? tidak. emosi yang bersumber dari masalah keseharian mereka akan mengendap hingga dewasa jika ayah dan ibu 'absen' mengisi kehadiran di fase fase penting mereka, sungguh waktu tidak akan berputar kembali. Selama masih ada waktu untuk memperbaiki situasi.
Hari Anak Nasional bukan saja sebagai perayaan semata, namun hari di mana anak anak ingin di ingat keberadaan nya, bukan kebahagiaan dengan pemberian barang barang mewah di luar kemampuan mereka  untuk mengendalikannya, bukan. Sebuah kebahagiaan dengan keinginan sederhana, ada ayah dan ibu tanpa gawai. Jangan ada gawai di antara cinta orang tua dan anak.
Semoga bermanfaat tanpa bermaksud menggurui..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H