Aceh dipandang sebagai Provinsi yang menjunjung tinggi syariat-syariat dan ajaran-ajaran keislaman di karenakan Provinsi Aceh adalah wilayah pertama dimana masuknya ajaran islam dan munculnya Kerajaan Islam di Indonesia.
ProvinsiEtnis Rohingya berasal dari Myanmar yang berada di wilayah Rakhine yang berbatasan langsung dengan teluk Banggak dan Bangladesh. Rakhine merupakan wilayah yang miskin di Myanmar. Etnis-etnis yang berada di Rakhine sering merasakan tindakan diskriminasi oleh Pemerintah Myanmar karena hal tersebut.
Pada tahun 1784 Raja Myanmar yang bernama Bodawpaya menyerang Tentara Arakan. Banyak ulama-ulama dan Dai terbunuh, tidak luput juga banyaknya peninggalan-peninggalan Islam yang musnah pada peristiwa penyerangan tersebut. Pemerintah Myanmar juga memanfaatkan Etnis Magh untuk menyerang Etnis Rohingya dengan menggunakan konflik yang sedang berseteru diantara Etnis Magh dan Etnis Rohingya.
Pada tahun 1947 Pemerintah Myanmar mengundang semua Etnis kecuali Etnis Rohingya pada saat Myanmar mempersiapkan deklarasi kemerdekaan alasannya karena Myanmar menganggap bahwa Etnis Rohingya adalah pendatang baru dari subkontinen india oleh karena itu Etnis Rohingya tidak dimasukan kedalam kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan kewarganegaraan
Etnis Rohingya yang tidak mempunyai kewarganegaraan yang sah di Myanmar seringkali mendapatkan perilaku yang tidak baik dari  beberapa Militant dan Rakyat Myanmar.Beberapa perilaku yang tidak baik yang dialami Etnis Rohingya adalah menjadi target kebencian, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan.
Pada tahun 2017 Pemerintah Myanmar melakukan serangan balasan terhadap Milisi Rohingya yang telah melakukan penyerangan di Pos Polisi pada tahun 2016. dalam waktu satu bulan peristiwa tersebut terjadi dinyatakan ada 6700 orang beretnis Rohingya yang tewas. Pada intinya pendiskriminasian dan pembantaian Etnis Rohingya terjadi bukan hanya karena semata-mata unsur agama saja melainkan adanya unsur lain seperti perbedaan etnis dan ekonomi.Oleh karena itu Etnis Rohingya memutuskan untuk mengungsi ke negara lain dengan tujuan mencari keamanan, kenyamanan dan harapan hidup yang lebih baik.
Pada awalnya di tahun 2012 sebagian besar Etnis Rohingya dari Myanmar datang ke Aceh dengan status pengungsi, namun pada tanggal 14 sampai 21 November 2023 Etnis Rohingya yang diduga berasal dari tempat pengungsian Bangladesh memasuki Wilayah Perairan Laut Indonesia dengan bebas dan mendaratkan kapalnya di daratan Aceh tanpa persetujuan Otoritas Pemerintah setempat. Oleh karena itu Etnis Rohingya tersebut masuk ke dalam kategori pendatang gelap.
Setelah diusut oleh Otoritas Pemerintah setempat ternyata ada alasan kenapa mereka bisa memasuki Wilayah Perairan Laut Indonesia dengan bebas. Adanya kasus perdagangan orang yang dilakukan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, sampai saat ini sudah ada 3 orang tersangka yang telah di tangkap, 2 di antaranya warga Berkebangsaan Bangladesh dan 1 warga Berkebangsaan Myanmar.
Banyak warga dari Kabupaten Bireuen Aceh menolak kedatangan dan menampung pendatang gelap Etnis Rohingya di karenakan banyaknya tindakan dan perilaku dari para pendatang gelap Etnis Rohingya yang tidak menghormati dan mengikuti norma adat istiadat setempat. Salah satu contohya membuang makanan yang telah disumbangkan oleh Warga Aceh untuk membantu para pendatang gelap Etnis Rohingya ke laut dan kedalam Semak-semak.
Beberapa Warga Aceh juga takut akan hal yang telah menimpa Masyarakat Malaysia yang telah dilakukan pendatang gelap Etnis Rohingya menimpa Warga Aceh. Beberapa bulan setelah kedatangan pengungsi etnis Rohingya di Malaysia, Pemerintah Malaysia mengklaim bahwa angka kekerasan meningkat secara drastis.
Menurut Chanel News Asia Pada tahun 2022 para pengungsi yang berada Di Pusat Detensi Kedah Malaysia para pengungsi Etnis Rohingya  membobol dan ada beberapa orang melarikan diri kearah Jalan Tol yang menyebabkan 6 orang tewas karena  kecelakaan. Beberapa Masyarakat Malaysia juga mengalami Tindakan yang tidak baik dari pengungsi etnis Rohingya salah satu contohnya, 2 orang pengungsi etnis Rohingya yang berjenis kelamin laki-laki melakukan Tindakan yang tidak senonoh kepada remaja Perempuan berkebangsaan Malaysia. Dilansir dari Aljazeera
Saat menerima kunjungan kehormatan Chief of Mission IOM UN Migration, H.E. Mr. Louis Hoffmann di kantornya, Jakarta. Menteri Hukum dan HAM Indonesia Yasonna H. Laoly, menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk menyediakan pemukiman permanen bagi pencari suaka / pengungsi internasional di karenakan Indonesia bukan bagian dari kovensi pengungsi 1951 dan protokol 1967 tentang status pengungsi.
Dilansir dari situs web Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia  menurut Retno Lestari Priansari Marsudi selaku Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia pada acara Global Refugee Forum di Jenewa (13/12/2023) menyatakan bahwa Masyarakat Internasional harus bekerja sama untuk menghentikan konflik dan memulihan demokrasi di Myanmar sehingga para Pengungsi Rohingya dapat kembali kerumah mereka.
Seperti yang Retno Lestari Priansari Marsudi selaku Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia sampaikan, Masyarakat Internasional juga wajib mengambil peran dalam menghentikan konflik yang terjadi di Myanmar. Masyarakat Internasional seharusnya bisa memberikan solusi yang pasti untuk Etnis Rohingya dan jangan membebankan semua kepada 1 negara saja. Untuk menangani kasus seperti ini harus diadakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Masyarakat Internasional agar Etnis Rohingya dapat kembali ke tempat asalnya.
Pemerintah Indonesia mempunyai hak mendeportasi Etnis Rohingya di karenakan status mereka bukan lagi pengungsi melainkan pendatang gelap. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Andi Saputra Sh., Mh. Menyebutkan 3 alasan mengapa Etnis Rohingya tidak termasuk dalam kategori pengungsi melainkan pendatang gelap. Etnis Rohingya tidak sesuai dengan definisi pengungsi yang dijelaskan pada Pasal 1 Huruf  A.2 Dari Konvensi Pengungsi 1957,  verifikasi imigrasi belum dilakukan oleh UNHCR dan Otoritas Indonesia, dan  mereka tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap dan sah.
Pemerintah bisa memulangkan pendatang gelap Etnis Rohingya yang ada di Aceh ke tempat Penampungan Internasional yang telah diputuskan oleh UNHCR atau Pemerintah bisa membantu mencari negara ke 3 yang dapat menampung para pendatang gelap Etnis Rohingya. Tidak sampai disitu saja, Pemerintah Indonesia juga wajib ikut campur dalam pemulangan Etnis Rohingya ke tempat yang bersedia menampung mereka seperti melakukan pengawalan dan pengawasan pengembalian pengungsi Etnis Rohingya sebagaimana yang tercantum kedalam Peraturan Presiden No 125 Tahun 2016 Pasal 37.
Pemerintah harus tegas dalam menangani kasus ini dan Pemerintah juga harus mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan Warga Negaranya karena di dalam Demokrasi Pemerintah mempunyai peran penting untuk memenuhi dan memperjuangkan kesejahteraan Warga Negaranya agar dapat terpenuhi. Sebagaimananya prinsip Demokrasi ialah rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H