Dewasa ini, stereotipe terhadap Arab Saudi masih tertanam dalam pemikiran orang awam, termasuk masyarakat Indonesia. Menurut KBBI V, stereotipe adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Stereotipe yang tertanam dalam masyarakat, di antaranya: 1) semua masyarakat Arab Saudi beragama Islam; 2) bangsa Arab sama dengan Arab Saudi; 3) bangsa Arab adalah Negara Islam; dan 4) semua orang Arab Saudi sangat konservatif dengan budayanya. Banyaknya stereotipe yang tersebar mengenai bangsa Arab yang sama sekali tidak akurat menimbulkan anggapan bahwa Arab Saudi adalah "kiblat" umat Islam. Bentuk dari stereotipe sebenarnya tidak melulu berputar pada hal negatif. Namun, dalam kasus ini, stereotipe yang melekat di pikiran masyarakat terhadap masyarakat arab Saudi ini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perilaku negatif atau diskriminasi terhadap kelompok.
Hal pertama yang harus diluruskan adalah meskipun mayoritas bangsa Arab menganut agama Islam, anggapan bahwa semua bangsa Arab beragama Islam adalah keliru. Faktanya, di Arab Saudi yang bukan muslim juga banyak, dalam pengertian tidak memeluk Islam sebagai "agama resmi" mereka. Berikut persentase penganut agama di Arab Saudi dari Katadata.co.id Agama dengan penganut terbanyak, yakni Islam sebesar 93%, penganut agama Kristen diketahui sebesar 4,4%, Hindu sebesar 1,1%, Buddha 0,3%, dan 1,2% tidak diketahui. Dilansir dari Katadata.co.id, Arab Saudi bukan negara dengan populasi Islam terbanyak. Pasalnya, persentase penduduk Arab Saudi yang beragama Islam adalah sebanyak 93% yakni 32,86 juta jiwa dari total populasinya, 35,34 juta jiwa. Jumlah ini bukanlah negara dengan populasi Islam terbanyak. Justru negara dengan populasi penduduk yang menganut agama Islam terbesar adalah Indonesia, tercatat sekitar 84% atau 229 juta jiwa dari total populasinya, 276,4 juta jiwa.
Hal lainnya yang juga harus diluruskan adalah persepsi tentang Arab. Karena "Arab" mempunyai makna padang pasir, maka Jazirah Arab adalah sebutan untuk menandai wilayah geografis semenanjung padang pasir. Batas-batasnya adalah Laut Merah dan Teluk Aqabah di barat daya, Laut Arab di tenggara, serta Teluk Oman dan Teluk Persia di timur laut. Saat ini, secara politik daerah ini terdiri dari Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain. Saudi Arabia merupakan negara Arab di Asia Barat yang mencakup hampir keseluruhan wilayah Semenanjung Arabia. Arab Saudi secara geografis merupakan  kedua terbesar di Arab setelah Aljazair dan negara terbesar ke lima di Asia. Jadi, Arab tidak sama dengan Arab Saudi karena Arab Saudi hanya bagian kecil dari Arab.
Lantas, apa yang disebut Negara Islam? Jika menyebut Negara Islam, hal yang pertama terpikirkan tentu daerah di Jazirah Arab, terutama Arab Saudi karena secara teritorial dan sejarah sumber awalnya memang berasal di sana. Sebutan ini juga merujuk pada sistem kenegaraan yang masih menggunakan hukum-hukum agama Islam. Namun, jika merujuk pada Negara Muslim, menurut American-Arab Anti Discrimination Committee, Indonesialah yang mendapat sebutan itu. Hal ini dilihat dari jumlah populasi penganut Islam alias Muslim di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
Terakhir, stereotipe masyarakat kebanyakan menganggap semua orang Arab Saudi sangat konservatif terhadap budaya atau aturan hudup. Misal, pada gaya berpakaian, banyak orang menganggap gaya berpakaian orang Arab identik dengan gamis, jubah, untuk laki-laki dan cadar (seperti niqab, burqa, dan khimar) untuk perempuan. Namun faktanya, dampak dari perkembangan zaman karena globalisasi yang pesat sudah masuk ke Arab Saudi. Budaya berpakaian ala Barat telah masuk ke Arab saudi, khususnya di kota-kota besar. Sehingga tidak semua orang arab memiliki  gaya berpakaian yang sama. Contoh lainnya seperti acara yang beberapa bulan lalu diselenggarakan, yakni perayaan Halloween bertajuk "Horror Weekend". Seperti yang diketahui, perayaan tersebut berasal dari Barat. Perayaan ini sempat dilarang di Arab Saudi, tetapi sekarang, hal tersebut didukung oleh pemerintah. Budaya  lainnya yang juga terdapat di Arab Saudi diantaranya konser musik, berpesta, dan mabuk-mabukan.
Jika meninjau dari sudut pandang kemanusiaan, sebenarnya hal tersebut sah-sah saja. Seperti yang tertulis dalam deklarasi universal hak-hak manusia, setiap manusia memiliki hak-hak yang sama dan hak tersebut tidak dapat dicabut atas dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. Karena itu, setiap orang tentunya juga memiliki kebebasan menganut prinsip hidup yang diyakini tanpa terkecuali. Sebagai sesama manusia, kita tidak bisa sembarangan menghakimi orang atas suatu tindakan yang dianggap melanggar prinsip yang kita yakini. Selain itu, berbagai stereotip negatif yang tertanam di masyarakat pada akhirnya akan menimbulkan prasangka yang berujung pada diskriminasi bahkan kekerasan terhadap kelompok sosial tertentu jika tidak diluruskan. Terakhir, perlu diingat kembali bahwa Arab Saudi bukanlah "kiblat" bagi muslim karena pedoman umat muslim seharusnya adalah Al-Qur'an dan hadis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H