Kemudian mahasiswa juga mendapatkan tugas untuk membuat "Galeri Diri" dan memposting di media sosial serta mengundang teman-temannya untuk mengunjungi galeri tersebut.
"Kita juga mengulik tentang Sekolah Bhineka pada Topik 4. Jadi, disini kita belajar tentang implementasi nilai toleransi di sekolah dengan cara memperkuat budaya sekolah dan budaya kelas. Lalu kami diajak oleh Bapak Dr. Yudhi untuk bermain peran dengan sebuah kasus tertentu yang perlu dicari solusinya. Kami ada yang berperan sebagai dinas pendidikan/ketua yayasan, kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua," ungkap salah seorang mahasiswa lebih lanjut.
Memperkuat budaya sekolah dengan aktivitas kebhinekaan juga dapat dilakukan dengan kegiatan pertandingan persahabatan olahraga, festival seni dan budaya, media komunikasi visual sekolah, dan kolaborasi dengan sekolah yang berbeda budaya untuk membuat sebuah proyek tertentu. Untuk budaya kelas terdapat empat area yang dapat dimasukkan nilai-nilai toleransi di dalamnya, yaitu pada kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler, pengelolaan kelas/strategi, kurikulum, dan pembelajaran berbasis proyek. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman adalah salah satu komponen penting untuk mendukung proses pembelajaran. Hal ini dapat dipenuhi dengan pemahaman atas hak-hak dasar anak.
Pada topik terakhir, yaitu Topik 5 mahasiswa mempelajari tentang Sekolah yang Damai agar siswa dapat belajar dengan tenang tanpa ada gangguan dalam bentuk apapun. Menjaga sekolah tetap damai dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas (K) dan mengurangi ancaman (A) serta kerentanan (R) untuk menurunkan resiko gangguan menjadi lebih kecil. Menciptakan sekolah damai dapat dilakukan dengan membangun sistem untuk meningkatkan kapasitas. Komponen kapasitas sekolah yang damai adalah kebijakan, interaksi, promosi, sarana, dan partisipasi. Selain itu, perlu adanya upaya dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mencegah terjadinya ancaman dan kerentanan yang terjadi di dunia pendidikan. Bentuk kerentanan tersebut adalah perundungan, diskriminasi intoleransi, dan kekerasan seksual.
Saat ditanya mengenai kesan dari kegiatan Diklat Wawasan Kebhinekaan Global ini, mahasiswa dari kelas IPA 001 menuturkan bahwa mereka cukup antusias mengikuti kegiatan ini meskipun dilaksanakan di tengah euforia perayaan pergantian tahun baru.
"Kami sangat antusias dan senang sekali mengikuti kegiatan ini meskipun diluar sana kebanyakan orang sedang sibuk dengan persiapan perayaan tahun baru dan berkumpul bersama keluarga. Karena kegiatan ini cukup positif bagi kami dan sangat bermanfaat untuk calon guru profesional di masa mendatang ketika menghadapi tantangan tentang kebhinekaan global," ungkapnya. (*)
(*) Penulis: Amelia Novita Sari & Jasicca Dea Putri Perwiranti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H