Mohon tunggu...
Amelia Nirmalawaty
Amelia Nirmalawaty Mohon Tunggu... Guru - Dosen Agroindustri FV Untag Surabaya

1990-2008 Dosen tetap Fakultas Pertanian UPB Surabaya 2015-sekarang dosen tetap Fakultas Vokasi Untag Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Hanya Manusia, Tanaman Juga Butuh Probiotik !

12 Oktober 2024   19:51 Diperbarui: 12 Oktober 2024   23:40 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah probiotik sudah lama dikenal dan bahkan telah sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa tempe, kefir, yogurt dan acar merupakan sebagian bahan pangan yang mengandung probiotik.  Probiotik didefinisikan sebagai bahan yang mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora jika diberikan dalam keadaan hidup.  Pada manusia, probiotik akan mendorong pertumbuhan mikroorganisme “baik“ (menguntungkan) pada system pencernaan sehingga flora usus kembali normal dan pencernaan menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan tanaman yang tidak memiliki system pencernaan dan kenapa tanaman juga membutuhkan probiotik?  Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, marilah kita pahami dahulu metabolism tanaman dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Nutrisi Tanaman, Revolusi Hijau dan Swasembada Pangan

Agronomist di seluruh dunia menyakini bahwa semua tanaman membutuhkan 16 jenis unsur untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya secara normal.  Keenam belas unsur tersebut adalah karbon (C), air (H), oksigen (O), nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), belerang (S), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), khlor (Cl), molybdenum (Mo), boron (B), dan seng (Zn) dan dikenal sebagai unsur hara esensial.  Beberapa pakar bahkan meyakini beberapa unsur seperti silikat (Si), cobalt (Co), natrium (Na), aluminium (Al) dll., merupakan unsur mikro penunjang pertumbuhan tanaman misalnya silikat pada tanaman padi-padian, natrium pada tanaman golongan kelapa dll.  Agar pertumbuhan dan produksi tanaman mencapai titik optimumnya, ketersediaan unsur-unsur tersebut harus dalam keadaan seimbang bagi tanaman.  Bila ketersediaan salah satu unsur tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, maka unsur tersebut akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan dan produksi tanaman yang dikenal sebagai Hukum Minimum Liebig oleh mahasiswa pertanian.

Pada tahun 1970 hingga 1980-an, Pemerintah Indonesia menerapkan revolusi hijau untuk mendongkrak produksi tanaman pangan, khususnya padi, guna mencukupi kebutuhan dalan negeri.  Program panca usaha tani dicanangkan oleh pemerintah saat itu yang meliputi pemilihan dan penggunaan bibit unggul, pemupukan secara teratur, irigasi yang baik dan cukup, pemberantasan hama secara intensif, teknik penanaman yang teratur.  Guna menunjang keberhasilan program swasembada pangan, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas lahan dengan memberikan subsidi pupuk kimia dan benih unggul pada petani disertai system irigasi yang teratur.  Benih unggul padi yang diberikan berumur pendek (kurang lebih 100 hari), sehingga lahan sawah dapat ditanami 3 kali dalam setahun.

Benih unggul yang diberikan oleh pemerintah selain mempunyai produksi yang lebih tinggi dibandingkan benih padi lokal juga memiliki vigor (bentuk tanaman) yang berbeda.  Benih unggul padi mempunyai vigor yang pendek dan jumlah anakan yang banyak, sedangkan benih lokal mempunyai  vigor yang tinggi dan jumlah anakan yang lebih sedikit.  Akibatnya, cara panenpun berubah.  Padi lokal dipanen hanya dengan memetik tangkai bulir padi saja sedangkan batang padi akan dirobohkan dan kemudian dibenamkan pada tanah sawah saat pengolahan tanah musim tanam berikutnya.  Pada padi varietas unggul, petani membabat semua tanaman padi dan dilakukan perontokan gabah ditepi sawah.  Seluruh jerami yang tersisa akan dibakar agar petani dapat segera mempersiapkan penanaman padi di musim berikutnya.  Sehingga pada penanaman padi varietas unggul tidak pernah lagi dilakukan pemberian pupuk organik / kompos yang berasal dari jerami padi.  Disamping itu, pupuk bersubsidi yang diberikan saat itu hanyalah pupuk yang mengandung hara makro yaitu urea atau ZA (mengandung nitrogen), TSP (mengandung phosphor) dan KCl atau ZK yang mengandung kalium.

Pada tahun 1984, program Panca Usaha Tani menunjukkan keberhasilannya karena saat itu Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan.  Dan sejak saat itu petani mulai meninggalkan pemberian kompos pada lahan pertanian maupun lahan sawahnya serta sangat tergantung pada pupuk kimia.  Sayangnya swasembada pangan ini tidak bertahan lama, meskipun telah dilakukan program ektensifikasi maupun intensifikasi. Berbagai penelitian para pakar pertanian menyimpulkan perlunya pemberian pupuk organik pada lahan pertanian lahan kering maupun sawah guna meningkatkan kesuburan tanah sebagai upaya mencapai swasembada pangan.  Hasil penelitian ini telah diadopsi oleh pemerintah melalui kebijakan pemberian paket subsidi pupuk bagi petani yang berupa pupuk urea, NPK, NPK-FK (formulasi khusus) dan pupuk organik, petani masih enggan mengambil pupuk organik bersubsidi tersebut.

Disamping kendala penurunan kesuburan tanah, alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu kendala dalam pencapaian swasembada pangan.   Alih fungsi lahan pertanian disebabkan adanya pertumbuhan ekonomi, peningkatan jumlah penduduk dan industry.  Badan Pusat Statistik menyebutkan sejak tahun 2018 – 2023, luas panen tanaman padi secara Nasional mengalami penurunan sebanyak 2,11% sedangkan di Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 0,59%.  Secara Nasional produktivitas lahan sawah (produksi gabah per hektar) meningkat sebesar 0,32% tetapi produksi gabah Nasional menurun sebesar 1,78%, sedangkan di Jawa Timur yang merupakan salah satu lumbung padi Di Indonesia, produktivitas lahan antara tahun 2018 – 2023 menurun sebesar 0,35% dan produksi gabah menurun sebesar 0,97%.  Meskipun demikian, produktivitas padi di Jawa Timur (5,68 ton/ha) masih lebih tinggi dibandingkan Nasional yang hanya mencapai 5,2 ton/ha.  Guna mempertahankan dan bahkan meningkatkan produktivitas padi Nasional, pada tahun 2024 pemerintah meningkatkan kuantum pupuk bersubsidi dari 4,5 juta ton menjadi 9,55 juta ton (BSIP Serealia, 2024) dimana Propinsi Jawa Timur memperoleh kuantum terbesar, yaitu 1,92 juta ton pupuk yang terdiri dari 981.730 ton urea, NPK 832.370 ton, NPK-FK 986 ton, organik 104.986 ton. 

Melihat fenomena diatas, perlu adanya teknologi budidaya tanaman, khususnya padi, yang tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi penurunan kesuburan tanah yang ditandai dengan semakin meningkatnya kebutuhan pupuk kimia tanpa terjadinya peningkatan produksi secara signifikan.

Probiotik untuk Tanaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun