Mohon tunggu...
Amelia Meidyawati
Amelia Meidyawati Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Penggemar Perpajakan yang selalu antusias menyelami ilmu baru... Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Pajak Kontemporer Prof. Dr. Apollo: Reformasi Teknologi Perpajakan Indonesia dalam Fenomenologi Heidegger

10 November 2021   19:57 Diperbarui: 10 November 2021   20:13 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia selaku subjek dan objek pajak, merupakan hal yang tidak terpisahkan dari penarikan pajak. Bersamaan tantangan pertumbuhan virtual yang semakin kilat, khususnya dalam zona perekonomian, menjadi kesempatan untuk Direktorat Jendral Pajak dalam pemperkuat pilar- pilar reformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Kenaikan efisiensi serta daya guna guna perbaikan infrastruktur teknologi perpajakan dicoba secara merata serta Direktorat Jendral Pajak membagikan tutorial kepada Wajib Pajak dalam pemberian pelayanan perpajakan. 

Lewat administrasi pajak berbasis online services ataupun teknologi digital, otoritas pajak akan mempunyai kapabilitas baru yang lebih baik dalam upaya sokongan terhadap analisa big tax informasi serta menolong produktivitas operasi organisasi. Bersumber pada hal tersebut, mencuat persoalan Apakah pelaksanaan Teknologi Digital buat adminisitrasi Pajak dikala ini akan efektif dan efisien?

Bapak Robert Pakpahan selaku Direktur Jenderal Pajak mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki senjata baru yang dapat menunjang penerimaan pajak. Senjata baru yang dimaksud beliau adalah Core Tax System baru. Pembenahan ini bersamaan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 3 Mei 2018. Presiden berharap dengan adanya perpres ini DJP semakin kuat, kredibel, dan akuntabel dengan proses efektif dan efisien.

Penafsiran Core tax system itu sendiri merupakan sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak termasuk otomasi proses bisnis mulai dari proses registrasi wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan serta dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting. Direktorat Jenderal Pajak menganggarkan Rp3,1 triliun untuk pembangunan sistem teknologi informasi pajak atau core tax system yang baru. Anggaran Rp3,1 triliun ini akan digunakan untuk membeli aplikasi, CODS software system informasi perpajakan yang teruji dengan modifikasi, hingga konsultasi yang dapat membangun sistem tersebut.

Sistem administrasi pajak yang efektif dan efesien diharapkan sanggup memperbaharui hal dasar dari prosedur kepatuhan wajib pajak. Tetapi pastinya masih terdapat kendala dalam optimalisasi sistem tersebut, apabila kita masih bergantung pada Sumber Daya Manusia. Dengan banyaknya jumlah wajib pajak yang semakin hari semakin tinggi, penggunaan Teknologi perpajakan yang Inovatif diharapkan menolong meminimalisasi keruwetan administrasi, sehingga Otoritas Perpajakan dapat sedikit mengurangi kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan dalam mengelola sistem yang digunakan.

Fenomenologi Heidegger

Tata cara fenomenologi yang digunakan Heidegger dalam pemikirannya yaitu Ontologi, menerangkan tentang "Ada" itu sendiri dan menjadikan "Ada" dari bermacam entitas muncul keluar dalam keseluruhannya (Heidegger, 1973). Prof. Apollo dalam Filsafat perpajakan berkata, Kebenaran itu keras kepala, dan suka menyembunyikan diri [Heidegger], tetapi mungkin pajak bisa dipahami dengan suasana hati atau stimung demikian Heidegger berpesan.

Martin Heidegger (1889--1976) mungkin merupakan filsuf yang sangat memecah belah abad kedua puluh. Banyak yang menganggapnya sebagai pemikir yang otentik dan berarti di zamannya. Yang lain menolaknya sebagai seorang obskurantis dan penipu, sedangkan yang lain lagi memandang afiliasinya yang tercela dengan Nazi sebagai alasan untuk mengabaikan ataupun menolak pemikirannya sama sekali. Tetapi, pengaruh Heidegger yang tidak diragukan pada filsafat kontemporer serta wawasannya yang spesia mengenai tempat teknologi dalam kehidupan modern menjadikannya sebagai seorang pemikir yang layak untuk dipelajari dengan cermat.

Dalam bukunya yang terkenal Being and Time (1927), Heidegger membuat statement yang berani bahwa pemikiran Barat dari Plato dan seterusnya telah melupakan ataupun mengabaikan persoalan mendasar tentang apa maksudnya sesuatu menjadi muncul bagi kita saat sebelum analisis filosofis atau ilmiah. Heidegger berupaya untuk mengklarifikasi di seluruh karyanya bagaimana, sejak kebangkitan filsafat Yunani, peradaban Barat sudah berada di lintasan menuju nihilisme, serta beliau percaya bahwa krisis budaya dan intelektual kontemporer - penurunan kita mengarah pada nihilisme - terkait erat dengan melupakan keberadaan ini. Hanya temuan kembali keberadaan serta alam di mana dia terungkap dapat menyelamatkan manusia di zaman modern.

Uraian Heidegger tentang teknologi dengan lebih tepat, mengandalkan kuliah Bremen dan "Pertanyaan Tentang Teknologi", dan dimulai dengan empat poin kritik Heidegger.

  1. Esensi teknologi bukanlah sesuatu yang kita buat; itu merupakan mode keberadaan, atau pengungkapan. Ini berarti bahwa hal-hal teknologi mempunyai jenis kehadiran, daya tahan, dan hubungan baru di antara bagian-bagian dan keseluruhannya sendiri. Mereka memiliki cara mereka sendiri untuk menampilkan diri dan dunia di mana mereka beroperasi. Esensi teknologi, bagi Heidegger, bukanlah contoh teknologi terbaik ataupun sangat khas, juga bukan pula generalitas, wujud, atau ide yang samar-samar. Sebaliknya, untuk mempertimbangkan teknologi pada dasarnya adalah melihatnya sebagai kejadian yang kita miliki: penyusunan, pemesanan, dan "meminta" segala sesuatu di sekitar kita, dan diri kita sendiri.
  2. Teknologi bahkan menguasai makhluk yang biasanya tidak kita anggap sebagai teknologi, seperti dewa dan sejarah.
  3. Esensi teknologi yang diutarakan Heidegger paling utama merupakan masalah teknologi modern dan industri. Dia kurang peduli dengan perlengkapan dan metode kuno dan tua yang mendahului modernitas; esensi teknologi terungkap di pabrik dan proses industri, bukan di palu dan bajak.
  4. Untuk Heidegger, teknologi bukan semata-mata aplikasi instan ilmu alam. Sebaliknya, ilmu pengetahuan alam modern dapat memahami alam dengan pendekatan yang khas ilmiah hanya karena alam telah sebelumnya terungkap sebagai seperangkat kekuatan yang dapat dihitung dan dapat diatur --- yaitu, secara teknologi.

Manusia juga saat ini adalah bagian yang bisa dipertukarkan. Entah disadari atau tidak, dengan triknya sendiri dia merupakan bagian dari persediaan dalam sumber daya. Namun esensi dari teknologi tidak hanya mempengaruhi hal-hal dan orang-orang. Ini "menyerang segala sesuatu yang: Alam dan sejarah, manusia, dan dewa." Ketika para periset kadang-kadang mengutip keelokan fisika atom ataupun seluk-beluk mekanika kuantum sebagai bukti keberadaan Tuhan, mereka, kata Heidegger, telah menempatkan Tuhan "ke dalam alam keteraturan." Tuhan menjadi berteknologi. (Kata Heidegger untuk esensi teknologi merupakan Gestell).

Inti permasalahan bagi Heidegger dengan demikian bukanlah pada mesin, proses, atau sumber daya tertentu, melainkan dalam "menantang": cara esensi teknologi beroperasi pada penafsiran kita tentang seluruh permasalahan dan pada keberadaan permasalahan itu sendiri --- metode menyeluruh kita menghadapi (serta dihadapkan oleh) dunia teknologi. Segala sesuatu yang ditemui secara teknologi dieksploitasi guna beberapa penggunaan teknis. Hal penting untuk dicatat, seperti yang dianjurkan sebelumnya, kala Heidegger berbicara tentang esensi teknologi dalam hal tantangan atau posisi, dia berbicara tentang teknologi modern, dan mengecualikan seni serta perlengkapan tradisional yang dalam sebagian hal mungkin kita anggap sebagai teknologi.

Bahkan bila esensi teknologi tidak berasal dari timbulnya mekanisasi, dapatkah kita paling tidak menunjukkan bagaimana dia menjajaki dari pendekatan kita memahami alam? bagaimanapun, Heidegger berpendapat, esensi teknologi "mulai berkuasa" ketika ilmu pengetahuan alam modern lahir pada awal abad ketujuh belas. Namun Sesungguhnya kita tidak dapat menampilkan ini sebab dalam pemikiran Heidegger ikatan antara sains dan teknologi merupakan kebalikan dari apa yang umumnya kita pikirkan; kekuatan alam dan material milik teknologi, bukan sebaliknya. 

Itu merupakan pemikiran teknologi yang pertama kali dalam memahami alam sedemikian rupa sehingga alam dapat ditantang untuk membuka kekuatan dan energinya. Tantangan mendahului pembukaan kunci; esensi dari teknologi demikian saat sebelum ilmu alam. "Teknologi modern bukanlah ilmu alam terapan, lebih dari itu ilmu pengetahuan alam modern merupakan pelaksanaan esensi teknologi." Oleh sebab itu, alam adalah "bagian mendasar dari inventaris cadangan teknologi - dan tidak ada yang lain."

Mengingat pandangan tentang teknologi ini, maka uraian ilmiah apa pun akan mengaburkan keberadaan esensial dari banyak hal, termasuk kedekatannya. Jadi kala Heidegger membahas teknologi dan kedekatan, dia meyakinkan kita bahwa dia tidak hanya mengulangi klise bahwa teknologi membuat dunia menjadi lebih kecil. "Apa yang memastikannya," tulisnya, "bukan karena jarak semakin menurun dengan dorongan teknologi, melainkan keakraban itu tetap luar biasa." 

Untuk mengalami kedekatan, kita harus menemukan hal-hal dalam kebenarannya. Serta tidak hirau akan seberapa besar kita yakin bahwa sains akan membiarkan kita "menemukan yang aktual dalam aktualitasnya," sains hanya menawarkan representasi dari bermacam hal. Dia "hanya pernah menemukan apa yang cara representasinya sebelumnya telah diakui sebagai objek yang mungkin untuk dirinya sendiri."

Pengerahan teknologi dari hal-hal terjadi dalam arti sebelum penggunaan teknis kita yang sebenarnya, karena hal-hal harus (dan dilihat sebagai) sumber daya yang sudah tersedia agar mereka dapat digunakan dengan cara ini. Teknologi juga menggantikan hubungan yang akrab antara bagian-bagian dengan keseluruhan; semuanya hanyalah bagian yang dapat ditukar. Misalnya, untuk alur pencatatan aktivitas akuntansi digantikan oleh program kecerdasan yang dibuat manusia seperti Accurate, MYOB, Zahir dan lainnya.

Dalam usaha menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, DJP wajib selalu melaksanakan transfigurasi digital guna meningkatkan taraf layanan serta daya guna pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Wujud reformasi perpajakan ini dituangkan dalam modernisasi teknologi informasi perpajakan.  Salah satu reformasi yang dijalani adalah pelaksanaan sistem teknologi informasi terkini dalam pelayanan pajak. 

Pada awal tahun 2005 Direktorat Jenderal Pajak melahirkan sistem administrasi perpajakan yang memanfaatkan teknologi yaitu e-System atau Electronic System. Sistem elektronik untuk administrasi pajak tersebut antara lain merupakan e-Registration, e-Filling, e-SPT, e-Butpot dan e-Billing. Modernisasi teknologi ini diyakini akan menjadi salah satu pilar penting dari reformasi perpajakan karena akan sangat bermanfaat sebagai upaya peningkatan tax ratio, penghindaran dan penggelapan pajak, serta mendorong kepatuhan wajib pajak.

Dikaitkan dalam teknologi perpajakan yang ada saat ini, pengetahuan masyarakat yang lebih tua kurang memahami serta cenderung lebih sulit untuk paham metode penggunaannya. Pembuatan E-Billing dan pelaporan pajak yang harus melalui DJP Online, menyulitkan pelaku usaha generasi terdahulu untuk memenuhi kepatuhan perpajakan mereka. 

Direktorat Jenderal Pajak hendaknya lebih meningkatkan upaya-upaya penyuluhan melalui pelatihan mau pun seminar secara intensif dalam rangka melakukan bimbingan penggunaan eSPT dan eFilling, sehingga Wajib Pajak dapat menggunakan aplikasi eSPT dan eFilling dengan baik dan benar. Selain itu, Pegawai DJP harus mempunyai kemampuan yang mumpuni mengenai penanganan masalah sistem eror yang sering terjadi pada DJP Online dalam waktu yang singkat. Secara tidak langsung dan mau tidak mau DJP harus memberdayagunakan SDM mereka dalam penyuluhan guna terciptanya reformasi perpajakan yang diinginkan.

Sumber:

https://www.pajak.go.id/id/artikel/modernisasi-teknologi-informasi-perpajakan-di-era-ekonomi-digital

https://www.thenewatlantis.com/publications/understanding-heidegger-on-technology

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/djp-it-summit-2021-upaya-menjalankan-reformasi-perpajakan/

https://www.kompasiana.com/balawadayu/5cf152acfc75a144242798d6/heidegger-tentang-teknologi-4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun