Hak Asasi Manusia (HAM) dan kewajiban warga negara saling terkait dan membutuhkan keseimbangan dalam pelaksanaannya.
HAM merupakan tanggung jawab yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia, sementara warga negara adalah elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Izzati, 2023). Oleh karena itu, penting bagi warga negara untuk memiliki pemahaman yang komprehensif dan jelas tentang HAM serta contoh-contoh pelanggarannya agar dapat dihindari. Penjelasan mengenai HAM akan lebih efektif jika negara turut berperan aktif. Pemerintah dapat menjamin hak-hak warga di berbagai bidang, sebagaimana dijamin oleh konstitusi. Hal ini memperkuat pelaksanaan HAM melalui penegakan hukum. Hukum yang berlaku mengenai HAM didasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Memahami hukum ini adalah salah satu cara utama untuk mencegah pelanggaran HAM oleh warga negara. Pelanggaran tersebut dapat berupa perilaku yang menghindari atau tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban, yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan diakui secara universal, termasuk dalam konstitusi Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran dan protes dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa dan orang tua. Kenaikan UKT dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM karena dapat menghambat akses pendidikan bagi banyak warga negara yang tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin tinggi.
Penting untuk memahami bahwa pendidikan bukan hanya sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi juga sarana untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi. Ketika akses pendidikan terhambat oleh biaya yang tinggi, hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan yang lebih dalam di masyarakat. Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas berbagai aspek pelanggaran HAM yang berkaitan dengan kenaikan UKT di Indonesia, termasuk dampaknya terhadap akses pendidikan, respon pemerintah, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai isu ini, diharapkan ada langkah-langkah konkret yang diambil untuk memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia dapat menikmati haknya atas pendidikan tanpa hambatan finansial yang tidak adil.
Salah satu bukti nyata, menjelang tahun akademik baru perguruan negeri (PTN) menaikkan besaran uang kuliah tunggal (UKT) kepada calon mahasiswa yang akan masuk ke perguruan tinggi. Hal ini menjadi polemik hangat beberapa pekan akhir-akhir ini hingga menuai protes dari para calon mahasiswa.Â
Hal ini serupa juga terjadi di perguruan tinggi Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, sekitar 300 mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) melakukan demonstrasi bersama dengan mendatangi rektorat untuk menyuarakan hak mereka mengenai penolakan kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai terlalu mahal. Mahasiswa melakukan aksinya guna menyampaikan hak-hak mereka di halaman gedung rektorat Universitas Brawijaya. Poin-poin  yang disuarakan oleh para mahasiswa kepada pihak rektorat yakni tuntutan untuk merevisi penetapan 12 golongan UKT yang tertera dalam Peraturan Rektor Nomor 37 Tahun 2024.Â
Menurut Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya yakni Satria Naufal Putra Ansar, pihaknya sebelum melakukan aksi kepada rektorat telah melakukan audiensi bersama pihak pejabat kampus tetapi hal itu tidak membuahkan hasil yang berarti. Bahkan setelah aksi kepada rektor bersama ratusan mahasiswa tersebut, pihak EM UB akan mengirimkan surat kepada Mendikbud Ristekdikti yaitu Nadiem Makarim sebagai simbol bahwa mahasiswa telah dipermainkan. Akibat belum adanya solusi dari pihak kampus, mahasiswa langsung melakukan aksi untuk menyuarakan sejumlah tuntutan.Â
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan dibatalkan sementara dan akan dinaikkan pada tahun depan. Hal ini serupa dengan tanggapan Menteri Pendidikan yakni Nadiem Makarim, beliau akan membatalkan semua kenaikan UKT pada tahun ini. Putusan ini telah dibahas sebelumnya dengan para rektor dan mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat mengenai kenaikan UKT.Â
Dari kasus di atas, Peningkatan UKT di berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memicu berbagai reaksi, mulai dari demonstrasi mahasiswa hingga perdebatan sengit di media. Mahasiswa yang terkena dampak merasa tertekan oleh beban finansial yang semakin berat, yang tidak jarang memaksa mereka untuk bekerja sambilan atau bahkan menghentikan studi mereka. Fenomena ini memicu pertanyaan penting tentang peran negara dalam menjamin hak atas pendidikan bagi setiap warganya, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan prinsip-prinsip Pancasila.
Kenaikan UKT sering kali dikaitkan dengan kebutuhan universitas untuk menutupi biaya operasional yang meningkat dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, argumentasi ini perlu dikaji lebih mendalam. Apakah kenaikan tersebut sejalan dengan prinsip keadilan sosial? Apakah ada mekanisme transparan dalam penetapan UKT yang melibatkan partisipasi mahasiswa dan pemangku kepentingan lainnya? Dan yang terpenting, bagaimana dampaknya terhadap kelompok-kelompok rentan yang sudah menghadapi berbagai hambatan untuk mengakses pendidikan tinggi?
Menghambat Visi Indonesia Emas 2045
Anggota DPD RI Fahira Idris menilai polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) harus dibenahi dari akarnya agar tidak menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi. Menurut Fahira, jika kebijakan soal UKT ini ingin tetap dipertahankan, harus dipastikan berkeadilan bagi semua mahasiswa dalam penerapannya.
"Kenaikan UKT di sejumlah kampus bukan hanya membuat cemas mahasiswa dan orang tua, tetapi juga berpotensi menjadi penghambat visi Indonesia Emas 2045," ucap Fahira pada Jumat (17/5/2024). Oleh karena itu, Fahira menegaskan, keterbatasan anggaran negara untuk pendidikan tinggi seharusnya tidak menyulitkan warga yang tidak mampu untuk berkuliah.Â
"Ini karena sebagian besar sasaran utama Indonesia Emas yaitu daya saing SDM, kemiskinan menuju nol persen dan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju, hanya bisa diraih jika sebagian besar anak Indonesia mengenyam pendidikan tinggi yang tuntas dan berkualitas," ujarnya. Oleh karena itu, Fahira menyarankan agar kebijakan UKT diterapkan secara proporsional dan berkeadilan, yakni pemerintah dan kampus bersama-sama harus memiliki kebijakan yang proaktif dan progresif untuk membuka akses pendidikan tinggi seluasnya-luasnya.
Pelanggaran HAM
Kasus tersebut melanggar HAM yang tertuang dalam UUD. Berikut adalah pasal yang dilanggar:
Pasal 28C Ayat 1 berbunyi, "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia."
Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya."
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dapat dilihat sebagai isu yang berpotensi terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), terutama jika ditinjau dari perspektif UUD 1945 Pasal 28C ayat 1 dan 2. Pasal 28C ayat 1 menyatakan bahwa "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia". Kenaikan UKT yang signifikan tanpa diimbangi dengan kebijakan subsidi atau beasiswa yang memadai dapat membatasi akses masyarakat, terutama dari golongan ekonomi kelas menengah kebawah, terhadap pendidikan tinggi. Hal ini bisa dianggap sebagai bentuk penghalangan terhadap hak untuk mengembangkan diri melalui pendidikan, sebagaimana dijamin oleh pasal tersebut. Jika kenaikan UKT menyebabkan banyak mahasiswa tidak mampu melanjutkan pendidikan mereka, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran HAM karena melanggar hak untuk mendapatkan pendidikan yang diakui dalam UUD 1945.
Selanjutnya, Pasal 28C ayat 2 menyebutkan bahwa "setiap orang berhak memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara". Pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam memajukan individu dan secara kolektif masyarakat dan negara. Kenaikan UKT yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat dapat menghambat potensi individu untuk berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan bangsa. Ketidakmampuan mengakses pendidikan tinggi karena biaya yang tinggi dapat memperluas kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat menghambat pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.Â
Negara memiliki kewajiban untuk menjamin akses terhadap pendidikan yang terjangkau dan berkualitas bagi seluruh warganya. Kenaikan UKT yang signifikan tanpa dukungan kebijakan yang memastikan akses yang adil bisa dipandang sebagai kegagalan negara dalam memenuhi kewajibannya. Untuk menghindari pelanggaran HAM, pemerintah dan institusi pendidikan harus mempertimbangkan kebijakan penyesuaian biaya yang inklusif, seperti peningkatan alokasi beasiswa, program subsidi, dan skema pembayaran yang fleksibel. Dengan demikian, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan berkontribusi kepada masyarakat, tanpa terhalang oleh kendala biaya pendidikan. Kenaikan UKT perlu dikelola dengan bijaksana untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dalam hal pendidikan tetap terjamin sesuai dengan amanat UUD 1945.
Penutup:
Kenaikan UKT yang signifikan berdampak pada Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya pada hak atas pendidikan mereka. Kenaikan UKT jika tidak diimbangi dengan dukungan kebijakan subsidi atau beasiswa yang memadai dapat membatasi akses masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah terhadap pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga hal ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena menghalangi  hak-hak generasi muda dalam mengembangkan diri melalui pendidikan.Â
Mengingat pentingnya pendidikan sebagai pondasi utama untuk meningkatkan kualitas hidup, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bangsa sehingga tidak dapat dianggap remeh oleh pemerintah. Pemberian akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan terjangkau harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya di bidang pendidikan.Â
Penulis
Alya Nur KhairunnisaÂ
Putri RahmawatiÂ
Amelia Kusuma Hani Â
Zerlinda Talitha Putri
Referensi
Amirullah. (2024). Jokowi bilang kenaikan UKT kemungkinan dimulai tahun depan. Tempo.Co
Bicara Fakta. Diakses 27 Mei 2024 dari https://nasional.tempo.co/read/1872818/jokowi-bilang-kenaikan-ukt-kemungkinan-dimulai-tahun-depan?tracking_page_directÂ
Kasih, A. P. (2024). Kenaikan UKT Bisa Menghambat Visi Indonesia emas 2045. KOMPAS.com. Diakses 17 Juni 2024 dari https://www.kompas.com/edu/read/2024/05/17/183619671/kenaikan-ukt-bisa-menghambat-visi-indonesia-emas-2045
Ramadhan, A. (2024). Kenaikan UKT akhirnya dibatalkan, tuntaskah persoalan?. Kompas Humaniora. Diakses 22 Mei 2024 dari https://ww w.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/22/ada-apa-dengan-uktÂ
Wardati, Q. K., & Slam, Z. (2023). Pelanggaran ham bentuk pengingkaran kewajiban warga negara. Pengertian: Jurnal Pendidikan Indonesia (PJPI, 1(3), 515-526. https://doi.org/10.61930/pjpi.v1i3.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI