Abstract: In developed countries, toxic waste is starting to be banned from being stored after being proven to cause disasters. In addition, there is a gap in the costs of processing waste in developed and developing countries. The high cost of waste processing in developed countries is partly due to the high cost of strict compliance and laws. Conversely, the low cost of processing plastic waste in developing countries is due to weak law enforcement. On the other hand, waste as a result of development requires complex technology for processing and the final disposal of these toxic and hazardous materials is getting narrower along with the increasing awareness of the importance of environmental protection. Countries that produce plastic waste are then looking for the easiest and cheapest way to dispose of their waste. Poor developing countries are targeted because their environmental regulations are still weak. The existence of waste imports. In the study, the analysis was carried out in a juridical-normative manner based on a literature study
Keywords: garbage; global; toxic; import; plastic
Abstrak: Di negara-negara maju sampah beracun mulai dilarang untuk disimpan setelah terbukti menimbulkan bencana. Selain itu terdapat kesenjangan biaya untuk mengolah limbah sampah di negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Tingginya biaya pengolahan limbah sampah di negara-negara maju sebagian disebabkan oleh tingginya biaya pentaatan dan hukum yang tegas. Sebaliknya, rendahnya biaya pengolahan limbah plastic di negara-negara berkembang disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum. Di sisi lain, limbah sebagai dampak dari pembangunan memerlukan teknologi yang rumit untuk pengolahannya dan tempat pembuangan akhir bahan berbahaya beracun ini semakin menyempit seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap lingkungan. Negara-negara penghasil limbah plastic lantas mencari jalan termudah dan termurah untuk membuang limbahnya. Negara-negara miskin yang sedang berkembang yang menjadi sasaran karena peraturan lingkungannnya masih lemah. Keberadaan import sampah. Pada penelitian Analisis dilakukan secara yuridis-normatif berdasarkan studi pustaka.
Kata kunci: sampah; global; beracun; import; plastik
PENDAHULUANÂ
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan yang dialami oleh berbagai negara. di dunia karena sifatnya yang sulit diurai, namun keberadaannya semakin meningkat setiap tahun. Masing-masing negara memiliki jumlah sampah plastik yang berbeda dengan berbagai latar belakang penduduk dan kondisi negaranya. Berdasarkan penelitian terbaru tahun 2024, Profesor teknik lingkungan University of Leeds dan penulis penelitian ini Costas Velis itu menuliskan jika India menjadi negara paling banyak menghasilkan polusi plastik di seluruh dunia. Negara itu menghasilkan 10,2 juta ton atau 9,3 juta metrik ton polusi plastik per tahun. Jumlah ini dua kali lipat dari negara berikutnya yang ada di peringkat kedua yaitu Nigeria dengan penghasil sampah sebesar 3,5 juta ton dan Indonesia 3,4 juta ton.
Sampah ini identik dengan limbah, limbah sampah berasal dari daratan yang kemudian terbawa oleh lautan dan berakhir di daratan lagi. Ada banyak jenis sampah yang terdapat di wilayah daratan dan lautan, seperti sampah plastik, disusul dengan jenis sampah lainnya. Sampah yang terdapat pada suatu daerah merupakan hasil kegiatan manusia dan kegiatan industri. Sampah di wilayah pesisir dapat menjadi masalah yang kompleks karena mudah menumpuk dan dapat menjadi masalah bagi ekosistem dan masyarakat yang tinggal di bagian pesisir. Sampah yang terdapat di lautan akan sangat mengganggu kehidupan biota laut, bahkan masyarakat yang tinggal didaerah tersebut. Dari kegiatan wisata bahari yang berkembang pesat yang umumnya menjadi penyumbang sampah dan Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, terbukti menjadi masalah serius dengan sampah plastik di laut dalam sebuah artikel Jambeck et al. (2015) menyampaikan mengenai akan terjadi sebuah peningkatan sampah di laut pada tahun 2025 jika sampah di laut tidak ditangani dengan serius dan semuanya diakibatkan dari aktifitas antropogenik (Fajar, 2016). Laut tempat yang dianggap menjadi pembuangan akhir (sampah) bagi masyarakat, sehingga hal diacukan oleh masyarakat dikarenakan laut yang memiliki kapasitas air yang lumayan banyak, sehingga dapat mengencerkan segala macam polutan atau zat yang dapat mencemari lingkungan. Volume yang besar dengan intensitas tinggi, rusaknya keseimbangan laut juga berdampak pada lingkungan alam dan terjadi dampak yang signifikan bagi dunia.
Permasalahan sampah ini masih belum selesai dan bisa semakin mengkhawatirkan sebab pertumbuhan jumlah sampah yang juga masih belum dapat dikendalikan. Menurut laporan berjudul What a Waste 2.0 oleh World Bank, dunia menghasilkan 2,01 miliar ton sampah padat perkotaan setiap tahunnya. Dan setidaknya ada 33% sampah tidak dikelola dengan baik sehingga merusak lingkungan. Masih dalam laporan yang sama, World Bank juga memproyeksikan bahwa sampah global meningkat sebesar 70% pada 2050 menjadi 3,40 miliar ton sampah per tahun. Didorong oleh urbanisasi yang cepat, pertumbuhan populasi, dan pembangunan ekonomi. World Bank menyebut bahwa negara dengan pendapatan yang tinggi menghasilkan sampah yang lebih sedikit daripada negara dengan pendapatan rendah. Bergantung pada pola konsumsi serta tingkat daur ulang yang dilakukan. Berdasarkan volumenya, komposisi sampah lebih banyak didominasi oleh sampah non - organik. Apabila cara pengelolaan sampah tidak kunjung optimal, maka diperkirakan akan ada 1.6 miliar ton emisi yang dapat dihasilkan dan bisa meningkat menjadi 2.38 miliar ton emisi pada tahun 2050. Dipengaruhi juga oleh sistem pengelolaan sampah open dumping yang mana hanya terjadi penumpukan sampah di TPA.
Atas dasar permasalahan diatas maka penting untuk mengetahui factor penyebab terjadinya masalah sampah yang sudah mendunia ini agar dapat mengetahui dampaknya dan menemukan alternative solusi yang mungkin bisa diterapkan oleh pembaca untuk mengurangi bahkan mengatasi masalah krisis sampah. Sampah plastic ini merupakan masalah yang serius yang harus segera diatasi karena dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan dan juga kesehatan, baik di dunia maupun di Indonesia. Â
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif jenis studi literatur yang bertujuan menggambarkan hasil temuan peneliti atas beberapa artikel jurnal yang ditemukan. Menurut Sugiyono (2013) menjelaskan metode penelitian kualitatif dengan desain deskripsi analisis itu dilakukan secara intensif, melakukan analisis refleksi terhadap laporan penelitian secara mendetail. Kajian literature ini dilakukan atas kesadaran bahwa pengetahuan akan terus berkembang seiring perubahan dan kemajuan jaman. Adapun tujuan dari kajian literature adalah untuk kepentingan proyek penelitian sendiri. Dalam hal ini, membuat kajian literature adalah untuk memperkaya wawasan penulis tentang topik penelitian yang sedang dalam menentukan teori teori dan metode dan hasil penelitian yang tepat untuk digunakan dalam penelitian yang sedang dikerjakan. Seperti yang dijelaskan oleh Saputra (2017) bahwa penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literature dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian di tengah lapangan. Jenis sumber data atau objek kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel artikel dan berita terbaru dan langkah langkahnya melalui akses google scholar.
HASIL
Diinformasikan estimasi limbah sampah plastik di seluruh dunia adalah mencapai 3x108 ton per tahun (Aizudin et al., 2022; Ritchie & Roser, 2018) dan akan diperkirakan meningkat sebesar 70% pada tahun 2050 (Evode et al., 2021; Miandad et al., 2016). Peningkatan jumlah produksi sampah plastik ini mengalami peningkatan pesat dari 2 MT di tahun 1950 menjadi lebih dari 454 MT di tahun 2018 (Lusher et al., 2017).Sekitar 9,7 MT diproduksi pada tahun1950 sampai1980 dan akan meningkat dua kali lipat padatahun 2025 dan tiga kali lipat pada tahun 2050 (Lusheretal.,2017). Sehingga, berdasarkan data dantrenproduksisaat ini, aktivitas manusia diproyeksikan menghasilkan26 miliyar ton sampah plastik di tahun 2050 (Lavoieetal., 2022). Diperkirakan sekitar 343 MT sampah plastic dihasilkan setiap tahun (Geyer, 2020). Limbah ini telah tersebar dari berbagai negara, di Amerika Utara limbah ini mencapai 35 MT, di Eropa dan Asing Tengah mencapai 45 MT, dan kawasan Asia Timur dan Pasifik menghasilkan limbah 57 MT (Kibria et al., 2023).
Permasalahan tentang limbah plastik menjadi satu permasalahan sampah yang serius di dunia karena menyebabkan kerusakan lingkungan yaitu menghasilkan polusi dalam skala yang besar (Dědek et al., 2023). Tidak hanya sampah plastik dari rumah tangga, namun dari sumber lain seperti industri, kesehatan, pertanian juga menjadi sumber penghasil sampah plastik yang besar. Meskipun limbah sampah plastik telah didaur ulang, namun hanya 9% sampah plastik yang di daur ulang sementara sisanya tidak dikelola dengan baik, seperti hanya dibakar dan ditimbun (OECD, 2023). Banyaknya limbah sampah plastik di dunia diperkirakan bertanggung jawab atas 4,5% emisi gas rumah kaca secara global (Cabernard et al., 2021). Selain itu, pembuangan plastik yang berlebihan akan mempercepat permasalahan lingkungan, menyebabkan kerusakan yang parah pada lingkungan, dan mengganggu kesehatan manusia (Ragaert et al., 2017). Alih-alih dibakar secara langsung, limbah plastik yang dibakar akan melepaskan enam belas senyama hidrokarbon polisklik aromatik ke lingkungan yang berdampak kepada kesehatan manusia seperti kanker, penyakit pernafasan, dan obesitas bagi anak-anak yang menghirupnya (Praveenkumar et al., 2024).
Adanya berbagai permasalahan tentang lingkungan yang disebabkan oleh limbah plastic menjadi perhatian komunitas internasional sehingga aspek lingkungan hidup menjadi program penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Suistainabledevelopment goals/SDGs). SDGs merupakan perjanjian pembangunan baru yang mendorong perubahan untuk beralih ke arah berkelanjutan pembangunan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan memajukan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup berkelanjutan (Salim & Palullungan, 2021). Untuk mewujudkan SDGs, diperlukan pengembangan dan sistem pembuangan yang aman dengan resiko yang minimal sehingga terjaga kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini juga telah tertuang dalam Perjanjian Paris bahwa untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak negatif yang ditimbulkan masyarakat di dunia bekerjasama untuk mengurasi gas emisi rumah kaca yang menjadi penyebab utama perubahan iklim di bumi (United Nations, 2015). Komitmen yang terjalin menjadi tanggung jawab bersama di berbagai lapisan masyarakat untuk bekerja bersama-sama mengatasi perubahan iklim yang terjadi. Oleh sebab itu, pemahaman akan pentingnya menjaga lingkungan melalui etika lingkungan menjadikan individu lebih menghargai akan kelestarian lingkungan.
PEMBAHASAN
 Permasalahan sampah tidak lepas dari konteks negara maju dan juga negara berkembang sebagai agen pembuang limbah plastic yang semakin banyak. Ternyata berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak negara maju yang membuang sampahnya di negara berkembang. Dengan adanya desentralisasi, sebagian besar urusan pemerintah saat ini telah dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal ini mendorong banyak eksportir melirik kabupaten terutama daerah terpencil untuk menerima limbah plastic dengan iming-iming kompensasi yang besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Eksportir negara maju membuang limbah plastik B-3 ke negara berkembang termasuk ke Indonesia dengan memberi imbalan yang menggiurkan. Namun, nilai itu lebih murah dibanding mengolah di negaranya karena harus memenuhi standar lingkungan yang tinggi. (Agus Surachman, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani and Yudho Taruno, 2017).Â
Tingginya intensitas kegiatan ekspor impor limbah yang mengandung plastik ke negara berkembang disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, kurangnya pengetahuan para pengambil keputusan tentang limbah plastik . Kedua, kurangnya sarana dan prasarana untuk mengetahui dan menganalisis limbah plastik. Ketiga, besarnnya biaya pengolahan limbah tersebut dan ketatnya peraturan pengelolaan lingkungan di negara-negara maju. Dan keempat, banyaknya tipu muslihat para eksportir. Negara-negara penghasil limbah plastik lantas mencari jalan termudah dan termurah untuk membuang limbahnya. Negara-negara miskin yang sedang berkembang yang menjadi sasaran karena peraturan lingkungannnya masih lemah. Keberadaan ekspor impor limbah plastik antara negara maju dengan negara berkembang boleh dikatakan sudah berlangsung cukup lama sampai munculnya kembali kesadaran masyarakat internasional terhadap bahaya dari pencemaran limbah industri tersebut. (Abdul Kadir Jaelani, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Isharyanto, 2019).
Namun tindakan mengimpor sampah plastik yang telah terkontaminasi B3 ( limbah beracun ) atau mengimpor limbah B3 Itu sendiri sulit melacak motif yang melatar belakanginya. Probabilitas yang paling mungkin adalah persekongkolan jahat dengan Imbalan uang. Dengan kasus sampah plastik impor ini terlihat bahwa hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hukum mengatur bagaimana kehidupan masyarakat seharusnya dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk menciptakan kedamaian dalam pergaulan hidup bersama. Kedamaian akan tercipta apabila ada ketertiban (keteraturan dalam interaksi sosial) dan adanya ketenteraman (kebebasan untuk mengekpresikan diri). Tanpa hukum tidak mungkin tercipta ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan masyarakat, termasuk ketertiban dan ketenteraman dalam ekspor impor sampah plastik dan bahan berbahaya dan beracun (Rahayu Subekti, Adi Sulistiyono and I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, 2017).
Untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh import plastik ini, maka perlu peraturan hukum yang jelas sebagai antisipasi untuk menghadapi dampak yang buruk terhadap lingkungan. Dalam mewujudkan tekad untuk menanggulangi masalah-masalah lingkungan, negara-negara telah mengikatkan diri pada perangkat hukum lingkungan internasional, baik yang berlaku secara global maupun yang bersifat regional. Kemudian negara-negara juga menindaklanjuti dengan peraturan hukum nasional untuk kepentingan perlindungan terhadap lingkungannya. Mengingat masalah tidak saja berskala nasional, tetapi juga internasional dan menyangkut berbagai aspek kehidupam manusia seperti teknologi, perdagangan, kesehatan, kebijaksanaan pemerinyah dan hukum, maka diperlukan kerjasama diantara negara-negara untuk mengatasinya.
Selain itu ada salah satu program yang ditawarkan oleh PBB yaitu dengan kampanye lama untuk mencegah polusi plastik: 3R atau reduce (kurangi), reuse (pakai ulang), dan recyle (daur ulang). Agaknya 3R tak lagi cukup mengurangi sampah plastik terus mengotori lingkungan. Program Lingkungan PBB (UNEP) mengajukan cara barau mencegah polusi plastik. Dalam laporan terbarunya yang dirilis 16 Mei 2023, UNEP mengajukan 3R + D. Tapi reduce diganti menjadi "reorient" dan D adalah diversifikasi. Dengan cara ini, menurut perhitungan PBB, pada 2040 sampah plastik akan berkurang 80 persen dari 353 juta ton yang dihitung oleh OECD. Menurut Inger Andersen, Direktur Eksekutif UNEP, UNEP berfokus pada tiga pergeseran pasar utama yakni menciptakan ekonomi sirkuler untuk plastik demi menjaga agar barang-barang yang diproduksi tetap beredar selama mungkin. Berikut adalah beberapa alternatif yang bisa digunakan :Â
Penggunaan kembali (Reuse)
Penggunaan kembali atau reuse mengacu pada transformasi penggunaan plastik dalam waktu singkat, menjadi terbangunnya budaya penggunaan secara berulang. UNEP menggambarkan masyarakat menerima manfaat yang lebih masuk akal secara ekonomi ketika mereka menggunakan plastik kembali daripada langsung membuangnya. Untuk itu, perlu upaya yang didorong untuk mempercepat pasar menyediakan produk yang dapat digunakan kembali.
Daur ulang (Recycle)
Daur ulang adalah mengolah kembali sampah plastik menjadi barang yang lebih bermanfaat. Sama seperti penggunaan kembali (reuse), UNEP menekankan perlunya langkah percepatan pasar pendukung produk daur ulang. Untuk daur ulang plastik, perlu jaminan untuk memastikan daur ulang menjadi usaha yang menguntungkan.Â
Reorientasi dan diversifikasi (reorient and diversify)
Mengacu pada pergeseran pasar menuju alternatif plastik berkelanjutan. Alternatif berkelanjutan dapat mengurangi polusi sebesar 17 persen pada tahun 2040 (The Pew Charitable Trusts dan Systemiq 2020). Tetapi akan dibutuhkan perjuangan untuk bersaing di pasar, ketika bersandingan dengan produk yang terbuat dari polimer berbasis bahan bakar fosil murni.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka kesimpulan yang bisa diperoleh adalah sampah plastik impor yang masuk ke negera negara berkembang jelas mempunyai dampak terhadap kehidupan masyarakat, baik terhadap kehidupan ekonomi maupun terhadap lingkungan hidup. Namun demikian harus dibedakan antara dampak yang ditimbulkan oleh sampah plastik impor yang mengandung limbah B3 dan sampah plastik impor yang tidak mengandung limbah B3. Sampah plastik impor yang mengandung limbah B3 mempunyai tingkat bahaya lebih tinggi daripada sampah plastik impor yang tidak mengandung B3. Sampah atau Iimbah yang tergolong limbah B3 memiliki karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, bersifat korosif, dan bisa menyebabkan infeksi dan bisa menyebabkan infeksi.Â
Dampak sampah plastik impor terhadap kehidupan ekonomi masyarakat terutama berkaitan dengan kerugian finansiai yang dialami oleh Negara Negara berkembang, yaitu biaya pengolahan sampah plastik Impor tersebut, harga sewa lokasi kontainer pelabuhan dan kerugian yang dialami para pemulung. Mengingat masalah import sampah yang tidak saja berskala nasional, tetapi juga internasional dan menyangkut berbagai aspek kehidupam manusia seperti teknologi, perdagangan, kesehatan, kebijaksanaan pemerintah dan hukum, maka diperlukan kerjasama diantara negara-negara untuk mengatasinya. Pada mulanya sampah lebih dianggap sebagai masalah negara-negara maju. Akan tetapi dalam perkembangannya, ketika sampah menjadi salah satu objek atau komoditi yang dapat diperjualbelikan, banyak negara maju menjadikan negara berkembang yang miskin sabagi sasaran tempat pembuangan sampah yang tergolong bebahaya baik secara sah (legal) dan tidak sah (illegal). Dengan demikian limbah import sampah tidak lagi dianggap sebagai masalah nasional dan regional, tetapi menjadi masalah global.
Selain itu solusi yang ditawarkan UNEP menyoroti bahwa tiga solusi mengurangi sampah plastik Reuse, Reduce, dan reorientasi yang benar dan ditambah perubahan sistem, memerlukan dukungan instrumen peraturan dari berbagai negara. Dengan menawarkan peta jalan bagi pemerintah dan pelaku usaha, strategi yang disajikan dalam laporan UNEP akan menghasilkan berbagai manfaat ekonomi dan mengurangi kerusakan kesehatan manusia, lingkungan, dan iklim.
DAFTAR RUJUKAN
Agus Surachman, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani and Yudho Taruno, Effect of Globalization on Establihment of Water Resource Law: A Practice in Indonesia, International Journal of Economic Research, Volume 14, Number 13 (2017).
Aizudin, M., Goei, R., Ong, A. J., Tan, Y. Z., Lua, S. K.,Poolamuri Pottammel, R., Geng, H., Wu, X.-L.,Yoong Tok, A. L., & Ang, E. H. (2022). Sustainabledevelopment of graphitic carbon nanosheetsfromplastic wastes with efficient photothermal energy co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H