Oleh: Amelia Haryadi Putri
Pemimpin laki-laki masih dominan baik di organisasi maupun Lembaga public, meskipun Perempuan mempunyai potensi kepemimpinan yang setara. Peran seorang pemimpin tidak bisa lepas dari individu yang mengembannya. Banyak orang mengasosiasikan kemampuan kepemimpinan dengan faktor biologis, khususnya perbedaan gender antara laki-laki dan Perempuan. Menurut Dr. hidayat dari rektorat Jendral Hak Asasi Manusia, Pendidikan politik berperan penting dalam memberikan pemahaman politik yang komprehensif kepada Masyarakat. Sayangnya, Perempuan Indonesia saat ini menghadapi kesenjangan sosial dan budaya. Diberbagai wilayah di Nusantara, banyak Perempuan yang tidak mampu melihat atau mengenali kemampuan mereka sendiri sehingga terbatas pada posisi dalam Masyarakat. Fenomena ini bisa terjadi pada masa remaja, sekitar usia 17 tahun, atau bahkan menetap hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Kehadiran perempuan dalam dunia politik sangatlah penting. Mereka memainkan peran penting sebagai pembuat kebijakan yang mengadvokasi kesetaraan gender dan menangani permasalahan perempuan dari sudut pandang yang unik, khususnya di wilayah di mana diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi. Diharapkan perempuan mempunyai keterwakilan 30% di parlemen, sebagaimana tercantum dalam UU No. 7 Tahun 1984 yang bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Pemberdayaan perempuan dalam politik memerlukan tindakan yang substansial. Untuk membekali perempuan Indonesia dalam keterlibatan politik, berbagai pihak harus berperan, termasuk individu, keluarga, masyarakat sekitar, dan pemerintah. Berdasarkan temuan penelitian Muslim dan Perdhana (2017), analisis komprehensif ini mengungkap pentingnya berbagai pemangku kepentingan tersebut.
Pemimpin perempuan mempunyai keunggulan tersendiri yang tidak mudah ditemukan pada pemimpin laki-laki. Menurut Eagly dan Carli (2003), perempuan menunjukkan kecenderungan yang lebih besar terhadap orientasi interpersonal ketika mengambil peran kepemimpinan. Hal ini juga didukung oleh Agustiana yang mengutarakan bahwasanya perempuan mempunyai emosi yang luar biasa sehingga mampu membina hubungan yang kuat dengan orang yang dipimpinnya sehingga menumbuhkan kepercayaan. Selain itu, perempuan cenderung memprioritaskan kesejahteraan bawahannya dan menekankan pada pembinaan interaksi yang bermakna. Selain itu, pemimpin perempuan sering kali dikenal karena kesabaran dan empatinya.
Dengan adanya para kartini baru seperti Megawati Soekarno Putri sebagai presiden Perempuan pertama Indonesia menjadi bukti bahwa Perempuan sama kuatnya dengan laki-laki. Ibu Sri Mulyani yang menjabat sebagai mentri keuangan atau Ibu Retno Masurdi sebagai mentri luar negri, citra para Perempuan diatas dapat menjadi angin segar bagi seluruh Perempuan Indonesia saat ini. Hal yang sama juga terjadi di bidang ekonomi dan sosial Masyarakat lainnya. Meningkatkan kesadaran akan kesempatan yang sama dalam kewarganegaraan. Pada intinya ada hak, tanggung jawab, dan ruang politik yang bisa dipenuhi untuk memperjuangkan nasib bangsa dimasa depan.
Memainkan peran dalam politik menimbulkan banyak tantangan bagi Perempuan di Indonesia, berikut beberapa tantangan yang mereka temui:
- Tingkat keterlibatan Perempuan di Parlemen Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Bank Dunia pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke-7 diantara negara-negara Asia Tenggara dalam keterwakilan Perempuan di perlemen.
- Â Faktor budaya, termasuk penerapan kuota GBHN dan berbagai Langkah politik dan hukum yang tidak mendiskriminasikan Perempuan secara terang-terangan dalam politik, berkontribusi terhadap rendahnya keterwakilan Perempuan di ranah politik.
- Menurut komisioner KPU Viryan Azis, jumlah pemilih di Tanah Air terbagi antara laki-laki dan Perempuan. Terungkap, pemilih Perempuan berjumlah sekitar 126 ribu lebih banyak dibandingkan pemilih laki-laki. Angka spesifiknya menunjukan pemilih laki-laki sebanyak 92.802.671 orang dan perempuan sebanyak 92.929.422 orang.
- Keterampilan: beberapa penelitian menunjukan bahwa kegagalan Perempuan menjadi anggota parlemen disebabkan oleh sistem pemilu proposional terbuka dan adanya sistem yang melemahkan kandidat Perempuan saat mencalonkan diri pada tahun 2014.
- Pendidikan dan kesadaran: ada tiga faktor yang menawarkan harapan untuk membuka peluang bagi Perempuan untuk maju: semakin banyak Perempuan yang terdidik dan menyadari pentingnya Perempuan, trend politik nasional pada masa orde reformasi adalah adanya louta 30% Perempuan, dan dibeberapa daerah juga terdapat walikota/gubernur Perempuan yang sukses.
mengatasi tantangan ini memerlukan upaya dan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mencapai kesetaraan kesejahteraan bagi laki-laki dan Perempuan untuk meningkatkan partisipasi Perempuan dalam proses pengambilan kebijakan. Selain itu, penting untuk meningkatkan partisipasi politik Perempuan yaitu untuk mendorong partisipasi politik Perempuan.Â
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Perempuan Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam berperan dalam politik, seperti rendahnya keterwakilan, kurangnya keterwakilan, kesadaran dan dukungan yang masih perlu ditingkatkan, keterampilan dan sistem pemilu yang melemahkan kekuatan kandidat perempuan, serta faktor pendidikan dan budaya yang mempengaruhi keberhasilan calon Perempuan dan menjadi penghalang untuk masuk ke dunia politik. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah seperti peningkatan kesadaran dan dukungan, pendidikan dan pelatihan, kebijakan tindakan afirmatif, pemberdayaan ekonomi, serta dukungan pemerintah dan kelembagaan. Dengan meningkatkan partisipasi politik perempuan, diharapkan tercipta lingkungan yang lebih inklusif dan setara gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H