Namanya Adi Putra, pria yang mendirikan sekolah setara Paud yang tak biasa. Kenapa tidak biasa? karena sekolah ini tidak mengharuskan orangtua murid membayar dengan uang, melainkan dengan sampah rumah tangga yang mereka kumpulkan di rumah.
Saya mengenal pria ini baru dua minggu yang lalu, sengaja mencari alamatnya karena melakukan riset tentang inovasinya ini, pasalnya saya ingin membuat video dokumenter tentang dirinnya. Dia tinggal di sebuah rumah, beralamatkan di Jl. Samsu Bahrun Kel. Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi. Adi Putra atau yang akrab disapa Adi Met ini adalah penyiar RRI Pro 2 Jambi.
Dia mendirikan Sekolah Bank Sampah di Kota Jambi pada tahun 2014 dan dibantu oleh keluarganya. Saat saya tanya kenapa harus membayar dengan sampah, dia menjawab dengan sederhana.
Katanya, sampah baginya adalah tambang emas di tengah kota, karena sampah sebenarnya tidak harus selalu dibuang, namun bisa diubah menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual yang saya sendiri tidak pernah menyangka harganya.
Permasalahan sampah baginya tidak akan pernah habis, dan karena tidak ingin melihat lingkungan yang dipenuhi sampah di tahun yang mendatang, ia mendirikan sekolah ini. Sekolah Bank Sampah sudah mendapat nomor izin Penyelenggaraan Pendidikan  Luar Sekolah 420/452/PNF/Disik 2010.
Namun sangat disayangkan, sudah setahun ini Sekolah Bank Sampah untuk anak Paud sudah tidak berjalan, bukan berhenti, namun diistirahatkan sejenak karena sang pemilik ingin melebarkan sayap ke ranah yang lainnya.
Sekolah Bank Sampah kini tidak hanya tentang sekolah untuk anak Paud, namun juga sekolah untuk masyarakat luas. Sekolah disini berarti belajar, dengan kata lain, Adi Met juga melakukan proses pengajaran kepada masyarakat luas tentang penanganan sampah rumah tangga.
Seperti yang saya ikuti hari Selasa, 26 agustus 2019. Ia diundang oleh ketua pemuda di daerah kel. Sungai Puteri untuk langsung mengajari ibu-ibu di sana bagaimana mengubah sampah menjadi barang yang mempunyai harga jual sendiri.
Perpustakaan Bank Sampah ini bukanlah sebuah bangunan, namun hanya motor roda tiga yang dimodif sedemikian rupa hingga ciamik sekali dilihatnya. Motor itu didapatkannya dari bantuan Walikota Jambi yaitu Bapak Syarif Fasya yang kagum dengan inovasi Adi Met ini.
Segala bentuk inovasi dari Adi Met sendiri menggunakan konsep program 5M yang dimilikinya, yaitu Melihat, Meraba, Mendengar, Membuat dan Menjual. Katanya, Segala karya yang ia buat adalah hasil dari apa yang ia lihat, raba, dan dengar yang kemudian ia buat dan jual.
Adi Met hidup susah sedari kecil tapi harapannya tidak pernah kecil. Dia ingin inovasinya ini berguna untuk lingkungan, supaya dapat melestarikan lingkungan yang bersih dan ramah untuk ditinggali.
Tidak hanya itu, dia percaya bahwa pendidikan adalah hal yang penting, maka ia ingin anak-anak Indonesia yang kurang ekonominya dapat merasakan bangku pendidikan tanpa membayar sekolah dengan mahal. "Tidak ada alasan untuk tidak bersekolah, walaupun dengan sampah." Ujarnya.
Segala bentuk inovasi yang ia buat dengan menggunakan sampah ini, adalah betul bentuk keperduliannya terhadap lingkungan. Saya berharap agar pemerintah dapat membantu inovasi ini agar terus berjalan dan berkembang. Tidak hanya itu, saya pun berharap agar Adi Met lainnya juga muncul dengan inovasi-inovasi yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H