Karya sastra seringkali menjadi jendela yang membuka pandangan kita ke dalam dunia yang tersembunyi dari sang pengarang. Namun, bagaimana sebenarnya karya sastra ini terbentuk? Apa yang mendasari pemikiran dan pandangan yang tertuang di dalamnya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat ditemukan dalam pendekatan yang dikenal sebagai strukturalisme genetik.
Apa Itu Strukturalisme Genetik?
Strukturalisme genetik adalah suatu pendekatan dalam kajian sastra yang menekankan analisis terhadap asal-usul karya sastra dengan memperhatikan hubungan antara struktur karya tersebut dengan proses penciptaannya. Lahir sebagai reaksi terhadap pendekatan strukturalisme murni yang cenderung anti-historis dan kausal, strukturalisme genetik membawa gagasan bahwa karya sastra adalah cermin dari pandangan dunia kolektif sang pengarang.
Menurut Lucien Goldmann (Mutoharoh, 2014), seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis, yang merupakan pencetus teori ini dalam bukunya yang berjudul "The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine", mengemukakan bahwa karya sastra bukanlah sekadar produk kesendirian pengarang, melainkan hasil dari strukturasi kategori pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbentuk melalui interaksi dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu. Ini berarti bahwa pemahaman terhadap sebuah karya sastra tidak lengkap tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya yang memengaruhinya.
Kunci-Kunci Konseptual Strukturalisme Genetik:
Strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann, memperkenalkan sejumlah konsep penting yang menjadi landasan bagi pemahaman kita terhadap karya sastra, meliputi fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, struktur karya sastra, dan dialektika pemahaman-penjelasan dan keseluruhan bagian (Faruk, 2005).
Tokoh-tokoh Teori yang Membentuk Strukturalisme Genetik:
Beberapa tokoh yang berperan aktif dalam pembentukan dan pengembangan strukturalisme genetik antara lain:
- Lucien Goldmann: Sebagai pencetus teori, Goldmann menekankan hubungan antara struktur karya sastra dengan pandangan dunia kolektif pengarangnya.
- Hippolyte Taine:Â Meskipun tidak secara langsung terkait dengan strukturalisme genetik, Taine merupakan peletak dasar mazhab genetik dan melihat sastra sebagai cerminan budaya dan pikiran tertentu pada saat karya itu dilahirkan.
- Laurensin dan Swingewood:Â Melalui karya mereka, mereka menawarkan langkah-langkah dalam penelitian strukturalisme genetik, termasuk penelitian terhadap struktur karya sastra sebagai kesatuan dan hubungannya dengan latar belakang sosial.
- Sapardi Djoko Damono:Â Sebagai seorang sastrawan dan kritikus sastra, Damono juga memberikan kontribusi dalam memahami hubungan antara alam ciptaan pengarang dengan perlengkapan sastra yang digunakan untuk melukiskannya.
- Rendra: Karya-karya Rendra, seperti "BUB," juga menjadi objek kajian strukturalisme genetik karena dianggap sebagai masterpiece dari pengarangnya.
Kelebihan dan Kekurangan:
Keunggulan strukturalisme genetik dibandingkan dengan teori lain dalam mengkaji karya sastra yaitu karena pendekatan ini dibangun oleh pendekatan, teori, konsep, metode dan teknik yang memenuhi kaidah penelitian ilmiah. Selain itu, kajian strukturalisme genetik dianggap memiliki kekuatan dalam penelitian sosiologi sastra (AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2017).
Keistimewaan dari strukturalisme genetik adalah kemampuannya untuk memberikan tekanan pada nilai karya sastra dan hanya mengkhususkan kajiannya pada karya sastra utama yang dianggap sebagai masterpiece dari pengarangnya. Menurut Junus (1974), strukturalisme genetik memberikan penekanan pada nilai karya sastra dan hanya memfokuskan analisisnya pada karya-karya utama.