Mohon tunggu...
Amelia Evayanti
Amelia Evayanti Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Gadai Terhadap Sistem Syari'ah

2 Maret 2019   16:43 Diperbarui: 3 Maret 2019   20:42 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum wr.wb.
Kita sering mendengar tentang gadai ! Apa sih gadai syariah itu???. Nah, untuk lebih jelasnya simak penjelasan berikut ini.
 Gadai adalah lembaga jaminan dalam kehidupan masyarakat, yang berupaya untuk mendapatkan dana guna berbagai macam kebutuhan transaksi  atau salah satu kategori dalam perjanjian utang piutang dimana adanya kepercayaan dari pihak yang berpiutang, maka sebagai jaminannya orang yang berutang harus menggadaikan suatu  barang terhadap utangnya tersebut . Barang jaminan tersebut tetap milik orang yang berutang  tetapi barang tersebut dikuasai oleh piutang. Dan sedangkan dalam hukum islam gadai  dengan istilahkan  Ar-Rahn.
 Ar-Rahn adalah suatu perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang . maka pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali barang yang telah digadaikan. Rahn adalah penyehan barang yang dilakukan oleh orang yang berhutang (Muqtaridh).  Dengan demikian pihak yang memberi hutang memperoleh jaminan untuk mengambil kembali piutangnya, dan jika orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya , maka menggunakan beberapa  ketentuan yang telah dijelaskan dalam hukum syariah.(Muhammad, Lembaga Ekonomi Syari'ah, yogyakarta:Graha Ilmu).

 Dan yang kita ketahui Sistem hukum gadai syariah masih baru didalam sistem hukum diindonesia. Volumenya masih langka, karena lembaga yang menganut dan mengembangkan sistem gadai syariah ini masih terbilang minim. Kondisi tersebut didasari oleh perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum perdata islam.
Adapun pegadaian menurut kitab Undang -Undang Hukum Perdata pasal  1150 bahwasanya “ Gadai merupakan hak yang diperoleh oleh seorang piutang atas suatu barang, yang diserahkan kepadanya oleh orang yang berutang kepada orang lain atas namanya, dan yang memberikan kesuasaan kepada piutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut didahuluan daripada orang yang berpiutang lainnya , dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untu menyelamatkannya  setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan “. Jadi pegadaian syariah adalah pengadaian yang menggunakan dan berpegang pada prinsip syariah dalam menjalankan operasionalnya.        
Adapun dasar hukum yang menjelaskan tentang gadai yaitu:
 Dari Aisyah Radhiyallahuanha:

ان النبي صلى الله عليه وسلم اشترى طعا مامن يهودى الى اجل ورهنه درعا من حديد
 Artinya:"bahwasannya Nabi SAW pernah membeli makanan dari seorang yahudi secara tempo dan ia  menggadaikan baju besinya kepada orang  yahudi itu"(HR. Bukhori).
Maksud dari hadist diatas adalah bahwasannya Nabi pernah menggadaikan baju besinya sebagai jaminan untuk membeli makanan pada orang yahudi. Dan seorang penerima gadai (murtahin) tidak boleh memanfaatkan barang yang telah digadaikan(rahn). Sebagaimana telah lewat dalam masalah qard (hutang) atau jatuh tempo yang telah disepakati.
 Hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majah:
              عن انس قال: لقد ر رسول الله عليه وسلم درعه عند يهودي با لمدينة فاخذ لاهله منه شعير
Artinya:"Dari Anas berkata, Rasulullah SAW telah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi dimadinah lalu mengambil gandum untuk keluarganya dari gadai itu".(HR.Ibnu Majah).
Hadits tersebut menjelaskan  bahwasannya gadai telah ada sejak dulu pada zaman Rasululloh SAW. Nabi melakukan utang piutang dengan orang yahudi untuk membeli kebutuhan pangan yaitu gandum. Kemudian beliau menggadaikan baju besi tersebut untuk menguatkan transaksi atau jaminan tersebut.
  Adapun pendapat dari beberapa ulama mengenai gadai yaitu dijelaskan dengan ungkapan para ulama  "menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar utang dapat dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam belum mampu melunasi utang".
"Atau harta benda yang dijadikan jaminan utang untuk melunasi (utang tersebut) dari nilai barang jaminan tersebut, apabila si peminjam tidak mampu melunasi utangnya".(Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan,Rajawali Pres,Jakarta,2009,hlm.187).

"Memberi harta sebagai jaminan utang agar digunakan sebagai pelunasan utang dengan harta atau nilai harta tersebut, bila pihak berutang tidak mampu melunasinya".
Dari ungapan tersebut terdapat ijma’ dari para ulama  bahwasannya hukum dalam perjanjian gadai adalah mubah(boleh). Adapun prinsip Rahn (gadai) yang telah memiliki fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional  Majelis Ulama Indonesia yaitu fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn dan fata Dewan Syari’ah Nasional nor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas.
Pertimbangan DSN mengenai penetapan gadai sebagai salah sistem perekonomian dalam islam yang sah, dengan ketentuan pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang yang diperbolehkan dengan ketentuan ketentuan berikut:
1.Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan mahrum (barang) sampai semua hutang rahn (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn.
3.Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, tetapi dapat dilakukan juga oleh murtajin, sebagai biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahn.
4.Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhum tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.penjualan marhum yaitu:
•Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahn untuk segera melunasinya
•Apabila rahn tidak bisa melunasi hutangnya, maka marhum dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang yang sesuai dengan syariah.
•Hasil dari penjualan marhum digunakan untuk melunasi Hutang, biaya pemelihara dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya serta biaya penjualan.
•Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahn dan dan kekurangannya menjadi kewajiban rahn.
Rukun dalam melakukan rahn (gadai) adalah adanya ijab dan qobul (shighat),terdapat orang yang berakad yang menggadaikan (rahn) dan yang memberi gadai (Murtahin), adanya jaminan  barang ataupun jasa, dan adanya hutang(marhum bih). Perum pegadaian memiliki kegiatan usaha antara lain penghimpunan dana yang meliputi pinjaman jangka pendek dari bank, pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya, penerbitan obligasi dan modal sendiri. penggunaan dana meliputi uang kas dan liquid lain, pembelian dan penggadaian berbagai macam bentuk aktiva tetap dan inventaris, pendanaan kegiatan operasional, penyaluran dana,dan investasi lain. Produk dan jasa perum pegadaian yang meliputi pemberian pinjaman atas hukum gadai, dan penaksiran nilai barang.(Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,Raja Pergapindo Persada,Jakarta,2008,hlm.263).

Adapun beberapa manfaat gadai  bagi nasabah yaitu tersedianya dana dengan prosedur relatif sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan kredit diperbankan. sedangkan bagi perusahaan antara lain penghasilan dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana, penghasilan dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah yang memperoleh jasa tertentu, dan pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai suatu badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dalam prosedur dan cara yang relatif sederhana.
Sebuah perjanjian gadai akan berakhir apabila barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya, rahin membayar hutangnya, pembebasan hutang dengan cara atau ketentuan apapun, pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahn, dan rusaknya barang bukan karena penggunaan atau tindakan murtahin.
 Adapun beberapa hak bagi orang yang yang menerima gadai antara lain apabila rahn tidak bisa memenuhi kewajibannya pada tempo waktu yang telah ditentukan maka murtahin berhak untuk menjual marhum tersebut, pemegang gadai berhak menahan barang gadai tersebut selama pinjaman belum dilunasi . sedangkan kewajibannya yaitu tidak menggunakan barang gadai untuk kepentingan pribadi, sebelum diadakannya pelelangan barang gadai harus ada pemberitahuan pada orang yang menggadaikan barang tersebut.
Kewajiban dan hak seorang yang memberi gadai adalah melunasi pinjaman yang telah diterima  Serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah disepakati (ditentukan), apabila dalam waktu yang telah ditentukan rahn tidak mampu melunasi pinjamannya maka harus merelakan barang gadai yang dimilikinnya tersebut. Setelah pelunasan pinjaman, rahn berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin.  apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang tersebut maka rahn berhak menuntut ganti rugi atas barang tersebut.(M.Nadratuzzaman Hosen dan Ali Hasan,Khutbah Jum'at Ekonomi Syari'ah,2008,hlm.76).

Semoga bermanfaat atas perhatiannya terima kasih
Wassalamualaikum wr.wb.

       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun