Mohon tunggu...
Amelia Delima Citra
Amelia Delima Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Economic

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengendalikan Risiko Sistemik di Pasar Properti: Refleksi dan Harapan terhadap Kebijakan Loan-to-Value

19 November 2024   05:06 Diperbarui: 19 November 2024   10:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis keuangan global 2008 membuka mata dunia terhadap kebutuhan mendesak untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, salah satu respons utama terhadap tantangan ini adalah penerapan kebijakan makroprudensial, khususnya melalui instrumen Loan-to-Value (LTV) di sektor properti. Kebijakan ini dirancang untuk mengendalikan risiko sistemik dengan membatasi jumlah kredit yang dapat diperoleh berdasarkan nilai agunan properti. Namun, setelah lebih dari satu dekade implementasi, efektivitas kebijakan ini dalam mengendalikan dinamika pasar properti dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional masih menjadi pertanyaan kritis. 

Instrumen LTV dianggap sebagai kebijakan countercyclical yang mampu memitigasi risiko sistemik, terutama dalam menghadapi pertumbuhan kredit yang berlebihan dan potensi terjadinya gelembung harga aset. Pemikiran Hyman Minsky tentang siklus keuangan menjadi dasar filosofis kebijakan ini, di mana perilaku spekulatif pelaku ekonomi dalam fase ekspansi sering kali berujung pada krisis ketika terjadi koreksi pasar. Bank Indonesia mengadopsi prinsip ini untuk mencegah akumulasi risiko di sektor properti dengan mengontrol laju pertumbuhan kredit dan memastikan harga properti mencerminkan fundamental ekonomi. Namun, penerapan kebijakan ini di lapangan sering kali menghadapi tantangan yang kompleks, terutama dalam konteks ekonomi yang terus berubah. 

Data empiris menunjukkan bahwa efektivitas LTV dalam menjaga stabilitas harga properti masih terbatas. 

Pada triwulan IV 2023, harga properti residensial tetap menunjukkan tren kenaikan, meskipun dalam skala yang moderat. Menurut data Bank Indonesia, harga rumah tipe kecil, menengah, dan besar masing-masing naik sebesar 0,36%, 0,17%, dan 0,25% secara triwulanan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun kebijakan LTV dapat menahan laju kenaikan harga, instrumen ini belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan dinamika harga properti. Salah satu penyebabnya adalah kompleksitas faktor-faktor lain yang memengaruhi pasar properti, seperti inflasi, permintaan spekulatif, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. 

Inflasi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi dinamika pasar properti. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kenaikan inflasi, baik yang bersumber dari faktor domestik maupun eksternal, dapat memicu kenaikan harga properti. Dalam kondisi inflasi tinggi, biaya pembangunan meningkat, yang pada akhirnya diteruskan kepada konsumen. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa perilaku masyarakat yang membeli properti untuk tujuan investasi semakin memperumit pengendalian harga. Properti tidak lagi sekadar kebutuhan primer, tetapi juga menjadi instrumen akumulasi kekayaan, yang sering kali mendorong harga di luar kemampuan sebagian besar masyarakat. 

Meski demikian, kebijakan LTV berhasil menjaga pertumbuhan kredit tetap terkendali. 

Sumber: SHPR Tw I 2024, Bank Indonesia
Sumber: SHPR Tw I 2024, Bank Indonesia

Pada triwulan IV 2023, total kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 12,17%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Stabilitas ini mengindikasikan bahwa kebijakan LTV efektif dalam mencegah lonjakan kredit yang tidak sehat, sekaligus mendukung sektor perbankan untuk menjaga kualitas aset. Namun, tantangan lain tetap ada, yaitu memastikan bahwa pertumbuhan kredit ini diarahkan untuk mendukung kebutuhan masyarakat yang paling mendesak, bukan hanya untuk memenuhi permintaan spekulatif. 

Transformasi ekonomi pasca pandemi COVID-19 menambah lapisan kompleksitas pada kebijakan LTV. Tren kerja hybrid, peningkatan preferensi terhadap hunian di kawasan suburban, serta strategi investasi baru dalam sektor properti telah mengubah dinamika pasar. Di tengah perubahan ini, kebijakan LTV perlu terus disesuaikan agar tetap relevan. Respons yang terlalu kaku terhadap perubahan ekonomi global dapat membuat kebijakan ini kehilangan efektivitasnya dalam mengendalikan risiko. 

Keberhasilan kebijakan LTV juga sangat bergantung pada koordinasi dengan kebijakan lain. Instrumen LTV, meskipun penting, tidak dapat berdiri sendiri dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Diperlukan sinergi antara kebijakan makroprudensial, kebijakan moneter, dan kebijakan fiskal untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Sebagai contoh, kebijakan fiskal yang mendukung pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat melengkapi peran LTV dalam mengurangi risiko gelembung harga properti. Selain itu, pengawasan yang lebih dinamis dari otoritas keuangan juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan secara efektif. 

Integrasi teknologi dan data real-time juga perlu diprioritaskan dalam desain kebijakan LTV di masa depan. Dengan menggunakan big data dan analitik canggih, Bank Indonesia dapat memantau secara lebih akurat dinamika pasar properti dan perilaku pelaku pasar. Hal ini memungkinkan otoritas untuk mengambil tindakan yang lebih cepat dan tepat sasaran, baik dalam merespons potensi risiko maupun dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, transparansi dan komunikasi yang efektif dengan para pemangku kepentingan, termasuk sektor perbankan dan masyarakat, juga penting untuk meningkatkan kepercayaan terhadap kebijakan ini. 

Ke depannya, Indonesia memerlukan pendekatan makroprudensial yang lebih adaptif dan holistik. Tidak hanya membatasi risiko, tetapi juga memahami dan mengarahkan dinamika pasar properti untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Ini termasuk mengadopsi pendekatan berbasis risiko, di mana kebijakan disesuaikan dengan karakteristik dan risiko spesifik di berbagai segmen pasar. Selain itu, kebijakan ini juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap inklusi keuangan, terutama bagi masyarakat yang selama ini kesulitan mengakses kredit perumahan. 

Maka dapat dikatakan bahwa kebijakan LTV merupakan instrumen penting dalam arsitektur keuangan Indonesia. Kebijakan ini telah berkontribusi signifikan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, meskipun masih ada ruang untuk penyempurnaan. Dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks, kebijakan ini harus terus dievaluasi dan disesuaikan agar tetap relevan dan efektif. Dengan pendekatan yang lebih adaptif, integrasi dengan kebijakan lain, dan pemanfaatan teknologi, Indonesia dapat menciptakan sistem keuangan yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan. Pada akhirnya, kebijakan LTV bukan hanya tentang membatasi, tetapi juga tentang menciptakan pasar properti yang lebih sehat dan stabil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun