Mohon tunggu...
Amelia Delima Citra
Amelia Delima Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Economic

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mix Policy Sebagai Landasan Pemulihan Ekonomi Indonesia

19 November 2024   00:15 Diperbarui: 19 November 2024   05:07 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi COVID-19 telah menjadi salah satu tantangan terbesar bagi perekonomian global, dan Indonesia tidak terkecuali dari dampak yang signifikan ini. Sejak awal kemunculannya pada tahun 2019, pandemi ini tidak hanya mengguncang sistem kesehatan, tetapi juga memengaruhi hampir semua aspek kehidupan sosial dan ekonomi di seluruh dunia. Bagi Indonesia, sebuah negara dengan populasi yang besar dan ekonomi yang sedang berkembang, dampak dari krisis ini terasa begitu dalam. Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, pemerintah Indonesia bersama dengan Bank Indonesia (BI) berkolaborasi untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui bauran kebijakan fiskal dan moneter yang terintegrasi. Kebijakan ini sangat relevan mengingat situasi pemulihan ekonomi yang masih berlangsung, di tengah tantangan besar seperti inflasi yang meningkat dan ketidakpastian global yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Oleh karena itu, upaya bersama antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi fondasi penting dalam menghadapi krisis ekonomi yang tak terduga ini.

Setiap krisis ekonomi, termasuk pandemi COVID-19, selalu mengungkapkan kelemahan dalam sistem ekonomi dan menguji ketahanan ekonomi suatu negara. Pandemi ini dapat dianggap sebagai krisis global kedua setelah krisis keuangan 2008/2009, yang juga memberikan dampak besar terhadap sektor-sektor perekonomian, khususnya sistem keuangan global. Krisis keuangan global pada tahun 2008 mengajarkan dunia akan betapa rentannya sektor keuangan terhadap guncangan eksternal, yang dapat memicu resesi berkepanjangan apabila tidak ditangani dengan baik. Sebagai respons terhadap hal tersebut, pemerintah dan otoritas moneter di seluruh dunia mengambil tindakan preventif untuk memperbaiki sistem keuangan dan mencegah terjadinya krisis serupa di masa depan. Pandemi COVID-19, dengan dampaknya yang lebih luas dan mendalam, memaksa Indonesia untuk menghadapi tantangan serupa dalam menjaga kestabilan sektor keuangan dan mendukung pemulihan ekonomi. Dalam konteks ini, stabilitas sistem keuangan Indonesia menjadi sangat penting untuk memitigasi risiko yang lebih besar, di mana kolaborasi antara kebijakan fiskal dan moneter memiliki peran kunci untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Salah satu langkah strategis yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi dampak pandemi adalah dengan meningkatkan belanja publik, terutama untuk mendukung sektor-sektor yang paling terdampak, seperti sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Kebijakan fiskal ekspansif ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, merangsang konsumsi, serta mendorong aktivitas ekonomi yang lebih luas. Upaya ini diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi yang sempat terhenti akibat kebijakan pembatasan sosial dan lockdown yang diterapkan selama pandemi. Di sisi lain, Bank Indonesia juga merespons krisis ini dengan menerapkan kebijakan moneter akomodatif, yang salah satunya melibatkan penurunan suku bunga acuan untuk mendorong likuiditas di pasar keuangan. Langkah-langkah ini menggambarkan sinergi yang erat antara kebijakan fiskal dan moneter dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks, yang tidak hanya berfokus pada pemulihan jangka pendek, tetapi juga pada penciptaan dasar yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Meskipun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia telah menunjukkan hasil yang positif dalam hal pemulihan ekonomi, tantangan yang dihadapi masih belum sepenuhnya teratasi. Salah satu tantangan besar yang muncul adalah meningkatnya inflasi, terutama akibat lonjakan harga energi dan bahan pangan global, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik serta gangguan rantai pasokan akibat pandemi. Inflasi yang tinggi memiliki dampak langsung terhadap daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat memperlambat proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi Bank Indonesia untuk tetap waspada dalam mengelola suku bunga dan kebijakan likuiditas, agar tidak terjadi ketidakseimbangan yang dapat merugikan perekonomian. Selain itu, ketidakpastian global yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal, seperti krisis energi dan ketegangan perdagangan internasional, menjadi tantangan tambahan yang memerlukan perhatian serius dari para pembuat kebijakan. Dalam menghadapi situasi ini, kebijakan makroprudensial yang diterapkan oleh Bank Indonesia menjadi semakin relevan untuk mencegah terjadinya risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan, yang berpotensi memperburuk krisis ekonomi yang ada.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah tujuan utama bagi setiap negara, termasuk Indonesia. Perekonomian yang tumbuh secara berkelanjutan akan mendorong peningkatan pembangunan nasional, penciptaan lapangan kerja, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat. Data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia menunjukkan fluktuasi yang signifikan, dengan kontraksi ekonomi yang sangat besar pada tahun 2020 akibat dampak pandemi. 

Namun, setelah tahun 2020, Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dengan pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 3,7% pada tahun 2021 dan 5,3% pada tahun 2022. Angka-angka ini mencerminkan hasil yang cukup baik mengingat tantangan besar yang dihadapi selama pandemi, dan menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia memiliki kapasitas untuk pulih meskipun dalam kondisi yang tidak pasti. Pemulihan ini juga didorong oleh berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan permintaan domestik, mengurangi ketidakpastian pasar, serta menjaga kestabilan sektor keuangan.

Namun, meskipun terdapat tanda-tanda pemulihan ekonomi, tantangan besar tetap ada. Inflasi yang meningkat, lonjakan harga energi, dan ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik masih menjadi perhatian utama bagi pemerintah dan Bank Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi ekonomi dan memastikan kebijakan tersebut tetap efektif dalam menghadapi tantangan yang ada. Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter harus terus dijaga agar dapat menghadapi tantangan baru yang mungkin muncul, seperti potensi resiko inflasi lebih lanjut atau gejolak pasar keuangan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional.

Selain tantangan domestik, digitalisasi yang semakin pesat juga membawa tantangan baru bagi perekonomian Indonesia. Pandemi COVID-19 telah mempercepat adopsi teknologi digital di berbagai sektor, termasuk sektor perbankan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta sektor perdagangan. Digitalisasi memberikan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, memperluas aksesibilitas layanan keuangan, serta mendorong inklusi keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, di sisi lain, digitalisasi juga memunculkan risiko baru terkait perlindungan konsumen dan keamanan sistem keuangan. Dalam menghadapi perkembangan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu beradaptasi dengan cepat dan terus memperbarui regulasi untuk memastikan bahwa inovasi teknologi tidak mengorbankan stabilitas sistem keuangan. Regulasi yang ketat dan sistem pengawasan yang efisien sangat diperlukan untuk melindungi konsumen serta menjaga integritas sistem keuangan, agar inovasi yang muncul dapat memberikan manfaat optimal tanpa menimbulkan risiko besar bagi perekonomian.

Untuk menghadapinya, kolaborasi yang erat antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK, serta seluruh pelaku industri keuangan menjadi sangat penting. Hanya dengan adanya sinergi antara semua pihak terkait, kita dapat memastikan bahwa kebijakan makroprudensial yang diterapkan tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dalam mengantisipasi tantangan-tantangan baru yang mungkin muncul di masa depan. Pemerintah dan Bank Indonesia harus terus berupaya untuk menjaga keseimbangan antara stimulasi ekonomi jangka pendek dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Melalui kebijakan yang tepat dan strategi yang adaptif, Indonesia dapat menjaga kestabilan ekonomi dan memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan mempertimbangkan semua faktor tersebut, kita harus tetap optimis bahwa dengan penerapan mix policy yang tepat serta kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi terkini, perekonomian Indonesia akan mampu bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19 dan mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif serta berkelanjutan di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus mengikuti perkembangan terkini serta melakukan analisis kritis terhadap kebijakan yang telah diterapkan, guna memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun