Mohon tunggu...
Amelia Ariesty
Amelia Ariesty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Kasus Kekerasan terhadap Anak selama Pandemi Covid-19 dan Upaya untuk Menurunkan Angka Kekerasan Anak

15 Maret 2022   13:00 Diperbarui: 15 Maret 2022   14:35 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amelia Ariesty

Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

           Pada akhir tahun 2019, dunia dihebohkan oleh munculnya penyakit baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya yaitu Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang disebabkan oleh virus corona. Penyakit ini pertama kali di temukan di Wuhan, Tiongkok (Yuliana, 2020) lalu cepat menyebar ke berbagai kota di China (Dong et al., 2020). Penularan virus ini sangat cepat melalui percikan batuk/bersin orang yang terkena virus. Tanda gejala umum infeksi Covid-19 ini yaitu gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Secara cepat virus ini menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

            Sejak masuknya virus Covid-19 ini ke Indonesia, pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengehentikan penyebaran Covid-19 seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pemerintah menegaskan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah dengan melakukan berbagai aktivitas di dalam rumah seperti bekerja dan belajar. Dari kebijakan PSBB yang ditetapkan oleh pemerintah, ternyata berdampak pada melemahnya kondisi perekonomian Indonesia seperti yang dapat terlihat dari menurunnya daya konsumsi masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi di Indoenesia pada Kuartal II tahun 2020 mengalami kontraksi sebanyak 5,32 persen dari tahun ke tahun, Pertumbuhan ekonomi di Indonesia jika dilihat secara Quarter on Quorter (QOQ) pada Kuartal II tahun 2020 minus 4,19 persen dan BPS juga mengonfirmasi kontraksi pada Kuartal II pada tahun 2020 lebih parah dari prediksi Kementrian Keuangan RI yang di prediksi sekitar minus 3,8 persen (Viencent, 2020).  

            Pada Januari-Juni 2020, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Somfoni PPA) menerima laporan sebanyak lebih dari 4.600 laporan kekerasan terhadap anak yang 1.111 diantaranya mengalami kekerasan fisik, 68 anak menjadi korban perdagangan anak, 979 anak mengalami kekerasan psikis, 2.556 anak mengalami kekerasan seksual dan 346 anak ditelantarkan. Kekerasan yang trejadi kepada anak tersebut 58,80% terjadi dalam rumah tangga, menurut KEMENPPPA. Kekerasan fisik merupakan perbuatan yang nantinya mengakibatkan luka fisik, sakit, cacat ataupun kematian (Anggraeni, 2013: Subardhi, 2016) seperti memukul, mengikat dan mencekik. Kekerasan emosional bisa disebut juga bisa disebut juga kekerasan verbal, mental atau psikologis yang dampaknya bisa berakibat buruk bagi perkembangan pada masa remaja dan dewasa nanti. Kekerasan seksual merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan, menyakiti dan merusak fisik serta fungsi perilaku, sosial dan emosional (Subardhini, 2016).

            Sejak pandemi Covid-19, pemerintah mengharuskan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah seperti belajar dari rumah, ibadah dan bekerja yang biasa dilakukan di luar rumah berubah menjadi dilakukan atau berpusat di rumah. Sistem pembelajaran di sekolah yang berubah menjadi daring atau disebut dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) membuat cara belajar anak juga berubah, yang sebelumnya belajar di sekolah menjadi belajar di rumah. PJJ menyebabkan interaksi antara guru dan murid menjadi tidak berjalan lancar karena bisa terhambat oleh buruknya jaringan internet atau bahkan tidak tersedianya fasilitas teknologi seperti smartphone. Dalam PJJ ini orang tua mempunyai peran penting dalam membantu anak belajar karena orang tua menjadi pendamping anak selama belajar di rumah. Bergantinya sistem pembelajaran ini juga pastinya membuat banyak orang tua tidak siap karena tidak semua orang tua mempunyai pengetahuan yang cukup serta memahami skema pembelajaran anak. Hal tersebut membuat anak menjadi kurang meguasai materi dan orang tua tidak mampu mengendalikan emosi saat mengajari anak-anaknya belajar. Hal tersebut bisa membuka peluang munculnya kekerasan terhadap anak.

            Sejak pandemi covid-19 juga perekonomian keluarga juga melemah yang diakibatkan dari pembatasan aktivitas di luar rumah. Akibat pandemi Covid-19 juga banyak kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal tersebut menumbuhkan tekanan ekonomi yang semakin dalam, khususnya masyrakat ekonomi rendah.  Melemahnya kondisi ekonomi keluarga yang membuat psikologi orang tua memburuk dan bisa membuat emosi orang tua berlebihan yang kemudian menjadikan anak menjadi tempat pelampiasan (Hutabarat et al., 2020). Kondisi tersebut membuat anak menjadi rawan akan kekerasan sedangkan anak tidak mampu untuk melakukan perlawanan.

            Tumpukan emosi yang orang tua alami bisa tak terkendali dan mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat melukai anak. Dalam kekerasan anak, banyak terjadi kasus yang dilakukan oleh ibu karena sebagai orang terdekat yang hampir sepanjang hari bersama anak di rumah.  Di sisi lain, ibu juga harus memikirkan bagaimana cara memperbaiki perekonomian keluarganya apalagi ibu yang juga bekerja. Tanggung jawab pengasuhan menjadi bertumpu kepada ibu selama masa pandemi yang mana mengakibatkan beban psikologi ibu semakin bertambah yang membuat secara tidak sadar melakukan kekerasan fisik maupun psikis terhadap anak. Salah satu contoh kasusnya yaitu seorang ibu di Tangerang Selatan yang membunuh anaknya yang berada di bangku kelas 1 SD karena kesal anaknya susah diajarkan saat belajar daring. Dilansir dari CNN Indonesia, kejadian in terjadi pada 16 September 2020. Alasan ibu melakukan kekerasan sampai anaknya meninggal karena kesal susah diajarkkan belajar daring.

            Kekerasan terhadap anak jika dibiarkan akan mempunyai dampak yang buruk baik anak, baik itu dampak secara fisik maupun psikis. Secara fisik, dampaknya bisa seperti, memar, patah tulang atau bahka kematian. Sedangkan secara psikis, dampaknya biasanya adalah dampak jangka panjang. Dampak non fisik yang merasakan hanya anak yang bersangkutan karena langsung berkaitan dengan hati nurani atau perasaan seseorang (Anggraeni, 2013). Daampak psikis ini bisa menimbulkan gangguan kejiwaan seperti menurunnya rasa percaya terhadap orang, kecemasan berlebihan, menutup diri atau nantinya anak akan susah berinteraksi dengan orang-orang sekitar.

            Meningkatnya kasus kekerasan sosial selama masa pandemi Covid-19, terdapat beberapa upaya yang bisa diterapkan supaya bisa mengurangi kasus kekerasan kepada anak. Dalam bidang perencanaan sosial, upaya yang bisa dilakukan dengan menggunakan bidang pelayanan sosial dan perencanaan partisipatif. Dalam hal ini, kedua bidang perencanaan ini bisa saling berkolaborasi. Kita bisa menggunakan perencanaan partisipatif, tetapi pertama-tama masyarakat harus sadar akan masalah sosial ini. Setelah itu, masyarakat bisa membentuk sebuah perkumpulan atau komunitas yang bergerak dalam melindungi anak dari kasus kekeras sosial. Dari komunitas ini, masyarakat bisa memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat yang lain dengan cara memberikan edukasi parenting saat pandemi Covid-19 ini. Mereka juga bisa saling sharing ataau belajar satu sama lain suapya bisa saling bertukar pendapat dan masalah selama mendampingi anak belajar daring.

            Upaya yang bisa digunakan juga dengan menggunakan tradisi pemikiran perencanaan pembangunan yaitu perencanaan sebagai reformasi sosial. Perencanaan sebagai reformasi sosial bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat melaalui pelatihan atau penyuluhan. Pemerintah bisa mulai dengan pemberdayaan ekonomi keluarga dengan menataa pola pikir keluarga dalam mengelola keuangan, menciptakan produk dan bagaimana cara memasarkannnya serta mengenalkan jaringan pemasaran dengan teknologi. Hal tersebut bisa pemeriintah lakukan dengan memberi pelatihan khusus supaya para masyarakat bisa terus bertahan di masa pandemi ini dengan mengembangkan potensi-potensi mereka.

            Pemerintah juga bisa mengoptimalkan program-program yang sudah ada supaya bisa memperkuat ketahanan keluarga. Misalnya program Generasi Berencana (GenRe) yang dicetuskan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pemerintah juga harus mengoptimalkan lembaga-lembaga yang bergerak dalam perlindungan kekerasan terhadap anak supaya bisa merespon dengan tanggap kasus-kasus kekerasan anak.

            Kasus kekerasan terhadap anak selama Pandemi Covid-19 meningkat. Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan beberapa faktor, seperti melemahnya ekonomi keluarga selama pandemi karena dibatasinya aktivitas di luar rumah bahkan ada yang sampai di PHK. Hal tersebut membuat tekanan bagi orang tua karena memikirkan bagaimana bisa untuk mempertahankan kembali perekonomian keluarga mereka. Di sisi lain, orang tua juga harus tetap membimbing anak dalam selama belajar daring dan membuat beban pikiran orang tua menjadi bertambah. Banyak orang tua juga yang belum terlalu paham bagaimana sistem pembelajaran anak-anak mereka. Untuk menurunkan kasus kekerasan selama pandemi juga bisa dilakukan beberapa upaya, seperti melakukan pelatihan tentang cara parenting selama masa pandemi, pemerintah memberi pelatihan kepada masyarakat dan pengoptimalan program-proogram pemerintah supaya lebih tanggap dalam menangani kasus kekerasan pada anak.

Daftar Pustaka

Arini, D. P. (2021, April 3). Apakah Kekerasan pada Anak Merupakan Bentuk Parental Burnout di Masa Pandemi?

Cahayanegdian, A., & Sugito. (2021). Perilaku Kekerasan Ibu Terhadap Anak Selama. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.

CNN Indonesia. (2020, September 17). Kasus Ibu Bunuh Anak, DPR Singgung Tekanan Psikologis PJJ. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200917002449-12-547436/kasus-ibu-bunuh-anak-dpr-singgung-tekanan-psikologis-pjj

Kurniasari, A. (2019, Januari-April). Dampak Kekerasan pada Kepribadian Anak. Sosio Informa, Vol. 5.

Putri, R. N. (2020). Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi.

Sakroni. (2021). Kekerasan Terhadap Anak Pada Masa Panddemi Covid-19.

Wahyuni, D. (2020, November). Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak pada Masa Pandemi Covid-19. Vol. XII.

World Health Organization. (2020, Juni 17). Mengatasi Kekerasan Terhadap Anak-Anak, Perempuan dan Lansia selama Pandemi Covid-19: Tindakan-Tindakan Utama.

Wulandari, V., & Nurwati, N. (2018, Juli). Hubungan Kekerasan Emosional yang Dilakukan oleh Orang Tua Terhadap Perilaku Remaja. Vol 5.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun