Mohon tunggu...
Putu Amelia Mas Indriyani
Putu Amelia Mas Indriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I am a 20-year-old undergraduate student pursuing a degree in Language and Literature. As a reader I like inspiration in books that revolve around self-improvement.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pergolakan Cinta dan Kolonialisme: Kisah Ni Pollok

6 Juni 2023   10:04 Diperbarui: 6 Juni 2023   10:07 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial, perempuan seringkali merasakan dorongan kuat untuk merawat, mencintai, dan membentuk ikatan keluarga dengan seorang anak. Keinginan seorang perempuan untuk memiliki anak adalah aspirasi yang kuat dan alami. Perempuan yang tidak diizinkan memiliki anak mungkin merasa tidak adil dan merasa bahwa hak-haknya sebagai manusia untuk memiliki anak telah dirampas, merasa bahwa aturan atau tekanan sosial yang menghalangi mereka bertentangan dengan hak asasi manusia untuk membuat keputusan pribadi tentang tubuh dan kehidupan mereka. Namun bila keinginan memiliki anak terhempaskan karena cinta. Apakah seorang wanita akan menyalahkan cinta? Ilustrasi ini cocok dengan karakter Ni Pollok pada buku Ni Pollok Model dari Desa Kelandis. Ni Pollok, seorang perempuan yang tinggal di Desa Kelandis, sebuah pedesaan yang konservatif. Meskipun memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki anak, Ni Pollok menghadapi tantangan besar karena tidak diberi izin oleh suaminya yang berdarah bangsawan Lee Mayeur.

Le Mayeur, atau sebenarnya bernama Adrien-Jean Le Mayeur de Merprs, adalah seorang pelukis Belgia yang tinggal dan berkarya di Bali, Indonesia, pada abad ke-20. Karyanya terkenal dengan lukisan potret perempuan Bali yang indah, terutama istrinya, Ni Pollok. Ni Pollok adalah seorang seniman tari Bali yang menjadi subjek utama dalam lukisan-lukisan Le Mayeur.

Kehidupan dan kisah cinta antara Le Mayeur dan Ni Pollok telah diabadikan dalam berbagai lukisan dan karya seni. Hubungan mereka mencerminkan dinamika budaya dan kolonialisme yang melibatkan interaksi antara seorang seniman Eropa dan perempuan Bali pada masa itu. Ni Pollok dianggap sebagai musa dan subjek inspirasi bagi Le Mayeur. Melalui karyanya, Le Mayeur menggambarkan kecantikan, kemurnian, dan eksotisme budaya Bali yang diwakili oleh Ni Pollok. Lukisan-lukisan ini menampilkan komposisi yang sensual, warna yang kaya, dan detail yang halus.

Namun, kisah cinta Ni Pollok dengan Lee Mayeur tidak sindah yang dibayangkan. Meskipun hubungan antara Le Mayeur dan Ni Pollok mungkin dipandang sebagai cinta yang romantis, asimetri kekuatan dan perbedaan latar belakang budaya di antara mereka dirasa perlu untuk dipahami. Sebagai seorang seniman Eropa, Le Mayeur memiliki posisi yang lebih dominan secara sosial dan ekonomi dibandingkan Ni Pollok. Bali pada masa itu adalah daerah yang terpengaruh oleh kolonialisme, dan hubungan antara seniman Eropa dengan perempuan Bali sering kali melibatkan elemen penjajahan atau eksploitasi.

Setelah menikah, kehiupan NI Pollok dan Lee Mayeur dihabiskan dengan hal yang berhubungan dengan seni tak lain adalah lukisan. Ni Pollok dianggap sebagai subjek lukisan Le Mayeur, namun Ni Pollok tidak melupakan identitas dan kehidupannya yang sebenarnya di luar seni. Dia adalah seorang seniman tari yang memiliki kehidupan dan aspirasi pribadi. Dalam konteks kolonialisme dan hubungan antara Eropa dan Bali pada masa itu, pemahaman tentang hubungan mereka harus dilihat dengan kritis dan tidak sepenuhnya romantis. Namun banyak anggapan bahwa Ni Pollok bahagia menikah dengan Lee Mayeur. Memang benar, Ni Pollok memiliki rasa cinta yang begitu besar dan tulus kepada Lee Mayeur. Tidak bisa dipungkiri, model dari desa Kelandis ini terpikat dengan seorang pelukis asal Belgia yang telah mengajarinya banyak hal. Namun ada luka yang dipendam oleh perempuan desa Kelandis ini yaitu ketidaktercapaiannya dalam memiliki anak.

Lee Mayeur mengeluarkan statement bahwa kehidupannya sepenuhnya diserahkan untuk seni. Ni Pollok tidak menyangka hal itu akan terjadi pada dirinya, sebagai perempuan bali yang ingin memiliki keturuan. Karena bagi perempuan Bali pada saat itu, memiliki banyak anak adalah suatu hal yang dibanggakan. Lee Mayeur secara tidak langsung telah menggambarkan kolonialisme didalam hubungan rumah tangga yang dijalani dengan Ni Pollok. Kolonialisme dalam cinta karena seni adalah konsep yang menggambarkan interaksi yang kompleks antara seni dan kolonialisme dalam konteks percintaan. Ketika seni dan cinta terjalin dengan dinamika kekuasaan kolonial, hal itu dapat menghasilkan hubungan yang rumit dan terkadang konflik. Berbeda dengan hubungan Ni Pollok dan Lee Mayeur, mereka justru jarang terlibat konflik karena Ni Pollok yang memilih untuk membelakangkan keinginannya memiliki anak dan lebih mengutamakan cintanya kepada Lee Mayeur.

Dalam cerita ini, cinta atau hubungan yang terjalin dalam kehidupan Ni Pollok dapat menjadi alat penjajahan yang digunakan oleh individu atau kelompok lain untuk memaksakan pandangan mereka tentang kehidupan yang seharusnya. Cinta dalam konteks cerita ini mungkin datang dalam berbagai bentuk, seperti hubungan romantis dengan pasangan atau hubungan keluarga dan pertemanan. Namun, pengaruh yang berlebihan dari pihak lain dapat menyebabkan Ni Pollok merasa terkekang, tidak bebas, dan terjebak dalam ekspektasi yang diimposed oleh orang-orang di sekitarnya.

Penjajahan dalam bentuk cinta mencerminkan adanya dominasi kehendak orang lain yang merusak kebebasan individu. Ni Pollok mungkin menghadapi tekanan untuk menikah, memiliki anak, atau mengubah pandangannya tentang kehidupan. Hal ini mungkin disertai dengan emosi seperti penolakan, kesepian, atau perasaan bersalah karena memilih jalur hidup yang berbeda.

Penjajahan dalam bentuk cinta dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis individu seperti Ni Pollok. Tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial, seperti menikah dan memiliki anak, dapat menciptakan konflik internal dan kecemasan. Ni Pollok mungkin merasa terjebak antara keinginannya untuk hidup sesuai pilihan pribadinya dan kebutuhan untuk memenuhi harapan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan stres, depresi, dan rasa tidak berdaya.

Tekanan dan eksploitasi dalam cinta yang diterima oleh Ni Pollok dapat memiliki dampak emosional yang kuat. Dia mungkin mengalami perasaan bersalah atau meragukan diri sendiri karena memilih jalur hidup yang berbeda. Kehilangan hubungan yang penting atau mendapat kritik yang berkepanjangan dapat menyebabkan rasa sedih, kehilangan harga diri, dan kerentanan emosional. Penjajahan emosional dalam cinta juga dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan merusak hubungan interpersonal yang sehat.

Empati terhadap Ni Pollok adalah sikap yang penting dalam memahami pengalaman dan perspektifnya. Jika Ni Pollok mengalami eksploitasi oleh Lee Mayeur, maka itu adalah sebuah permasalahan yang harus diperhatikan dengan sensitivitas dan keadilan. Empati memungkinkan kita untuk melihat dunia melalui lensa orang lain, memahami perasaan, kebutuhan, dan pengalaman mereka. Dalam kasus ini, penting untuk mendengarkan dan memahami pengalaman Ni Pollok, dan mengakui dampak yang mungkin ditimbulkan oleh eksploitasi yang dia alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun