Mohon tunggu...
Amelia Syarifah
Amelia Syarifah Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa

Mahasiswa sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Muhammad Abduh : Antara tradisi dan Modernitas dalam membangun islam berkemajuan

23 Desember 2024   20:37 Diperbarui: 23 Desember 2024   20:35 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah pemikiran Islam modern, nama Muhammad Abduh (1849-1905) berdiri sebagai sosok intelektual yang revolusioner dan visioner. Seorang pembaharu yang berani meletakkan fondasi bagi reinterpretasi Islam yang lebih progresif, Abduh berhasil menjembatani jurang pemisah antara tradisi keagamaan yang mapan dan tuntutan modernitas.
Di tengah situasi kemunduran dunia Islam pada akhir abad ke-19, Abduh melihat bahwa kebekuan pemikiran dan interpretasi keagamaan menjadi salah satu penyebab utama stagnansi umat. Ia yakin bahwa Islam sejatinya adalah agama yang dinamis, yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi spiritualnya.
Salah satu kontribusi terbesar Abduh adalah pemikirannya tentang ijtihad. Menurutnya, pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Ia mengkritik keras praktik taklid buta yang telah membuat umat Islam kehilangan kemampuan berpikir kritis. Abduh berpendapat bahwa setiap generasi memiliki hak untuk memahami dan menginterpretasikan ajaran Islam sesuai konteks zamannya, tanpa harus terjebak pada penafsiran literal yang kaku.
Dalam bidang pendidikan, Abduh adalah seorang reformis sejati. Ia memandang pendidikan sebagai kunci utama kebangkitan umat. Melalui pendidikan yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai spiritual Islam, Abduh percaya bahwa umat Islam dapat kembali meraih kejayaannya. Ia mengadvokasi kurikulum yang seimbang, yang tidak hanya mengajarkan ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu pengetahuan umum dan sains.
Pergumulannya dengan modernitas tampak jelas dalam pandangannya tentang relasi agama dan negara. Berbeda dengan pandangan konservatif, Abduh melihat Islam sebagai sistem yang komprehensif, namun tidak berarti mendukung teokrasi. Ia justru menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, persamaan, dan keadilan sosial yang sejalan dengan spirit Islam.
Kritiknya terhadap kolonialisme pun tidak kalah tajam. Abduh tidak sekadar menolak dominasi Barat, tetapi lebih pada mengajak umat Islam untuk memahami kekuatan dan kelemahan mereka sendiri. Ia percaya bahwa kemunduran umat Islam bukan disebabkan oleh ajaran agama, melainkan oleh cara mereka memahami dan mengimplementasikan ajaran tersebut.
Pemikiran Abduh tentang rasionalitas keagamaan sangatlah maju untuk zamannya. Ia meyakini bahwa akal dan wahyu tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Menurutnya, Allah memberikan akal sebagai instrumen untuk memahami kebenaran, bukan sekadar alat untuk menerima begitu saja tafsiran yang sudah ada.
Warisan intelektual Muhammad Abduh terus menginspirasi generasi muslim kontemporer. Dalam konteks Indonesia, misalnya, pemikirannya tentang Islam berkemajuan telah memengaruhi gerakan-gerakan Islam progresif. Organisasi seperti Muhammadiyah secara nyata telah mengadopsi semangat pembaharuan yang dirintisnya.
Tantangan yang dihadapi Abduh pada masanya---konflik antara tradisi dan modernitas---masih relevan hingga hari ini. Di era globalisasi yang penuh kompleksitas, umat Islam dituntut untuk terus melakukan reinterpretasi tanpa kehilangan identitas spiritualnya.
Muhammad Abduh adalah bukti bahwa pembaruan dalam Islam bukan berarti melepaskan tradisi, melainkan menghidupkan kembali semangat original yang dinamis dan universal. Ia adalah teladan bagaimana seorang intelektual muslim dapat menjadi agen perubahan tanpa harus meninggalkan akar spiritualnya.
Pesan utamanya sederhana namun fundamental: Islam adalah agama fitrah yang senantiasa memberikan ruang bagi pemikiran kritis, pembaruan, dan peradaban yang bermartabat.
Muhammad Abduh: Menggabungkan Tradisi dan Modernitas untuk Menciptakan Membangun Islam yang Lebih Kuat Bahwa Islam adalah agama yang dinamis yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan hakikat spiritualnya . Salah selalu terjadi. Ia mengkritik praktik praktiktaklid buta yang telah membuat umat Islam kurang mampu bertaqwa .taklid buta , yang menyebabkan umat Islam kurang mampu bertaqwa .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun