Mohon tunggu...
Amelia Putri Kurniawati
Amelia Putri Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tempat mahasiswa membaca dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Krisis Ekonomi Dunia Terhadap Perkebunan Swasta dan Perekonomian Penduduk di Hindia Belanda

19 Desember 2024   18:43 Diperbarui: 19 Desember 2024   18:43 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Mula Terjadinya Krisis Malaise

Krisis ekonomi dunia yang dikenal sebagai Depresi Hebat atau Malaise terjadi pada tahun 1929 dan dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dampak dari Perang Dunia I (1914-1918). Setelah perang, banyak negara mengalami kekacauan ekonomi karena industri mereka yang sebelumnya difokuskan pada kebutuhan perang kehilangan pasar dan terjebak dalam masalah keuangan. Di Eropa, negara seperti Jerman harus membayar ganti rugi perang yang besar, dan ini melemahkan perekonomian. Sementara itu, Amerika Serikat mengalami masa keemasan selama Perang Dunia I karena industrinya berkembang pesat. Namun, kelebihan produksi tanpa daya beli yang cukup menyebabkan krisis besar di Amerika Serikat pada akhir 1929, yang berdampak secara global. Runtuhnya bursa saham New York menjadi puncak dari krisis ini, yang menyebabkan kebangkrutan besar-besaran di sektor industri dan pertanian.

Dampak Krisis Malaise Bagi Perekonomian Hindia Belanda

Pada masa sebelum krisis, ekonomi Hindia Belanda mengalami perkembangan signifikan, terutama karena peningkatan hasil ekspor komoditas perkebunan. Perkebunan menjadi sektor penting yang memerlukan infrastruktur transportasi yang lebih baik, seperti jalan kereta api dan pelabuhan modern. Namun, ketika krisis Malaise melanda, pukulan besar dirasakan di seluruh Hindia Belanda, terutama pada sektor perkebunan karet, yang merupakan salah satu komoditas utama. Harga karet jatuh tajam, yang berdampak buruk pada perusahaan perkebunan swasta yang memainkan peran utama dalam ekonomi ekspor di luar Pulau Jawa. Pada saat krisis, sekitar 35% ekspor Hindia Belanda berasal dari hasil produksi pertanian yang dikelola oleh perkebunan swasta, dan penurunan permintaan ekspor menyebabkan penurunan drastis dalam aktivitas ekonomi.

Pengaruh Krisis Malaise Bagi Perkebunan Swasta di Hindia Belanda

Dampak krisis Malaise mulai terlihat sejak awal 1920-an, terutama dengan gejala kelebihan produksi di sektor perkebunan. Meskipun demikian, sisa-sisa pengaruh dari Perang Dunia I masih membuat beberapa negara tidak sepenuhnya merespons tanda-tanda krisis ini. Perkebunan-perkebunan kolonial Belanda di Hindia Belanda terpengaruh secara signifikan, dengan produksi turun drastis akibat perubahan permintaan global. Di Pulau Jawa, komoditas seperti tebu, kopi, dan tembakau mengalami penurunan besar dalam luas lahan yang ditanami antara tahun 1930 dan 1935. Sebaliknya, beberapa tanaman seperti teh dan karet justru mengalami peningkatan lahan tanam selama krisis. Di Sumatera Timur, perkebunan karet dan kelapa sawit tidak terlalu terpengaruh oleh Malaise dan bahkan menunjukkan peningkatan produksi, terutama kelapa sawit yang pada saat itu menjadi tanaman unggulan.

Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda Terkait Krisis Malaise

Menghadapi dampak krisis Malaise, pemerintah kolonial Hindia Belanda memberlakukan berbagai kebijakan penghematan untuk mengatasi keuangan yang defisit. Langkah-langkah yang diambil termasuk pengurangan jumlah pegawai, pemotongan gaji, penghentian perekrutan pegawai dari Eropa, dan pengenaan cukai tambahan. Kebijakan ini berdampak berat pada masyarakat pribumi, terutama karena banyaknya pegawai dan buruh yang dipecat, baik dari sektor swasta maupun pemerintahan. Hal ini menyebabkan peningkatan pengangguran secara signifikan. Selain itu, pemerintah kolonial mendirikan Komite Bantuan Pengangguran untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan yang meningkat, meskipun bantuan ini lebih difokuskan pada orang-orang Eropa. Sikap pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan warga Eropa mencerminkan ketidakmampuan untuk menangani masalah sosial secara adil selama masa depresi ekonomi.

Kondisi Masyarakat Hindia Belanda Saat Krisis Malaise Terjadi

Krisis Malaise menyebabkan keruntuhan aktivitas ekonomi di Hindia Belanda. Banyak perusahaan dan bank mengalami kebangkrutan, yang memaksa pengusaha untuk memutus hubungan kerja dengan para buruh, sebagian besar pribumi. Pemutusan hubungan kerja ini menyebabkan peningkatan pengangguran, dan banyak orang tidak lagi memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Daya beli masyarakat merosot drastis, sementara harga bahan pangan melonjak, menciptakan inflasi yang menambah kesulitan. Di beberapa wilayah, kelaparan menjadi masalah serius. Banyak penduduk perkebunan yang kehilangan pekerjaannya memilih bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan di sektor industri atau mengikuti program migrasi ke luar Pulau Jawa yang diadakan oleh pemerintah kolonial. Namun, ketidakadilan ekonomi tetap terlihat, di mana warga Eropa dan Tionghoa tetap dapat menikmati kehidupan normal, sementara masyarakat pribumi mengalami penderitaan yang mendalam.

Akob, Bachtiar., Junaidi, Teuku. (2014). Malaise Dan Pengaruhnya Terhadap Gerakan Nasional Indonesia. Jurnal Seuneubok Lada. Vol.2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun