FOMO atau fear of missing out adalah rasa takut akan tertinggalnya trend topik, update, kabar, atau berita terkini yang sedang terjadi. FOMO sendiri merupakan gejala psikologi yang akan berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang. Fear of Missing Out menurut Przybylski (2013), mendefinisikan sebagai kecemasan akan kehilangan momen berharga suatu individu atau kelompok lain di mana individu tersebut tidak dapat hadir di dalamnya dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui internet atau dunia maya.
Fear of Missing out (FOMO) mempunyai aspek-aspek, menurut Przybylski (2013) yaitu individu bisa dikatakan mengalami Fear of Missing Out (FOMO) terlihat dari perilaku tertentu yang muncul.
Aspek-aspek Fear of Missing Out (FOMO), antara lain :
- Kompetensi (Competence), kompetensi merupakan kapasitas individu untuk bertindak secara efektif di kehidupan sehari-hari, mengacu pada kebutuhan untuk merasa mampu dan dapat melaksanakan tugas di berbagai tingkat kesulitan secara efektif.
- Otonomi (Autonomy), otonomi merupakan kapasitas individu untuk memunculkan inisiatif pribadi, mengacu pada kebutuhan individu menentukan keputusan atau tindakannya sendiri tanpa pengaruh dari luar.
- Kebutuhan psikologis akan relatedness yang tidak terpenuhi. Relatedness diartikan sebagai suatu kedekatan kepada orang lain untuk merasakan kenyamanan dalam kebersamaan. Apabila kondisi relatedness tidak terpenuhi maka akan timbul rasa cemas dan mencari tau informasi dari individu yang melebihi dirinya akan suatu hal, sehingga membuat individu tersebut harus terhubung dengan dunia maya.
Faktor besar yang menyebabkan kondisi atau sindrom FOMO ini adalah penggunaan media sosial. Menggunakan media sosial mempunyai dampak positif dan negatif bagi penggunanya tergantung kepada penggunanya itu sendiri dalam hal mengatur waktu bermain media sosial ataupun yang lainnya.
Ketika seseorang sering meluangkan waktunya hanya untuk bermain gadget semata, maka itu akan menjadi kebiasaan dan rutinitas untuk terus melakukannya tanpa henti. Ketika kebiasaan ini sudah mulai melekat pada diri seseorang, maka dia akan kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Masalah ini kemdian akan menjadi salah satu faktor penyebab Problematika Sosial dalam jenis budaya maupun psikologis yang menimbulkan rasa cemas atau anxiety.
Mengutip dari buku “Ilmu Sosial Dasar”, karya Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si, yang diterbitkan oleh CV PUSTAKA SETIA (2023), hal. 189, bahwa Elizon menerapkan dua pendekatan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini, yaitu sebagai berikut.
- Person blame approach, yaitu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosisnya dengan cara menempatkan individu sebagai unit analisisnya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut, faktor penyebabnya digali sehingga diperoleh penyelesaiannya.
- System blame approach, yaitu pendekatan untuk memahami sumber masalah pada level system. Sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Oleh karena itu, sistem sosial harus diperkuat nilai yang dianut, norma sosial, ataupun pemberlakuan sanksi sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H