Mohon tunggu...
amaliah dachniar
amaliah dachniar Mohon Tunggu... -

Just a simpel person...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reportase Kecelakaan Pesawat oleh Seorang Siswa SMP

19 Maret 2010   02:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

19 April 1997/Sabtu Oh my God! Hari ini emang hari yang naas bener, tapi bukan aku yang ngerasain naasnya loh! Baru kali ini aku ngerasa Pulau Belitung jadi ngetop. Gimana nggak ngetop kalo kecelakaan itu bakalan terjadi di sini. Pesawat Merpati Nusantara yang membawa 48 penumpang tiba-tiba meledak di udara sebelum nyampe Bandara Buluhtumbang, Tanjungpandan. Hancur deh... Pesawatnya terbagi menjadi tiga bagian! Iiih, serem banget yah... Kejadiannya sekitar pukul 08.00 WIB di dekat Perkebunan Tumbang. Hanya berjarak beberapa puluh meter dari Bandara Buluhtumbang. Apa yang menjadi penyebab kecelakaan belum diketahui loh! Akibat dari kecelakaan udara itu 15 orang penumpang meninggal dunia, tujuh orang diantaranya hangus terbakar, satu orang hancur dan yang lainnya menderita luka serius. Termasuk yang tewas adalah pilot, co-pilot dan seorang pramugari yang baru aktif satu bulan. Di dalam pesawat juga terdapat satu rombongan keluarga dari Jakarta yang berniat menghadiri resepsi pernikahan kerabat mereka di Tanjungpandan. Oh, nggak kebayang sedihnya! Karena kecelakaan pesawat ini, RSU Tanjungpandan dipadati oleh pengunjung. Pak Menhub Haryanto Danutirto juga datang ke sini, dan stasiun-stasiun tv pada heboh menyiarkan peristiwa naas ini! Aku dapet info ini pertama kali dari Lian Ni, sahabat ku di sekolah. Trus dapet info yang lebih lengkap dari ANTEVE dan Liputan Enam SCTV. Waktu itu  ... (Tulisan tidak dilanjutkan lagi). ... ... Ilustrasi di atas adalah sebuah catatan seorang siswa kelas 2 SMP tentang peristiwa kecelakaan pesawat yang terjadi di kotanya  pada tanggal 19 April 1997, 13 tahun yang lalu. Siswa SMP itu tak lain adalah saya (hehe). Beberapa hari yang lalu ketika pulang ke rumah orangtua di kampung halaman, saya menemukan selembar kertas bertulis tangan tanpa sengaja. Bukan kertas bergambar nan wangi dari sebuah diary yang berisi curhat seorang anak ABG tentang kakak kelasnya yang ganteng, tetapi hanya selembar kertas biasa dari sebuah buku tulis tentang sebuah peristiwa aktual pada saat itu. Saya bahkan sudah lupa untuk tujuan apa saya menulisnya. Tak ada tujuan apa-apa barangkali, hanya sebuah tulisan yang muncul akibat 'shock' karena kota tercinta tiba-tiba menjadi populer dan masuk stasiun tv (hal yang sangat langka terjadi pada saat itu). Hanya sayang, popularitas itu muncul karena suatu peristiwa yang tidak mengenakkan. Peristiwa yang menjadi bagian sejarah kelam dalam dunia penerbangan kita. Mungkin ada di antara rekan-rekan Kompasianer yang masih ingat dengan peristiwa 13 tahun yang lalu itu, dan serentet peristiwa serupa di tahun-tahun berikutnya. (Semoga tak terulang lagi, amien...) Kini peristiwa itu dikenang melalui sebuah tugu peringatan. Sebuah tugu yang dibangun beserta bangkai pesawat yang masih tersisa di lokasi jatuhnya pesawat, tak jauh dari bandara yang kini berubah nama menjadi Bandara HAS Hanandjoeddin (Dulu Bandara Buluhtumbang sesuai dengan nama desa di sana, sekitar 20 km dari pusat Kota Tanjungpandan). Sebuah bandara yang konon kabarnya sedang diwacanakan menjadi bandara internasional. Hmmm... sebuah wacana di mana dulunya untuk bermimpi pun saya tak berani. Seperti reporter cilik 13 tahun yang lalu itu, yang 'senang' namun miris kota kelahirannya masuk tv. Jauh dalam benaknya, lebih dari sepuluh tahun mendatang, Pulau Belitung (saya lebih suka menggunakan kata Belitung, daripada Belitong) akan sering berseliweran di stasiun-stasiun tv. Bukan karena peristiwa naas seperti pada masa itu, tetapi tentang potensi terpendamnya yang kini mulai berkilau. Potensi wisata yang mulai dikembangkan oleh pemerintah daerah. Dan tentu saja, popularitas Pulau Belitung tak lepas dari peran Bang Andrea Hirata dengan Tetralogi Laskar Pelanginya yang memukau. Bangga, kini tanah kelahiran dikenal lebih banyak orang. Cukup dengan menyebut nama Bumi Laskar Pelangi, orang akan segera paham. Tidak seperti beberapa tahun lalu, kalimat 'Belitung di mana sih?' sering dilontarkan teman-teman saya ketika bertanya tentang kota asal saya, walaupun Pulau Belitung (dan Pulau Bangka) pada masa lalu pernah berjaya sebagai salah satu daerah penghasil timah dan lada putih terbesar di dunia. Rekan-rekan Kompasianer, mari berkunjung ke Pulau Belitung... (Ini undangan terbuka saya loh, hehe...) Salam dari Bumi Laskar Pelangi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun