Dia adalah seorang cleaning service di sebuah kantor instansi pemerintahan daerah. Sebut saja namanya Sumi. Seorang wanita single parent paruh baya yang harus bekerja menghidupi kedua anaknya seorang diri, setelah kepergian sang suami setahun yang lalu karena sakit. Menghidupi dua orang anak yang masih kecil bukanlah perkara gampang, apalagi 'hanya' dengan profesi sebagai seorang cleaning service. Namun dengan kondisi seperti itu, Sumi tetap berusaha untuk menjalankan profesinya dengan sebaik-baiknya tanpa mengeluh. Sesosok yang 'talk less, do more' atau 'sedikit bicara, banyak bekerja'. Kedua buah hatinya, yang pertama adalah seorang anak laki-laki yang duduk di bangku kelas 6 SD dan yang kedua adalah seorang batita perempuan yang berusia satu tahun lebih. Anak laki-laki kebanggaannya, sebut saja panggilannya Abol, adalah seorang anak yang bersemangat dan berprestasi di sekolahnya. Dengan kondisi keuangan yang pas-pasan, Sumi selalu berusaha memenuhi permintaan Abol untuk membelikan buku-buku pelajaran yang diwajibkan oleh guru di sekolah, karena beasiswa Abol tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan sekolahnya. Suatu ketika, di satu sore yang cerah, di awal bulan februari. Abol mengajak ibunya berkunjung ke rumah saudara mereka untuk memetik buah rambutan karena kebetulan sekarang memang sedang 'musim' buah tropis berwarna merah itu. Dengan menggunakan sepeda motor, mereka berangkat. Namun malang, motor yang mereka kendarai tiba-tiba menabrak pintu sebuah mobil yang sedang diparkir di tepi jalan. Sang supir mobil yang sedang lengah, membuka pintu mobil tanpa melihat kondisi di belakang jalan, apakah sepi atau ada kendaraan yang sedang melaju. Satu perkara kecil, namun bisa berdampak sangat fatal. Sumi tak bisa menahan kendali motor dan sontak terjatuh. Sumi terjatuh dengan posisi tetap memegang kendali motor, namun malang bagi Abol, Abol yang saat itu tidak berpegangan pada pinggang ibunya, kehilangan keseimbangan dan terpental beberapa meter dengan posisi tertelungkup di aspal jalan. Abol seketika tak sadarkan diri dan segera dilarikan ke rumah sakit. Karena kondisinya yang sangat kritis, bocah malang itu harus mendapatkan perawatan intensif di ruangan ICU. Berita kecelakaan yang menimpa Sumi dan anaknya cepat menyebar ke seluruh penjuru kantor. Sumbangan berupa dana sukarela segera dikumpulkan sebagai bentuk solidaritas. Untuk masalah biaya, untunglah sang supir 'teledor' akan bertanggung jawab atas segala biaya yang muncul akibat peristiwa kecelakaan itu. Dengan pertanggungjawaban itu setidaknya bisa mengurangi beban Sumi dalam membiayai perawatan sang anak di rumah sakit. Karena peristiwa naas ini, sumi terpaksa absen dari pekerjaannya. Sebagai seorang cleaning service, selain melakukan beberapa pekerjaan rutin yang menjadi kewajibannya, Sumi juga diminta untuk membantu melakukan beberapa pekerjaan di sebuah ruangan, seperti membersihkan ruangan dan menyiapkan minuman untuk 17 orang pegawai setiap hari. Dengan pekerjaan tambahan itu, tentu saja Sumi mendapat gaji tambahan di luar gaji tetapnya setiap bulan. Namun semenjak Sumi absen, beberapa pegawai wanita di ruangan itu otomatis harus menggantikan peran Sumi untuk sementara waktu. Beberapa dialog seperti ini sering terdengar. Dialog antar pegawai wanita yang menggantikan Sumi melakukan pekerjaan di luar dari pekerjaan mereka. "Haduuhh... banyak banget sih gelas-gelasnya, capek nyucinya ni..." "Iya, gimana nggak banyak, satu orang kadang-kadang make dua gelas. Uda dibikinin kopi, minta disiapin air putih pula..." Itu baru urusan gelas, belum lagi bila ada pegawai yang kebetulan makan siang di ruangan dengan meninggalkan piring kotor. Atau bila usai acara makan-makan di ruangan, yang tentu saja meninggalkan sisa piring dan gelas kotor dengan jumlah yang tidak sedikit. Kadang-kadang ada juga kejahilan di sini. "Tutup sama alas gelasnya nggak usah dicuci aja, lumayan kan bisa ngurangi cucian..." Masih urusan minuman, kadang-kadang mereka juga harus dipusingkan dengan masalah seputar selera minum beberapa pegawai, terutama dari kalangan bapak-bapak. Masing-masing memiliki selera minum yang berbeda, sedikit manis, manis sedang atau sangat manis. Apakah Sumi pernah mengeluh seperti ini? Tidak. Tidak pernah terdengar sedikitpun keluhannya. Atau mungkin hanya dalam hati saja? Entahlah. Yang pasti, dia tidak pernah menunjukkan kesusahannya di hadapan orang lain. Walaupun harus menjalani kehidupan yang berat dengan tambahan cobaan yang tidak ringan. Seperti kecelakaan yang baru saja dialaminya. Lalu, bagaimana dengan keadaan Abol setelah kecelakaan? Satu minggu lamanya Abol berada di ruangan ICU dalam keadaan tidak sadar. Pada minggu kedua, ketika kesadarannya telah pulih, Abol pun dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Namun kondisinya belum sepenuhnya normal, untuk makan dan minum pun harus dengan bantuan selang. Dan pada minggu ketiga, kondisi Abol berangsur baik dan sudah diijinkan dokter untuk mendapat perawatan jalan di rumah. Sumi sudah berniat untuk kembali bekerja ketika Tuhan berkehendak lain. Di satu subuh yang tenang, di awal bulan maret tepat satu bulan setelah kecelakaan terjadi, keheningan subuh dihentakkan oleh tangis pilu seorang ibu tatkala harus kehilangan seorang putra kebanggaannya. Iya, Abol telah pergi, menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang, menyusul jejak kematian sang ayah yang telah mendahului mereka satu tahun yang lalu. Abol yang sangat dekat dengan sosok sang ayah, seolah tak mau kehilangan dengan segera menyusul ayah yang dicintainya ke alam sana. Untuk kali yang kedua Sumi harus kehilangan orang-orang terkasih. Seorang suami dan seorang putra harus ia relakan pergi meninggalkannya terlalu cepat. Sumi yang tegar, Sumi yang malang, tetaplah kuat dan tawakal karena hidup harus tetap berjalan. Kisah Sumi ini semoga bisa menjadikan teladan bagi kita. Sosok yang biasa namun luar biasa ketika harus menjalani kehidupannya yang diwarnai dengan berbagai cobaan. Musibah, apapun itu bentuknya tidak pernah mengenal latar belakang seseorang, bahkan pada sosok seorang Sumi. Kadang kita lupa untuk bersyukur pada nikmat yang telah dilimpahkan Tuhan kepada kita, karena kadang, tanpa meminta dengan doa pun nikmat itu datang pada kita dengan sendirinya. Kadang kita lupa untuk berbagi, berbagi nikmat yang kita miliki kepada sesama. Dan kadang kita pun sering mengeluh atas sesuatu yang tidak kita inginkan, atau atas sesuatu yang kita inginkan namun tak terwujud, bahkan untuk hal yang sepele. Padahal, apa yang terjadi pada kita itu belumlah seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami orang-orang di luar sana yang serba kekurangan. Semoga kita tersadar bahwa hidup hanya sementara, dan apa yang kita miliki adalah titipanNya. Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H