Mohon tunggu...
Christina Ameita Carolina
Christina Ameita Carolina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Suka Main!

Selanjutnya

Tutup

Trip

Hilangkan Penat Sejenak di Kota Solo

8 Juni 2021   19:40 Diperbarui: 8 Juni 2021   20:08 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Siang itu tepat pada pukul 11.45 WIB, aku dan ketiga temanku berkumpul di Stasiun Tugu Yogyakarta hendak pergi ke Solo untuk berlibur sejenak di tengah kepadatan jadwal kuliah. Suasana stasiun pada siang itu lumayan ramai dipadati oleh orang-orang yang akan melakukan perjalanan jarak dekat maupun jarak jauh. Teriknya matahari pada siang itu membuat kami buru-buru untuk memasuki KRL (Kereta Rel Listrik) yang sudah menunggu dan nantinya akan membawa kami ke Solo.

Karena hari itu bukan hari libur, KRL yang kami naiki cenderung tidak ramai dan masih menyisakan bangku untuk kami singgahi. Kami tiba di Stasiun Solo Balapan pada pukul 13.00 WIB dan kami berencana untuk langsung menuju ke Warung Selat Mbak Lies yang jauhnya sekitar 3,5 KM dari stasiun. Kami akan menggunakan bus BST (Batik Solo Trans) untuk pergi ke lokasi. 

Siang itu cuaca sangatlah terik ketika kami keluar dari stasiun, panas membara ditambah kejadian buruk di depan stasiun membuat kami sedikit terpancing emosi. Seorang bapak menawarkan jasa antar tetapi dengan cara yang cukup memaksa, padahal saat itu kami sudah menolaknya berulang kali tetapi bapak ini malah ngotot dan berbicara dengan nada yang sedikit mengejek. 

Sumber: Dokumentasi pribadi.
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Karena kami tidak ingin berdebat akhirnya kami memilih untuk menaiki bus yang datang tanpa tahu jurusan bis itu tepat atau tidak. Sungguh awal perjalanan yang buruk untuk memulai liburan di Kota Solo. Ternyata bus yang kami naiki tidak langsung membawa kami ke tujuan, kami harus transit terlebih dahulu ke bus yang jurusannya sesuai. Letak Warung Selat Mbak Lies ternyata tidak dilewati langsung oleh bus yang kami tumpangi sehingga kami harus berjalan untuk sampai ke lokasi. 

Kurang lebih kami harus berjalan sejauh 1 KM untuk dapat tiba di lokasi. Pada pukul 14.00 kami tiba di Warung Selat Mbak Lies, kami langsung memesan 3 selat bestik, 1 timlo, 2 nasi, dan 5 minum. Sekilas memandang selat bestik yang tersaji di meja sangat menggugah seleraku. Piring berisikan daging bestik, telur, kentang rebus, keripik kentang, wortel rebus, buncis rebus, bawang merah, selada, saus mustard, dan saus bestik ini terlihat bagai sebongkah berlian bagi kami yang kelaparan. Sungguh makanan yang enak, selain mengenyangkan juga menaikkan mood kami saat itu juga.

Sumber: Dokumentasi pribadi.
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Perjalanan selanjutnya kami akan pergi ke Pasar Gedhe yang jaraknya kurang lebih 3 KM dari lokasi kami saat ini. Masih tetap berjalan kaki dan menaiki bus BST, akhirnya sekitar pukul 15.30 kami tiba di Pasar Gedhe. Rencananya kami ingin menikmati salah satu dawet yang terkenal di Pasar Gedhe. Sore itu kami merasa sangat sial, lagi dan lagi ketika kami masuk ke dalam pasar dan mendatangi lokasi, ternyata tempat dawet tersebut sudah tutup. 

Di tengah kebingungan kami, seorang ibu penjual yang di dekat kami tiba-tiba mengajak kami berbicara "Mau ke dawet ini ya mbak? Sudah tutup, bukanya jam 8 pagi dan siang jam 2 sudah tutup. Kalau mau ke dawet yang di sebelah situ saja mbak, rasanya juga gak kalah enak". Mengikuti saran dari ibu-ibu tersebut, kami akhirnya memilih untuk membeli Dawet Telasih Ibu Haji Sipon. Masing-masing dari kami membeli 1 porsi dawet. 

Sumber: Dokumentasi pribadi.
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Ketika disajikan aku sedikit terheran dengan adanya selasih di dalam mangkok dawet tersebut. "Unik ya ada selasihnya", kataku kepada teman-temanku. Baru kali ini ku temui dawet dengan isian biji selasih, di Jogja tidak ada yang seperti ini! Rasa dawetnya cenderung gurih dan tidak terlalu manis, biji selasih menambah rasa yang khas seperti ada yang meledak-ledak di dalam mulut. Pokoknya dawet ini sangat segar untuk kami nikmati di sore hari itu. Sayangnya ada satu hal yang sedikit mengganggu kami ketika menikmati dawet ini, keadaan pasar yang sangat kotor. 

Kami merasa agak jijik dengan kondisi pasar yang becek dan bau. Jika dibandingkan dengan pasar yang terkenal di Jogja, kebersihannya sangat-sangat berbeda. Kami berharap semoga pemerintah Solo segera meningkatkan kebersihan di Pasar Gedhe. Ada hal lucu terjadi setelah kami membayar dawet ini, total untuk 4 orang yaitu Rp27.500,00. Setelah dibagi 4 ternyata hasilnya tidaklah genap. Kebetulan sebelum kami membayar, aku mendengar orang sebelah kami yang membayar untuk 3 orang dengan total Rp22.500,00. Hal ini lalu segera ku beritahu ke 3 temanku, tanggapan mereka terheran-heran dan tertawa geli. "Hahahaha, gimana to harganya tuh yang bener berapa...", sahut salah satu temanku.

Sumber: Dokumentasi pribadi.
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Sore itu kami berempat sangat kekenyangan setelah makan di Warung Selat Mbak Lies dan minum dawet di Dawet Telasih Ibu Haji Sipon. Kami tidak punya tujuan pasti setelah ini, ingin pergi ke caf tetapi kami sangat kenyang dan kami tidak tahu caf mana yang murah serta berdesain bagus. Akhirnya setelah 10 menit berpikir, kami memilih untuk pergi ke Pasar Triwindu yang menjual berbagai barang-barang unik. Lokasinya hanya berjarak 1 KM, kami memutuskan untuk berjalan kaki saja. Sepanjang Jalan Slamet Riyadi, kami menemukan banyak spot foto yang bagus. 

Namanya anak muda ya dikit-dikit foto, entahlah sudah berapa banyak foto yang kami ambil disepanjang perjalanan kami menuju Pasar Triwindu pada sore hari itu. Sekitar pukul 16.30 WIB kami sampai di depan Pasar Triwindu. Lagi, lagi, dan lagi ternyata Pasar Triwindu baru saja tutup. "Sudah tutup ya pak?" Tanya salah satu temanku kepada bapak penjaga yang sedang memasang pagar penutup. "Iya mbak, tutup jam setengah 5. Mau ngapain mbak? Kalau mau foto-foto gapapa masuk saja sebentar, tapi ya pedagangnya tinggal 1 atau 2 saja", ucap bapak tersebut yang membuat kami akhirnya mengurungkan niat untuk ke Pasar Triwindu. Dengan bersedih hati kami memilih untuk duduk-duduk di depan pasar sembari memikirkan tujuan kami berikutnya. 

Sumber: Dokumentasi pribadi.
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Linggih Coffee Bar menjadi pilihan tujuan kami yang terakhir di perjalanan kali ini. Berjarak 2,5 KM dari lokasi kami dan hari yang sudah mulai gelap membuat kami memilih untuk menaiki GoCar saja. Setibanya di caf tersebut sekitar pukul 17.30, kami langsung memesan segelas minuman. Aku memesan sejenis frappe cookies and cream seharga Rp27.000,00. Sembari menikmati minuman dingin, kami berbincang-bincang dan bercerita mengenai perjalanan kami hari itu dan menjadwalkan untuk pulang ke Yogyakarta dengan KRL jadwal pukul 19.15.

 Kali ini kami sangat tidak boleh ketinggalan KRL sehingga kami berjanji untuk pergi ke stasiun pada pukul 18.45. Waktu 45 menit yang sangat singkat ini kami manfaatkan dengan baik untuk saling mengobrol. Banyak hal yang kami obrolkan, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.45. Kami lalu menaiki GoCar yang sudah kami pesan sebelumnya. 

Untunglah malam itu Solo tidak macet, hanya butuh waktu 5 menit saja untuk kami sampai di Stasiun Purwosari. Malam itu dengan fisik yang lelah tetapi mood happy, kami naik ke dalam KRL lalu mencari kursi ternyaman untuk disinggahi selama kurang lebih 1 jam ini. Kami sampai di Stasiun Tugu kembali pada pukul 20.30, ya inilah akhir dari perjalanan kami. Walaupun banyak hal tak terduga selama perjalanan berlangsung, tetapi kami masih sanggup mengatasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun