Mohon tunggu...
Amee Widjaja
Amee Widjaja Mohon Tunggu... -

perempuan biasa: mencintai buku-buku dan jarang menyisir rambut.\r\n\r\nblog: januarijerami.blogspot.com\r\ntwitter : @ameenourma

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Penghujung Januari

2 Februari 2012   16:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:08 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada yang kelewat sakit untuk kumuntahkan

pada pita suara yang tak mengerti apa-apa

Ada yang kelewat pedih untuk kutuliskan

Dengan tangan yang begitu sungkan

Aku tahu barangkali di penghujung musim ini

segalanya akan selesai seiring jatuhnya bulir hujan yang terakhir

Pernah juga ada seseorang yang mengatakan padaku

bahwa hujan berasal dari air mata penyair

Namun penyair mana yang rela menjadi penyedih terus-menerus

Hingga di penghujung Januari, hujan terus jatuh

Kesedihan terus luluh pada mata yang rela berjaga sepanjang usia,

Mata itu, mata penyair itu

Kelak di Januari berikutnya,

Semoga penyair itu, penyair yang bersedih itu

Tak lagi punya kecemasan di pelupuk matanya

Dan segala takdir yang nyinyir serta nasib yang panik

Telah membaik sesuai praduga

Hujan mungkin tak usah lagi khawatir tentang

bagaimana ia akan dijatuhkan

Secara sembrono atau hatihati

Secara seluruh atau separuhseparuh

Sebab bumi telah rela memeluknya dengan

kehangatan yang lebih tinggi kadarnya dari semula

Kemudian muncullah semacam kepercayaan,

rasa percaya yang mungkin disengaja

Bahwa pada musim berikutnya waktu akan bersemi

Pada sejuta gladiola di luar jendela

Cuaca akan menguning, senja akan oranye

Seperti warna bola mata ketika jatuh cinta

Dan penyair punya seribu satu rencana untuk berlibur

ke awan atau barangkali ke langit lapisan kedelapan

Disana, seperti yang aku dan kau, juga seperti yang

hujan dan penyair tahu;

Liburan barangkali hanya upaya;

untuk merencanakan kesedihan berikutnya,

dengan airmata yang tak kalah basahnya

dan tak kalah banyak jatah jatuhnya

/Januari 2012/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun