“ Laa, kayaknya aku mau pisah aja”
Text yang meluncur di ponsel ku subuh tadi membuatku terhenyak, itu adalah pesan singkat dari sahabatku Aisha. Sudah lebih dari tiga tahun rumah tangganya di rundung masalah dari usaha yang terpuruk, hutang yang menumpuk hingga wanita kedua. Sungguh pilu jika membaca bait-bait curahan hatinya yang terkadang seperti sebuah cerpen yang ceritanya sangat melankolik.
Aku tak dapat membantunya, karena permasalahannya seolah jauh semakin dalam dan melibatkan banyak pihak. Aku hanya dapat menjadi pendengar setia dan memeluknya dalam do’a-do’a yang kulantunkan pada sang Maha Rahman. Sahabatku sedang terpuruk, terlebih pujaan hatinya dulu kini jua jauh dari Tuhan. Mungkin itu permasalahan yang paling mendasar yang membuatnya hendak mengambil keputusan sulit itu.
“Aku bukan hanya butuh suami, namun aku butuh seorang imam. Bagaimana dia dapat menjadi imam keluarga jika kewajibannya pada Tuhan tidak ia jalankan” lanjutnya
Aku tak dapat berkata-apa-apa karena memang persoalan ibadah adalah hal yang sangat fundamental. Namun, apakah perpisahan adalah solusinya, bagaimana dengan anak mereka?. Aku jadi teringat kisah seorang ustadz tentang wanita mulia yang derajatnya sama dengan Fathimah, Khadijah dan Aisyah, dia adalah Siti Asiyah Isteri Fir’aun. Suaminya bukan hanya tak beribadah, bahkan dia mengaku Tuhan. Dalam sejarah, Fir’aun juga dikenal sebagai orang yang kejam. Saat dia mengetahui isterinya mengimani Tuhan Nya Musa, dia menyiksanya dan mebelenggunya dengan besi. Namun Asiyah tidak putus harapan, karena ia punya Tuhan. Ia berdoa dan memohon pertolongan padanya, bahkan do’anya di abadikan dalam Al-Qur’an Surat At Tahrim ayat 11. Dan Allah SWT menjawab do’anya dengan menunjukkan Surga yang kelak menjadi tempat tinggalnya di akhirat. Asiyah adalah teladan bagi wanita yang begitu sabar dalam menghadapi keburukan suaminya. Asiyah memang telah tiada beribu tahun yang lalu, namun semangatnya menjadi ruh bagi wanita modern.
“ Sha, dulu kau sangat mencintainya bukan?” tanyaku tak membutuhkan jawaban
“ Cinta mensyaratkan kesabaran, tetapi sabar tak bermakna pasrah diam tak berusaha” kataku, mengutip kata-kata Asma Nadia penulis favoritku
“Aisha Sahabatku, Jadilah sekuat Asiyah” kuketikkan di layar ponsel pesan itu, namun aku tak sanggup untuk menekan enter. Jalan hidup manusia berliku-liku dengan beraneka rupa kebahagiaan, kenikmatan juga ujian berupa kesedihan dan luka ... aku tak tahu seberapa besar beban Aisha sebenarnya, karena aku hanya dapat memandangnya dari kejauhan diantara hiruk pikuk masalahku sendiri. Biarkan dia memutuskan yang terbaik untuk hidupnya ... namun tetap kubisikkan pesan itu melalui angin yang berhembus sejuk melalui do’a-do’a yang tak lupa ku hadiahkan untuknya. Allahu Robby bantulah sahabatku keluar dari masalahnya, dengan lembut dan mudah tanpa sakit dan menyakiti siapapun ... Aamiin
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI