[caption id="attachment_381075" align="aligncenter" width="456" caption="Binatur River Walk (dok.pribadi)"][/caption]
Bau busuk menyeruak tajam ketika saya menyusuri River Walk Binatur, suatu kawasan yang didisain agar pejalan kaki dapat menikmati keindahan sungai Binatur. Di area kanan dan kiri sungai nampak pohon yang berdaun rindang. Grafiti menghias kedua temboknyaSayang, sungai Binatur bak manusia penuh luka bernanah. Luka itu dibiarkan tak diobati, menimbulkan bau busuk menyengat tajam. Sehingga apapun usaha pemerintah Kota Pekalongan Jawa Tengah untuk mendadaninya tak membuahkan hasil.
[caption id="attachment_381085" align="aligncenter" width="469" caption="Sungai Binatur (dok. pribadi)"]
Bagaimana mungkin sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan berubah menjadi monster berlendir yang menguarkan bau tak sedap? Rupanya gara-gara ulah manusia juga. Setiap hari sebanyak 1.054 unit usaha membuang 4.432,9 meter kubik limbah cair ke sungai-sungai yang membelah Kota Pekalongan.
Dari total volume limbah cair itu, sebanyak 34,72 persen atau sekitar 1.539 meter kubik limbah dihasilkan dari 481 unit usaha batik. Selebihnya dihasilkan dari produksi usaha makanan tahu tempe, printing (kain motif batik) dan sablon, pencucian jin, pencelupan produk Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan pengolahan ikan.
Hasil pengujian yang dilakukan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Pekalongan di sumur warga di Kelurahan Pringlangu pada Maret 2014, menunjukkan kandungan beberapa zat melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Di antaranya kandungan kadmium yang mencapai0,007 miligram per liter. Sedangkan kadar maksimum yang diperbolehkan 0,03 miligram per liter. Sementara dari parameter fisik, warna air keruh kekuningan, berbau dan berasa. Temperatur mencapai 27,6 derajat celsius. Sedangkan temperatur yang diperbolehkan kurang lebih 3 derajat Celsius.
[caption id="attachment_381081" align="aligncenter" width="461" caption="sungai Binatur (dok pribadi)"]
Sungguhkontradiktif dengan penyematan penghargaan Adipura 4 kali berturut-turut bagi Kota Pekalongan, yaitu tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013. Bukankah seharusnya sebagai penyandang penghargaan Adipura, warga Kota Pekalongan menikmati hidup sehat? Lingkungan hidup mereka asri, bersih dari sampah, penuh tumbuhan nan rindangdan air jernih mengalir di sungai-sungai?
Tetapi jangankan rehabilitasi sungai, nampaknya warga tidak mendapat edukasi mengenai bahaya pecemaran air. Terlihat dari kegiatan warga yang asyik memancing ikan di saluran air berlumur limbah. Saluran air tersebut mengalir dimana terdapat kantor Badan lingkungan Hidup Kota Pekalongan. Bahkan beberapa kali saya melihat anak-anak kecil bermain di saluran air tercemar sambil mencari ikan.
[caption id="attachment_381077" align="aligncenter" width="432" caption="anak-anak bermain di air penuh limbah (dok. pribadi)"]
Bisa dibayangkan ancaman bahaya kesehatan yang mengintai anak-anak lucu tersebut, mulai dari kerusakan tubuh seperti kanker, gangguan pencernaan serta melemahnya ketahanan tubuh. Sebetulnya dampak nyata telah dirasakan warga yakni berubahnya tampilan fisik air sumur : keruh dan terasa pahit, asin serta getir.
Idealnya sungai harus diobati dan disembuhkan dulu,sebelum bersolek cantik. Sejauh mana langkah pemerintah Kota Pekalongan? Pemerintah Kota Pekalongan sudah menyediakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal, sayangnya hanya berkapasitas sepersepuluh kebutuhan. Yaitu hanya 400 meter kubik per hari. Tidak heran air sungai di Pekalongan kerap berubah warna bak pelangi. Terkadang hijau, kali berikutnya merah, sesuai warna air limbah yang dibuang.
Apa yang harus dilakukan?
- Pemerintah Kota Pekalongan wajib membangun instalasi pengolahan limbah (IPAL) komunaluntuk UMKM karena merekalah pendukung pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan.
- Pemerintah Kota Pekalongan juga wajib membentuk Satgas Lingkungan sesuai amanah UU 32 tahun 2009 yang bertugas mengawasi dan menegur perusahaan batik yang mampu mengolah limbahnya sendiri. Satgas terbut terdiri dari koprs kepolisian, Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) dan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) setempat.
- Intensifikasi penggunaan ekstrak berbagai tumbuhan sebagai pewarna alam batik. Diantaranya daun pohon nila (Indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morindacitrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
- Mengakomodir peran serta masyarakat. Contohnya NU Lingkungan Kota Pekalongan yang telah berekperimen mengolah limbah produksi batik. Mereka membelokkan aliran limbah ke kolam penampungan. Kemudian secara rutin 2 kali seminggu, mikroba terb dimasukkan ke dalam kolam penampungan air limbah. Hasilnya sungguh menggembirakan, dalam waktu sebulan, tanah di sekitar kolam yang tadinya keras menjadi gembur. Rumput-rumput menjadi subur dan dari kolam limbah tumbuh tanaman.
Jelaslah bahwa pemerintah Kota Pekalongan sesungguhnya memiliki banyak cara untuk melestarikan air sungai sebagai sumber kehidupan. Hal sama berlaku untuk kawasan lain seperti sungai Ciliwung yang membelah Kota Jakarta, sungai Cikapundung yang merupakan denyut kehidupan urang Bandung dan tentu saja sungai Citarum yang didapuk sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.
Bukan tanpa alasan kita memperingati hari air setiap tanggal 22 Maret dan hari sungai setiap tanggal 27 Juli. Air berlimpah yang mengalir di sungai harus dilestarikan sejak di hulu. Dirawat keberadaannya. Karena kita tidak mungkin hidup tanpa air. Tentu saja air yang jernih bukan air limbah tercemar kotoran pabrik.
sumber:
[caption id="attachment_381082" align="aligncenter" width="432" caption="mengalir hingga ke area persawahan Kota Pekalongan (dok. pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H