Mohon tunggu...
Ambrosius Suryawan
Ambrosius Suryawan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Mahasiswa FISIP UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Tradisi Unik Melempar Apem

19 Desember 2020   09:22 Diperbarui: 20 Desember 2020   14:50 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat berusaha mendapat apem Sumber: Dok.Pribadi

Tahukah kalian dengan Kabupaten Klaten? Nama kota ini sempat menjadi trending di twitter gara-gara kasus promosi jabatan oleh bupati setempat. Kabupaten Klaten merupakan sebuah kota yang terletak diantara dua kota besar Yogyakarta dan Solo menjadikannya penghubung dari kedua kota tersebut. 

Tak jarang orang-orang tidak mengetahui kota kecil ini dan hanya melewati kota ini begitu saja. Dihimpit oleh dua kota besar menjadikan Kabupaten Klaten seakan-akan terbagi menjadi dua. 

Masyarakat Klaten mempunyai candaan mengenai wilayah yang unik, Klaten bagian barat kerapkali dipersatukan dengan Yogyakarta sedangkan bagian timur dipersatukan dengan Kota Solo sehingga Kota Klaten terkesan hilang.  

Meskipun 'terjepit' dua kota besar dan lebih jauh 'dua keraton' yang terkenal, menjadikan budaya di Klaten berpaduan antara corak Yogyakarta dan Solo. Selain sumber mata air atau umbul yang menarik wisatawan luar mampir di kota ini, terdapat salah satu tradisi budaya tepatnya di daerah Jatinom, sisi utara Kota Klaten. 

Tradisi ini telah lama dilaksanakan secara turun-temurun. Setiap tahunnya masyarakat Jatinom menyelenggarakan tradisi ini pada bulan Sapar di minggu kedua penanggalan Jawa. Berbeda dari tradisi saparan di daerah lain, tradisi saparan di Jatinom ini semakin meriah dengan gunungan apem yang disediakan dan nantinya dibagikan ke masyarakat sekitar oleh para santri dari atas menara.

Menara Sumber: Dok.Pribadi
Menara Sumber: Dok.Pribadi

Sejarah Saparan Yaa Qowiyyu 

Melansir kompas.com, pada abad ke-16 hidup seorang tokoh desa dan pendakwah yang menyebarkan agama Islam, Kiai Ageng Gribig. Beliau merupakan keturunan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit. Awal mula tradisi Yaa Qowiyyu ketika Kiai Ageng Gribig  pulang dari ibadah haji membagi-bagikan kue kepada para santrinya sebagai oleh-oleh. 

Namun karena jumlah kue tidak banyak, Kiai Ageng Gribig kemudian membuat apem yang terbuat dari gula, tepung beras, santan dan kelapa dan dibagikan pada santrinya. Ketika membagikan kue Kiai Ageng Gribig melantunkan doa Yaa Qowiyyu "Yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin" yang memiliki arti "Minta kekuatan kepada Allah. Kuat dalam beragama, kuat jasmani dan kuat ekonomi". 

Lambat laun tradisi ini menjadi besar karena jumlah murid dan peziarah yang semakin banyak datang ke sana dimana setiap bulan Sapar membagikan kue. Tradisi membagikan kue yang dikenal dengan apem ini berlanjut hingga sekarang. Para warga jatinom setiap tahun melestarikan upcara ini dengan membawa apem ke Masjid Ageng Jatinom untuk disimpan kemudian dibawa ke Sendang Klampeyan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun