Mohon tunggu...
Niken Ambar Irawan
Niken Ambar Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

toleransi itu indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhirnya Pohon Itu Tumbang Juga

18 Juli 2013   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:21 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tercenung,,, diantara celoteh kedua malaikat kecilku. Melihat mereka berdua asyik bermain dalam dunia mereka, dunia kanak-kanak yang tak akan sempat terkotori oleh jaman. Berlarian mereka mengitari pohon beringin besar yang tumbang oleh tingkah ke-egoan para revolusioner pembangunan (alih kata: kontraktor :-). Pohon itu terpaksa harus merelakan dirinya ditebang untuk pembuatan jalan tol.

Seminggu yang lalu tempat ini masih penuh dengan aktifitas para penduduk desa mencuci baju, mandi, mengambil air, atau hanya sekedar melepas lelah dari ‘’angon sapi’’ (bahasa Jawa). Pohon beringin di desa ini memang membuahkan sendang atau sumber air yang lumayan besar. Banyak kejadian yang bisa dibilang aneh ketika prosesi penebangan pohon beringin ini dilakukan, antara lain dalam proses penebangan pohon itu para kontraktor itu membutuhkan 27 gergaji mesin ( angka yang cukup fantastis hehehe :-) , dikarenakan mesin pasti patah atau rusak ketika digunakan ) serta 1 buldozer. Ada lagi yang menggelayut diingatan ketika ada anak dari salah satu penduduk di desa kami ini kesurupan menunjuk-nunjuk letak pohon beringin itu berada, dan dia marah kalau pohon yang dibilang rumahnya itu ditebang ( iih,, amit-amit tambah bikin merinding.. ). Akhirnya didatangkanlah para kyai dan dukun terkenal untuk menyembuhkan anak tersebut dan mendampingi proses penebangan pohon itu sampai selesai.

Tak lama kemudian, pohon beringin yang usianya ratusan tahun itupun tumbang juga. Pohon yang selama ini menghidupi ekosistem desa ini, sekarang tinggal seonggok kayu biasa yang mungkin hanya akan digunakan sebagai bahan furniture atau bahan bangunan lainnya atau bahkan kayu bakar. (hmm miris :-(

Sungguh ironi, hal yang serupa pun terjadi di berbagai daerah di tanah air kita. Ini hanya cuplikan kecil tentang kesenjangan dan ke-egoan manusia terhadap alam. Yang sempat menjadi pikiranku, dan yang tak pernah aku mengerti korban-korban dari alam itupun akan terus berjatuhan dan akan terus berjatuhan tanpa ampun. Hampir tak adakah toleransi untuk alam yang kita pijak ini? Ataukah hal-hal seperti itu sudah dilumrahkan di negeri ini?

Tak terasa bulir-bulir hangat merembes disudut mataku. Sesak dadapun membuncah tak terbendung. Lamat-lamat sayup kudengar gadis kecilku memanggil-manggil,
“Bundaaaaaa...” teriaknya, sambil terengah-engah berkejaran dengan kangmas-nya. Sontak lamunanku buyar, cepat-cepat kuhapus airmata yang sempat menghiasi sudut mataku. Kuberpaling pada gadis dan jejaka kecilku. Kulihat tangan masing-masing menggenggam tanah dan ada kehidupan disitu.

‘’Bunda, ini adek sama mas menemukan ini diantara pohon jatuh itu’’. Digenggaman mereka ada tunas bibit pohon kecil yang diambil beserta tanahnya. Serta merta kupeluk kedua anakku, airmata yang kubendung sejak dari tadi akhirnya terburai juga. Dengan wajah kebingungan jejaka kecilku angkat bicara, " Bunda mengapa menangis? Adek dan mas kan pernah diajari bunda tuk selalu menanam? Ini mas mengajak adek tuk mengambil tunas kecil dari pohon yang roboh itu. Kita menanamnya dimana, bunda?" Celotehnya.

Ya Tuhan, seketika itu juga ada uluran sejuk yang meraup nadi-nadi darahku yang mulai tadi memanas. Tanpa banyak kata langsung kugandeng kedua tangan anakku.

‘’Ayo nak, kita cari lagi benih-benih yang lain. Sebagian kita biarkan tumbuh disini, sebagian lagi kita tanam ditempat lain agar suatu saat bisa meneduhi orang banyak.’’ Senyum kedua anakku pun terkembang. Ada sedikit rasa bangga yang menamparkku dengan sikap mereka berdua. Akhirnya tak sia-sia aku mengajarkan mereka tentang kecintaan pada alam ini.

Terima kasih, nak. Baru saja kalian membuat bundamu bangga. Semoga sikap kalian ini akan selalu terjaga hingga kelak kalian dewasa. Kalianlah tunas-tunas penyelamat bangsa.

Amin.
BY: LontarTimur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun