"Tidak rugi petani membayar besar dengan hasil menguntungkan yang dicapai. Setiap hektare lahannya mampu memproduksi sekitar 19 ton jagung dengan tingkat basah mencapai 20 persen", urai dia.
Dalam kunjungan untuk memenuhi undangan Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Makassar itu, Nurdin Abdullah bersama rombongan mendapat pemahaman mendalam bagaimana air dialirkan dari hulu (sumber air) hingga ke hilir (lahan pertanian).
Netafim sebagai perusahaan yang memproduksi pipa dan komponen pipanisasi pertanian yang lengkap, menjadi awal mekanisme pertanian Australia semakin berkembang.
Air dilelola dan diukur dengan sistem digitalisasi. Selang dilengkapi lubang air berukuran sama rdi setiap 50 centimeter.
Selanjutnya pipa ditanam dengan jarak satu meter per bedengan. Melalui pipa ini aliran air diatur dan dikontrol mengunakan aplikasi berbasis seluler.
Terdapat kolam sedalam 1 Meter dengan luas kurang lebih 20x5 Meter sebagai sumber air. Dengan kapasitas itu, mampu mengairi lahan seluas 40 Ha.
"Kami punya 4 bendungan untuk memasok air ke lahan pertanian", ungkap Area Sales Manager Netafim, John Poggioli.
Tak kalah menariknya, pipa yang digunakan tersebut dilengkapi GPS. Dengan begitu, kebocoran dapat diketahui.
Termasuk untuk mengetahui tingkat kelembapan sesuai kebutuhan tanam. Metode yang memanfaatkan teknologi ini membuat Nurdin Abdullah sangat tertarik untuk menerapkannya di SulSel secara menyeluruh di masa mendatang.
Optimisme itu menurut Gubernur SulSel bukan hal yang tidak bisa diwujudkan. Sepuluh tahun memimpin Kabupaten Bantaeng di tahun 2008 hingga 2018, daerah itu mampu dikelola pengairannya dengan memanfaatkan bendungan/cekdam. (AMBAE)
Salam #AMBAE