Pernah kan dapat postingan via Facebook dan whatapps tentang sebuah kisah orang Indonesia yang makan di sebuah restoran di Jerman yang memesan banyak makanan tapi tak menghabiskannya?Â
Singkat cerita, semua orang yang ada di restoran tersebut memandangi keduanya (ketahuan kalau OKB atau kelompok gagap piknik) dengan tatapan tak suka. Lalu salah seorang menegur kedua turis norak tersebut.Â
"Kalian harus bertanggung jawab menghabiskan sisa makanan yang kalian pesan." katanya tajam. Kedua turis tadi langsung nyolot, "Apa hubungannya denganmu? Wong makanan juga kami yang bayar." Maka marahlah si penegur, "Young men, memang benar kalian yang bayar makanan itu tapi makanan itu bersumber dari negara kami."
Petikan adegan seperti di atas saya yakin sering kita jumpai bahkan mungkin kita adalah salah satu pelaku pembuang makanan yang masih layak makan ini.Â
Saat sesi breakfast di hotel berbintang, mentang-mentang makanan yang diambil tidak lagi terkena charge dan perasaan tak mau rugi karena sudah bayar hotel mahal (ini beneran loh, banyak orang memakai motif ini ketika bernafsu mengambil sebanyak-banyaknya tapi tak kuat menghabiskannya). Atau ketika kita sedang menghadiri undangan pernikahan.Â
Uh...betapa semangatnya kita mengambil makanan karena sudah bersusah payah antri, jadi merasa lebih baik ambil jumlah makanan banyak sekalian. Hal yang sama terjadi saat kita diundang ke sebuah acara dan dikahiri dengan acara makan prasmanan. Piring kotor yang masih berisi makanan menggunung tinggi membuat Lelah para pelayan. Saya yakin kita semua pernah melihat dan mungkin juga melakukannya.
Jadi jangan heran kalau Indonesia ternyata menyandang predikat pembuang makanan ke dua terbesar setelah Arab Saudi berdasar data Food Sustainability Index 2017 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU).Â
Padahal jumlah penduduk Indonesia pada Juli 2017 "hanya" 262 juta jiwa atau ke 4 terbesar di dunia bukan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu China yang penduduknya mencapai 1,38 Miliar Jiwa. Tapi mereka bukanlah yang menempati peringkat pertama pembuang sisa makanan di dunia. Dan ironisnya berdasar penelitian juga, sampah makanan di DKI Jakarta meningkat 10 persen di 10 hari pertama puasa!Â
Nah, padahal misi mulia yang diemban dari ibadah puasa adalah menahan nafsu dan menumbuhkan empati pada sesama yang kekurangan agar kita dapat merasakan penderitaan mereka saat kelaparan. "Dan janganlah kamu bermegah-megahan..." telah ditekankan dalam kitab suci.Â
Apalagi faktanya di Indonesia masih banyak terjadi kasus gizi buruk dan masih banyak warga yang makan makanan dengan kualitas rendah. Tapi 10 persen penduduk Indonesia yang dikategorikan mampu membuang 13 juta TON per tahun sisa makanan!Â
Yang dari makanan sisa tersebut harusnya bisa untuk memberi makan 28 juta jiwa penduduk Indonesia yang kesulitan pada akses makanan bergizi. Tidakkah kita sedih dan merasa bersalah menjadi bagian dari manusia yang tak peduli pada apa yang terjadi di masyarakat hanya karena kita memiliki uang?
Kita adalah manusia berhati nurani. Manusia berpendidikan dan memiliki akal pikiran untuk berpikir jernih. Mari mulai dari diri kita sendiri belajar menahan diri untuk mengambil makanan di luar kemampuan kita menghabiskannya. Jangan manjakan perilaku buruk lapar mata!
Bijaklah dalam belanja makanan. Para petani bersusah payah menanam padi, para buruh di lahan pertanian bekerja keras dipanggang terik mentari dari pagi dengan upah yang hanya cukup mereka genggam untuk hidup sehari. Para pekerja anak disandera di tengah laut bekerja siang malam membersihkan ikan dan tak tahu kapan bisa pulang. Pemerintah menggelontorkan triliunan rupiah untuk subsidi pupuk, tanah teracuni oleh pupuk kimia yang membuatnya menjadi gersang, ribuan hektar hutan tropis dibakar dan digunduli demi menanam sawit dan kita dengan ringannya dan tanpa bersalah membuang makanan begitu saja.
Ini bukan pemikiran lebay. Semua hal itu saling berkaitan. Jadi, ayo mulai dari diri sendiri untuk tak menyia-nyiakan makanan. Bertanggung jawab pada makanan yang kita ambil. Didiklah anak-anak kita untuk melakukan hal yang sama.Â
Berikan pemahaman dan pengertian. Kita sebarkan kebiasaan baik ini pada teman dan saudara melalui medsos yang kita miliki agar tak selalu bicara tentang capres dan cawapres. Ada banyak agenda penting di negara ini yang kita bisa menjadi salah satu bagian darinya.
Jadi apa saja langkah yang bisa kita lakukan untuk membantu program "Save The Food" ini?
- Ukur kemampuan perut menerima makanan. Jika hanya bisa menghabiskan bubur ayam porsi maka cukuplah pesan sejumlah itu. Jika si abang menghargainya sama, ikhlaskan saja, anggap sedekah. Berapa sih keuntungannya dari jualan bubur?
- Rem keinginan mengumpulkan makanan saat menghadiri perjamuan atau saat menginap di hotel. Jika kita tertarik merasakan semua makanan yang ada, maka ambillah dalam porsi yg sangat kecil dari masing-masing sehingga memenuhi rasa penasaran akan makanan yang tersaji.
- Jika ke restoran dan anak memesan makanan dalam jumlah yang anda yakin ia tak mampu menghabiskannya hanya karena terlihat menarik di buku menu, tegur, beri pengertian dan konsekuensi jika ia bersikeras minta menu tersebut atau pesankan setengah porsi.
- Sebelum mulai makan pisahkan dulu setengah porsi makanan agar ketika kita tak mampu menghabiskannya kita bisa minta pelayan membungkusnya untuk dimakan lagi nanti. Jangan merasa malu untuk niat baik seperti ini meskipun para pelayan itu memberikan tatapan yang menyebalkan.Jika makin banyak orang yang melakukannya maka akan semakin banyak restoran yang akhirnya memahami niat baik ini.
- Jika anda seorang yang tak menyukai satu bahan makanan tertentu, sampaikan pada pelayan saat memesan makanan jadi anda terhindar dari membuang makanan atas alasan selera.
- Saat akan masak, hitung bahan makanan dalam jumlah yang pas sesuai jumlah orang yang akan masak. Makanan sekali santap juga lebih enak rasanya dibanding yang harus dipanaskan berulangkali dan nilai gizinya lebih terjaga.
- Jika saat beli makanan yang bisa dibawa pulang (takeaway) usahakan dengan memakai wadah sendiri sehingga mengurangi penggunaan sampah kertas, plastik dan sebagainya.
Enam langkah sederhana di atas pasti gampang untuk dilaksanakan selama kita punya kemauan untuk melaksanakannya. Yuk, mari semuanya jadi bagian dari gerakan "Save The Food" ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H