Keeseokan hari sarapan syantik di Seminyak Kitchen. Huu..lala… ini bagian favorit kalau nginep di hotel bintang 4+. Menu Indonesia, berjajar dengan menu Eropa dan menu sehat. Okeh,..aku pilih menu sehat saja. Fresh juice dari show case besar, satu gelas besar, semangkuk salad sayur dan biji-bijian, es krim kacang merah bertopping ice cream yang instagrammable dan penutup, cappuccino. Setelah itu keliling JW Marriot menikmati suasana, sambil foto di arena kolam renang yang cantik.
Kami meluncur menuju Goa Gajah. Di sini kita harus pakai baju panjang dan tak boleh sedang mens. Kalau tak punya, petugas akan meminjamkan gratis untuk menghormati tempat yang dianggap suci umat Hindu ini. Di Goa Gajah dapat pencerahan lagi dari tour guidenya,“Urip mung mampir ngombe” Hidup di dunia itu sementara. Umat Hindu percaya karma. Jika berbuat baik, maka di kehidupan selanjutnya akan punya hidup yang baik juga. Maka banyak-banyaklah berbuat kebaikan. Masyarakat Bali terkenal dermawan untuk urusan ibadah. Pak tour guide (lupa namanya) menunjukkan beberapa pura kecil yang baru saja dicat ulang. “Itu cat emas asli, makanya warnanya kuning cantik.”
“Wow..berarti biaya restorasinya mahal dong Pak?”
“ Yah pasti, sampai ratusan juta tapi banyak dermawan yang menyumbang. Kita harus percaya kalau Yang Kuasa akan membantu.” Aku manggut-manggut. Harus penuh keyakinan menghadapi hidup dengan tetap berusaha. Kami masuk Gua gajah yang menjadi tempat semedi. Banyak sesajen di sini. Kalau bisa jangan diinjak. Di dalam gelap sekali jadi kami bawa lampu. Bau menyan dan dupa memenuhi gua. Jadi sesak nafas akhirnya milih keluar saja. Perjalanan dilanjutkan ke mata air abadi di sisi lain dari Gua Gajah. Air adalah symbol kesucian bagi umat Hindu, karenanya banyak sekali taman sari (tempat mandi) dibuat di pura untuk mandi, perlambang pembersihan dosa. Saat itu, sedang diadakan pemugaran. Mata air yang dimaksud sudah berusia ratusan tahun dan sampai sekarang masih mengalir jernih dengan rasa yang agak manis, mungkin karena mengandung mineral. “Ini obat awet muda. Saya minum dan basuh muka setiap hari dari sini” Kata si Bapak. Tapi memang sih, di usia 50 tahun muka si Bapak masih kenceng (tanpa botox hihi) dan terlihat bugar. Aku suka pemandangan akar pohon yang menjalar seperti sulur dan minta, lagi-lagi Harry untuk mengabadikannya. Thanks ya Har.
Dari Gua gajah perjalanan dilanjutkan ke Pasar Seni Ubud. Walah,..berasa jadi Julia Roberts di film Eat Pray Love saja. Mengunjungi Ubdy, galeri peralatan makan premium, karena satu mangkuk besar saja bisa seharga Rp 2juta (glek!) dan itu laku di Jepang, karena mereka menghargai hal yang orisinal dan hand made yang dibuat penuh dedikasi. Ceileh bahasanya. Aku sih milih ke pasar seni saja, biasa beli kain, kaus Barong dan daster Bali yang cantik-cantik dan murah meriah. Tak sampai habis setengah harga mangkuk di Ubdy hii…
Dan terakhiiiir….kita ditraktir Mbak Kiki spa di salah satu tempat Spa di Ubud. Asiiik…! Tahu aja, badan sudah remuk redam sejak perjalanan di Jakarta. Thank you mbak. Aku sekamar sama mbak asita langsung semangat pijat. Enaknyaaa setelah spa. Wajah-wajah bugar habis spa langsung pose syantik depan kamera Harry hehe. Yosh si MC adduuh… lagi manicure and pedicurekalah feminim deh Mbak Widha hehe.
Acara kembali ke Hotel JW Marriot untuk menulis reportase tapi badan ini capeee sekali, mata sudah 5 wat. Sempat “ngrusuhi” Mas Nuz dan Pak Muslich gara-gara laptop ga bisa nyambung internet. Makasih ya..sudah bantu. Begitu nyambung sudah larut, nulisnya sudah ngalor ngidul ga nyambung. Kata Mbak Asita, “Piye sih arek iki, paragraph pertama bagus habis itu kok ga nyambung.” Zzzzz… ZZZzzz…Tertidurlah aku di kasur JW Marriot yang empuk.
Begitulah cerita seru tak terlupakan sepanjang masa bersama Kompasiana. Terima kasih semoga makin berkembang dan jaya di 8 tahun Kompasiana. Dan para pegawai dan Kompasianernya ikutan sejahtera. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H