Kalau kita memasuki sebuah rumah yang begitu buka pekarangan disambut dengan ramah dan penuh senyum oleh pemiliknya, lalu disuguhi pemandangan yang hijau-hijau segar, walaupun halamannya tidak luas, tapi dipenuhi tanaman hias yang dirawat dengan telaten, ada bunga mawar yang merah merona, atau bunga bakung yang gampang perawatannya tapi cantik bunganya, atau bunga sepatu aneka warna, tak ada sampah di halaman, bau rerumputan hijau basah disiram air, atau lihat buah mangga bergelantungan di pohonnya, pasti rasanya langsung cess… nyamannya tinggal di rumah itu. Perasaan langsung betah kan.
Begitu juga saat kita memasuki sebuah wilayah baru,orang-orangnya begitu penuh senyum, ramah, selalu sigap membantu pasti hati merasa tentram. Lalu kita lihat, jalan-jalannya bersih, tanpa lubang menganga, di kiri kanan jalan berderet-deret pepohonan hijau bergoyang daunnya tertiup angin, langit biru, udara cerah, angina sejuk semilir…. Tak ada sampah bau menggunung di tepi jalan, taka da orang yang seenaknya buang sampah di jalanan, tak ada graffiti kata-kata kotor dan kasar dengan warna menyolok mengotori dinding-dinding….tak ada bau pesing di sudut-sudutnya, orang-orang berkendara dengan tertib sesuai peraturan, bersabar saat pejalan menyeberang , ooh betapa tenang rasanya.
Tak bisa dipungkiri jika manusia suka melihat yang indah-indah. Manusia menikmati suasana yang tertib dan rapi. Syukur-syukur banyak terdapat taman kota di sudut-sudutnya yang membuat orang bisa melepaskan penat setelah seharian bekerja, atau sekedar bercengkerama dengan keluarga, sambil menikmati gemericik air mancur dan burung dara yang terbang rendah lalu hinggap mematuki bebijian yang kita taburkan. Suasana hening karena saling menghargai bahwa itu tempat bersama. Atau jika ada bebunyian, biarlah itu suara musik yang dimainkan secara langsung, yang membuat pendengarnya makin tentram jiwanya.
Kualitas tempat tinggal mempengaruhi kulitas hidup kita. Lingkungan yang bersih, asri, rapi, tenang, adalah tempat yang tepat untuk memulihkan jiwa yang penat. Lingkungan yang nyaman akan membuat betah penghuninya, terasah kreativitasnya, tersalur stressnya. Lalu siapakah yang harus menciptakan itu semua?
Pemerintah Pusat? Atau pemerintah daerah? Atau para petugas kebersihan? Atau kita?
Semua orang pasti tahu jawabnya. Kita. Ya…kita! Kumpulan individu-individu yang tinggal di wilayah itu yang bersatu padu dengan penuh kesadaran tinggi dan rasa tanggung jawab mengelola wilayahnya.
Apakah pemerintah tak perlu punya andil? Tentu saja, bahkan harus!
Tapi apa artinya ribuan petugas kebersihan, ribuan tong sampah dipasang di jalanan dan tempat umum, ribuan pohon ditanam untuk penghijauan, ribuan tempat penampungan disediakan jika kita tak peduli dengan lingkungan tempat kita tinggal?
Apa artinya ribuan petugas kebersihan jika kita tak punya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya? Jika kita bersikap egois mementingkan diri sendiri, tanpa memikirkan kepentingan orang lain? Apa artinya taman-taman kota dibuat dengan biaya besar, jika kita dengan entengnya menginjak-injak rumput dan tanaman yang dengan susah payah dipelihara dengan penuh cinta seperti kasus taman Bungur di Surabaya? Bukankah kita mahfum adanya saat Bu Risma marah karena segala kerja keras petugas tata kota berbulan-bulan dirusak hanya dalam beberapa jam saja?
Mari kita mendewasakan diri. belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan tindakan yang kita lakukan. Menjaga ucapan memang lebih sulit karena melibatkan perasaan orang lain, yang kadang sama-sama “sensi” menciptakan percik konflik. Butuh pengertian.
Tapi sikap menjaga diri untuk tidak buang sampah sembarangan, untuk tidak pipis sembarangan, untuk punya rasa kasih sayang terhadap tanaman, untuk menjaga tangan agar tak gatal iseng membuat graffiti atau merusak properti keindahan kota.
Lingkungan bersih, sehat dan asri harus merupakan kebutuhan semua orang. Harus merupakan bagian dari kesadaran semua pihak untuk menjaga dirinya sendiri untuk tidak berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Untuk punya empati terhadap orang lain yang juga menggunakan fasilitas umum yang sama, terhadap petugas kebersihan yang punya keterbatasan tenaga, terhadap petugas taman yang sepenuh hati sudah melaksanakan tugasnya.
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kesadaran untuk menjaga lingkungan akan semakin tinggi juga. Karena guru kita di sekolah dari TK dengan penuh dedikasi dan kesabaran sudah mengajarkan, “ Ayo anak-anak…kita buang sampah pada tempatnya! Ayo kita rapikan bangku… Apakah tas sudah disimpan dengan rapi di dalam loker? Apakah sepatu sudah disimpan di rak dan disusun dengan teratur? …
Indoneia itu bangsa yang ramah, hangat dan murah senyum. Sepertinya semua orang Indonesia sudah terkenal karena itu. Kita sangat ringan tangan membantu orang-orang yang kesussahan. Indonesia masuk peringkat tiga seluruh dunia sebagai negara yang penduduknya pemurah alias tidak pelit. Orang Indonesia juga suka tersenyum ramah bahkan pada orang yang baru mereka kenal sekalipun seperti pada para wisatawan. Nah.. ini salah satu faktor kuat yang menciptakan rasa nyaman pada wisatawan karena budaya senyum dan keramahan yang dimiliki bangsa Indonesia tak diragukan lagi.
Tapi soal kebersihan????
Alamaaaak...... sungguh terlalu...!
Kita sudah terbiasa melihat pemandangan sampah menggunung di berbagai sudut pemukiman penduduk dan menyebarkan bau tak sedap. Sampah yang sudah berhari-hari tak diangkut. Lalat beterbangan di sekitarnya lalu hinggap di tempat orang yang menjajakan makanan yang tak jauh dari sana. Kita tak lagi risih melihat selokan menghitam dan dipenuhi sampah. Kita juga dengan entengnya, tanpa rasa berdosa membuang sampah sembarangan. Dari jendela rumah, dari mobil, di dalam angkutan umum, dan kita membuang sampah ke sungai tanpa rasa bersalah. Sungguh terlalu! Kata Pak Haji Rhoma Irama.
Kita bukan anak TK. Tapi terkadang level kesadaran terhadap kepedulian lingkungan mencakup kebersihan, kerapihan, ketertiban, keindahan dan kenyaman di bawah kesadaran anak TK. Bukankah kita sering mendapati orang-orang bermobil dengan seenaknya membuang sampah dari jendela mobilnya tanpa merasa salah dan malu, karena dengan begitu ia telah melecehkan tingkat pendidikannya sendiri? Tingkat kedewasaannya sendiri?
Selama sebulan berkeliling ke negara maju membuat saya menyadari bahwa sikap masyarakatnya memang sikap masyarakat yang dengan penuh kesadaran, membutuhkan lingkungan yang bersih dan rapi. Bahwa kebersihan, keindahan, dan kenyamanan dapat meningkatkan kualitas kehidupan. Maka,… dengan penuh kesadaran pula,… tanpa embel-embel ancaman denda atau ancaman kurungan penjara, semua orang menjaga sikapnya untuk bertanggung jawab terhadap tindakannya. Semua gerakan budaya bersih dan senyum warga negara maju berasal dari kesadaran pribadi yang akhirnya berkembang menjadi kesadaran kolektif. Tak perlu pemerintah menghabiskan energi untuk hal yang seharusnya bisa dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga pemerintah akan fokus pada proyek-proyek yang akan meningkatkan iklim investasi dan daya saing negara Indonesia naik lagi secara drastis.
Dari individu-individu yang saling menyadari pentingnya menjaga kebersihan itulah akan terbentuk kekuatan besar yang akan merubah paradigm masyarakat, bahwa lingkungan bersih, rapi, indah adalah sebuah kebutuhan. Bahwa kita tak nyaman saat lingkungan kotor. Kesadaran kita yang akan membuat kita berusaha tetap konsisten menjaga kebersihan, menguatkan kesadaran dan mengingatkan orang lain saat mereka bersikap tak peduli terhadap lingkungan. Kontrol masyarakat kepada anggotanya lebih efektif dibanding denda. Kesadaran kolektif akan pentingnya lingkungan yang berkualitas harus dibangun dari kesadaran sendiri, dari usia sedini mungkin, dari rumah perumah. Tak mungkin hanya dengan imbauan pemerintah setahun dua tahun.
Merubah habit memang susah. tapi tahukah anda, bahwa otak kita bisa menerima kebiasaan baru yang kita tanamkan pada otak setelah 21 hari? Artinya,.. jika sebelumnya kita suka menunggu asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah, maka mulai hari ini mulailah untuk membersihkan semua kekacauan yang kita buat pada hari itu juga. Contohnya, selesai makan langsung dibuang sisa makanannya di luar rumah agar tikus tak tergoda masuk rumah. Piring dan segala peralatannya jangan direndam air besok baru cuci, usahakan langsung dicuci setelah makan sehingga kotoran lebih mudah dibersihkan, dapur terlihat bersih dan rapi, muka para penghuninya pun menjadi berseri-seri dan banyak tersenyum karena memiliki rumah yang nyaman.
Saya belajar ini karena sempat tinggal sebulan di wilayah Uni Eropa. Masyarakat dengan kesadarannya sendiri, langsung memilah mana sampah organic, mana sampah daur ulang. Mana yang bisa mereka buang ke tempat sampah mana yang harus mereka keluarkan biaya untuk mengatasinya. Tidak semua wilyah punya petugas kebersihan atau truk-truk sampah yang mengambil sampah dari depan rumah warga. Wargalah yang dengan kesadarannya sendiri, menyimpan sampahnya dan membawanya ke tempat sampah yang disediakan. Mereka sangat malu jika ketahuan membuang sampah sembarangan, karena karena orang-orang yang melihat akan menganggapnya tak beradab. Semacam manusia gua. Dan mereka sangat peduli dengan penilaian itu. Dan masyarakat pun sangat tidak suka saat ada orang yang membuang sampah sembarangan, parker sembarangan, pipis sembarangan. Kontrol ada di tangan diri, lingkungan dan baru pemerintah yang memfasilitasi warga agar mampu menjaga lingkungannya dengan baik. Di Italia, setiap pinggir jalan dalam jarak tertentu akan disediakan tempat sampah buat yang organic, daur ulang atau yang khusus plastik. Jika orang belum menemukan tempat sampah mereka akan tetap menyimpan sampahnya di mobil.
Tak seperti kebiasaan kita yang membiarkan sampah menggunung dulu hingga busuk, berulat atau berbau, setiap hari mereka buang sampah pada tempatnya dan petugas kebersihan akan mengangkutnya pada waktu yang sama. Tak ada pemandangan sampah menggunung atau bau busuk yang memeningkan kepala.
Rumah-rumah bersih dan artistik di Italia. Unik dan cantik. indah dipandang, nyaman ditempati. Dan para penghuninya peduli tempat tinggalnya. Masing-masing punya tugas dan tanggung jawab dalam keluarga. Jika sudah ada yang bertugas masak, yang lain bertugas menyiapkan meja hidangan, menata peralatan makan. Selesai makan bersama, tanpa diminta masing-masing bantu beberes. Membersihkan piring dan gelas, merapikan meja atau membuang sampah. Ruangan kembali rapi. Tanpa diingatkan, tanpa menunggu bantuan asisten rumah tangga. Karena cuma orang yang benar-benar kaya yang mampu bayar pembantu. Begitupun masalah bersih-bersih kamar. Masing-masing tanggung jawab pemilik kamar. Bangun tidur kamar dtata dan dirapikan. Ketika semua penghuni rumah keluar untuk aktivitas masing-masing, rumah ditinggal dalam keadaan bersih dan saat pulang ke rumah, mereka menemukan rumah yang rapid an nyaman untuk melepas lelah. Rasa nyaman membuat orang terpelihara “mood”nya dan itu berdampak langsung ketika sosialisasi dalam keluarga.
Di kelas, di kantor, di terminal, di bandara, di subway, di pinggir jalan dan di taman-taman orang-orang dengan kesadarannya sendiri menjaga agar tak membuang sampah sembarangan, jika ada sampah tercecer dimasukkannya ke tempat sampah, tidak merusak fasilitas umum yang dibiayai Negara dengan uang pajak mereka. Jika berjalan di tangga atau jalan, tidak memenuhi seluruh ruang tapi menyisakan orang lain yang terburu-buru untuk bisa lewat dengan mudah. Mengantri tanpa diminta untuk semua pelayanan, mendahulukan yang darurat, tak menempati kursi yang diprioritaskan untuk lansia atau ibu hamil, tidak menyerobot toilet dan ruang parkir untuk difabel, karena memang bukan hak mereka untuk menggunakannya.
Bersikap tertib dan disiplin ada di mana-mana. Meski sebagian besar bersikap individualistik, tidak mau mencampuri urusan orang lain tapi rata-rata juga tidak ingin menjadi orang yang merugikan orang lain, karena mereka menyadari, mereka juga tak ingin dirugikan orang lain.
Sebenarnya masyarakat Indonesia sangat bisa membentuk sikap peduli lingkungan yang bersih, indah dan teratur seperti di negara maju. Contohnya desa panglipuran di Bali yang ditetapkan PBB sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Jika satu desa kompak melaksanakannya, bukankah tak mungkin satu daerah virus sadar kebersihan lingkungan ini ditularkan? Ketika melihat satu daerah yang bersih, rapi, indah dan nyaman, semoga memotivasi masyarakat daerah lain beserta kepala daerah dan jajarannya untuk bertekad meningkatkan kualitas lingkungannya.
Ternyata warga desa Panglipuran bisa membuktikan bahwa rakyat Indonesia selain ramah dan murah senyum juga adalah negara yang cinta kebersihan! Maka desa Panglipuran bisa menjadi contoh dari Gerakan Budaya Bersih dan Senyum yang dilaksanakan secara serentak oleh Kemenko Maritim. Alangkah bagusnya jika virus positif seperti ini disebarluaskan pada masyarakat Indonesia agar lebih peduli terhadap kebersihan lingkungannya.
Jadi dari mana kita mulai untuk menjadi lebih sadar lingkungan dengan turut serta menjaga kebersihan, kerapihan, ketertiban dan keramahan?
Dari diri kita sendiri!
Ya…dimulai dari kita sendiri yang terus konsisten melakukannya dan menularkan virus positif ini pada keluarga dan masyarakat menuju Indonesia yang lebih baik.
NB : Istilah Keplak sering dituturkan nyonya Vale. Dipakai sebagai bentuk pengingatan secara langsung. Selamat ya Nyonya Vale
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H