Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jason Bourne, Eksistensi Matt Damon, dan Rekonstruksi Peran Perempuan

11 Agustus 2016   08:42 Diperbarui: 11 Agustus 2016   13:50 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul Film: Jason Bourne

Tahun pembuatan: 2015

Sutradara: Paul Greengrass

Penulis scenario: Paul Greengrass, Christoper Rouse

Rilis: 29 Juli 2016

Artis pendukung: Matt Damon, Tommy Lee Jones, Alicia Vikander, Julia Stiles

Saya adalah penggemar berat Matt Damon. Jadi, serial terbarunya sudah ditunggu lama. Sejak ia tampil imut sebagai jenius matematika di “Good Will Hunting”, jadi prajurit muda di film brillian “Saving Private Ryan” bersama Tom Hanks, psikopat ganteng yang iri atas keberuntungan nasib temannya dan ingin mengambil kekasih temannya di “The Talented Mr Ripley”, termasuk di film arisan para aktor dan artis ternama di Trilogy Ocean’s Eleven bersama George Clooney.

Juga setelah ia matang, dan mengeksplorasi dunia perfilman tak hanya sebagai pemain di depan layar tapi juga merambah jadi penulis, bagian dari produser dan belajar menyutradarai film, sama seperti sahabat yang juga mengenalkannya pada dunia film Ben Affleck. Sama-sama ganteng, sama-sama jadi hot daddy (walaupun sepertinya rumah tangga Matt Damon lebih adem-ayem dibanding Ben) juga sama-sama konsisten di bidang film dan belajar mengeksplorasi dunia yang menjadi passion mereka.

Meski tampil sebagai cameo di “Interstellar” sebagai astronot yang terjebak hidup di luar angkasa hingga diselamatkan Matthew Connaughy dan Jessica Chastain di film bagus Interstellar, tapi penampilannya sangat mencuri perhatian. Ambisinya untuk memajukan ilmu pengetahuan membuatnya memilih membuang hati nurani dan mencoba membunuh semua astronot yang menolongnya dari kapsul keabadian agar tak kembali ke bumi.

Begitu pun saat ia menjadi tokoh Mark Watney dari novel laris The Martian karya Andy Weir di mana Matt Damon berusaha untuk survive di angkasa luar saat ia tertinggal pesawat karena dianggap tewas saat terjadi kecelakaan pesawat luar angkasa. Terbangun dan menyadari dirinya sebagai satu-satunya penghuni planet Mars, Mark langsung menggunakan akal sehatnya. Ia segera memperbaiki saluran komunikasi dan menghitung jumlah cadangan yang dimikinya dibagi masa ia menunggu untuk dijemput awak pesawat. Film ini makin mengokohkan eksistensinya sebagai aktor karena diganjar sebagai best actor di beberapa ajang perfilman termasuk nominasi Best Actor di ajang Oscar meski tak sukses membawa pulang piala, ia mempresentasikan Mark Watney dengan sangat bagus.

Tapi Matt Damon memang identik sebagai jagoan spionase yang makar dari tempatnya bekerja CIA karena kehilangan identitas dan diburu untuk dilenyapkan demi keselamatan beberapa pejabat teras CIA. Film sekuel Jason Bourne selalu laris di pasaran. Dari sekuel pertama Jason Bourne, The Bourne Identity, The Bourne Ultimatium, The Bourne Supremacy. Tangan dingin Paul Greengrass membuat film ini berjalan dalam alur modifikasi maju-mundur yang dinamis. Membuat mata tak bisa berkedip menatap adegan demi adegan dan kita takkan mau beranjak dari kursi selama 2 jam 15 menit.

Satu-satunya film sekuel Bourne yang kurang greget adalah Bourne Legacy yang dibintangi Jeremy Renner karena Paul Greengrass yang tidak sepaham dengan produser dan memilih out dari projek film ini. Matt Damon yang memiliki pandangan yang sama dengan Paul, memilih hengkang dan menolak membintangi film ini. Terbukti, film ini tak mendapat tanggapan bagus dari penonton.

Jason Bourne sekuel terakhir yang kembali dibintangi oleh Matt Damon ini sudah lama ditunggu-tunggu penggemarnya. Kembali dengan formasi lama yang digawangi Paul Green Grass dan Matt Damon dengan teknik ramuan yang sama, gerak kamera yang aktif, terkadang mewakili mata pemirsa sehingga gambar bergerak tak beraturan, perpindahan alur yang cepat dan cerita yang ciamik (aduh ini istilah tahun berapa ya).

Adegan dibuka ketika Nicky Parson mencuri data CIA dan menemukan dokumen rahasia tentang proyek yang menjadikan Bourne sebagai bagian dari kelinci percobaan. Dari situ Nicky melihat peran serta ayah Bourne yang juga bekerja untuk CIA. Nicky menghubungi Bourne dan menyerahkan data rahasia itu kepada Bourne. Di tengah kekacauan demonstrasi di Yunani akibat ekonomi yang melemah, Bourne dan Niki dihadapkan pada duel dengan agen CIA yang dikomandani bos CIA langsung Dewey yang tak ingin boroknya terbuka. Dalam insiden kejar-kejaran yang membuat kita harus jeli menatap layar, Niki terbunuh. Bourne yang semula menghilang untuk memperpanjang usia dan mencari nafkah dengan menjadi fighter di arena judi akhirnya kembali tergoda untuk menelususri jati dirinya.

Sementara di markas CIA, kepala IT yang baru, HeatherLee (Alicia Vikander) seorang gadis cantik yang jenius penasaran dengan kisah sang legendaris meminta tanggung jawab penuh pada bos CIA untuk menangkap Boune melalui file yang diberikan Niki untuk mengetahui keberadaan Jason Bourne.

Yang saya suka beberapa negara Eropa menjadi setting film ini. Yunani, Italia, Jerman, Maroko, dan Amerika tentu saja, menjadikan film ini lebih menarik. Pergerakan yang cepat dari satu tempat ke tempat lain mengesankan betapa dinamisnya dunia intelejen. Penuh intrik, haus kekuasaan, dan memanfaatkan berbagai elemen yang dianggap bisa membantu memperlancar kinerja mereka termasuk memeras pemilik sebuah perusahaan IT, Aubolli. Yang menurut saya sih seperti representasi Google kah? Dengan isu-isu Google yang menjadi mata-mata bagi warga dunia. Keinginan Aubolli untuk mengaku bahwa selama ini telah menyerang privasi masyarakat, dibayar mahal dengan terancam nyawanya oleh CIA.

Tak ada gadis seksi di film ini seperti sekuel James Bond yang perlente dan selalu tampil klimis tebar pesona sebagai playboy. Bourne dihadirkan sebagai sosok manusia yang punya hati. Yang merindukan ayahnya. Yang merindukan jati dirinya. Yang sedih atas kematian pacarnya hingga belum memiliki pengganti, bahkan tak juga Niki mampu menggantikan pacarnya yang terbunuh. Nicky sendiri bukanlah si lemah. Meski perempuan, ia memiliki sikap sendiri untuk berjuang menghadirkan dunia yang lebih sehat bagi semua orang. Dan Nicky sadar pilihan hidupnya memiliki risiko tinggi. Ia menolak diselamatkan Bourne. 

Film ini penuh adegan kejar-kejaran yang keren banget dan menegangkan antara Asset musuh bebuyutan Bourne dengan James Bourne menggunakan mobil SWAT. Kejar-kejaran di kota judi Las Vegas yang gemerlap ini keren banget. Ga bakalan rugi menonton film ini. Mata tak berkedip, dan saya sampai tak bisa duduk tenang saking terbawa suasananya.

Bourne memberi nuansa kekuatan feminisme yang kental. Bahwa perempuan bukan cuma jadi tempelan di film ini dengan pamer dada dan paha ala film James Bond tapi berperan aktif mewarnai film. Diwakilkan oleh Heather Lee si jenius yang penasaran dengan sosok Bourne akhirnya mempelajari file tentang Bourne agar mampu menangkapnya sebagai bagian dari kemampuan dirinya yang memang mumpuni di bidang IT. Meskipun mungil dan pendiam punya langkah sendiri untuk mengegolkan ambisinya.

Bukan Robert Dewey yang memperdaya anak buah cantiknya ini, tapi justru Lee yang berhasil memanfaatkan bosnya untuk meraih posisi yang lebih baik lagi termasuk andil dalam menyingkirkan Dewey dengan mengkhianati misi penangkapan Bourne di Jerman. Terbukti, ketika Dewey digantikan wakilnya, ia berusaha untuk menyakinkan bosnya untuk memanggil kembali Bourne dan menjadikannya sebagai asset CIA. Dan tentu saja, ia yang bertanggung jawab atas proyek itu.

Bosnya yang lebih tahu latar belakangnya bertanya, “Bagaimana jika kau gagal membawanya pulang?” Dengan rasa percaya diri yang besar si cantik ini menjawab, "Dia berhutang padaku, ia pasti percaya padaku.”

Tapi, jagoan tetaplah jagoan. Ia berhasil mempecundangi si ahli IT. Kok bisa? Ya bisa.... Penasaran? Tonton saja sendiri ya... dan nonton di bioskop ya, jangan download hehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun