Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepeda Wimcycle sebagai Hadiah Ulang Tahun Kakak Daffa yang Rajin

25 Maret 2016   18:56 Diperbarui: 25 Maret 2016   19:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sore hari, sebelum mandi, adek bertugas menyapu dan kakak yang mengepel lantai. Saat saya memasak, kakak yang mencuci piring dan adek yang membersihkan meja. Tapi karena posisinya sebagai si bontot, kadang adek lalai mengerjakan tugasnya dan Kakaklah yang dengan suka rela mengerjakannya. Kadang, sebagai Ibu saya yang melarang Kakak untuk menggantikan adek. Nanti jadi kebiasaan buruk. Taapi ini jawaabnyaa.

"Ah Ibu,..biar sajalah...Adek kan masih kecil. Biarlah dia main sepuasnya. Aku juga bisa mengerjakannya kok. Bukan pekerjaan berat. Tenang saja." Sok tua gitu deh anaknya.

Dan saya, tak pernah mengejarnya untuk belajar. Dengan penuh kesadaran, setiap selesai salat Isya ia langsung duduk manis di depan meja belajar, mengerjakan tugas-tugas sekolah yang memang seabreg, sebagai konsekuensi menjadi murid SMA negeri favorit, memang tak terbantah jika tugasnya banyak. Ia mengerjakan tugasnya dengan sepenuh htai. Kakak juga rajin membaca dan mulai belajar jadi comic. Idolanya si jomblo Raditya Dika dan Dodit Mulyanto yang lemoot itu. Kadang ia akan menyuruh saya dan adeknya jadi penonton saat ia latihan stand up. Kadang lumayan lucu tapi masih sering “garing” hehe… Jadilah saya dan adek jadi juri ala Indro warkop. Tapi dia tetap semangat mencoba lagi,..lagi dan lagi.

Kakak anak yang sederhana. Tak pernah punya keinginan yang muluk-muluk sebagai ABG untuk berpenampilan keren atau memaksa ingin dibelikan ini itu biar eksis. Dibelikan sepatu yang mahal atau disuruh beli yang merknya lagi in di kalangan bocah ABG malah ga mau.

“Sepatu ini sudah cukup kok. Yang penting kan fungsinya terpenuhi.Jangan buang-buang uang untuk hal yang  tak penting.”

Tetot, ibunya nih yang kena sindir. Ketika dibelikan sepatu satu lagi karena musim hujan sepatunya sering basah, ia menolak keras. “Enggak mau Ibu, aku sudah cukup dengan dua sepatu ini. Sudah bisa buat gantian. Mending uangnya ditabung saja, buat aku kalau sudah kuliah.”

Kalau diajak ke restoran hang out, ia selalu memilih makanan yang termurah yang ada di menu, padahal kami tak pernah menyuruhnya begitu. “Kak, pilihlah menu yang Kakak suka,…jangan lihat harganya…” kata saya berbisik. Sementara si adek sudah selesai pesan tiga menu favoritnya, biasanya yang mahal-mahal. “Ibu,…ini saja sudah enak,…kok. Terima kasih ya…sudah mengajakku makan ke restoran.” Katanya ikut berbisik. Sia-sia saya memaksa. Ah kadang, kesederhanaannya membuat saya terharu, menitikkan air mata.

Ah,..buat saya, kakak memang luar biasa. Ia rutin rajin puasa Senin Kamis tanpa perlu diingatkan, salat Dhuha dan juga tahajud. Tak pernah menduga, kalau Kakak bisa bersikap dewasa melebihi usianya. Padahal waktu kecil, kakak sering sakit-sakitan dan punya gangguan pertumbuhan, hyperactive dan kesulitan berkonsentrasi. Untunglah kami bertindak cepat membawanya ke salah satu dokter terbaik di bidangnya. Ia harus menjalani terapi rutin dari umur tiga tahun sampai masuk SD. Tapi Alhamdulillah kemajuannya pesat sekali. Sejak SD ia bisa bersekolah di sekolah inklusi. Sekolah yang bisa menerima semua anak, selama anak tersebut bisa mengikuti pelajaran dan 

[caption caption="foto by Shita R"]

[/caption]
Sampai hari ini, Kakak rajin beraktivitas outdoor untuk menyalurkan hiperaktifnya. Trekking, jogging, renang dan tentu saja biking! Ia anak yang rajin menggerakkan badan. Ia tahu jika ia harus banyak bergerak untuk kebaikan dirinya. Kami raaajin trekking ke kaki bukit, sawah, pinggir kali atau naik gunung.

Di rumah sepulang sekolah ia akan kembaali bergerak sebagai penyaluran energi dengan bersepeda. Tapi si Kakak sepedanya sudah usang, "lungsuran" (bekas) adik perempuan saya, sepeda mini yang masih dipakainya hingga sekarang. Dengan sepeda mini itu dia berkeliling komplek rumah, ke kompleks sekolah dekat rumah yang berhalaman luas untuk berlatih sepeda, pergi ke toko kelontong membantu membelikan gula atau garam ketika dapur butuh stock. Dengan sepeda itu juga Kakak mengawal adek pergi bermain ke rumah temannya dan menjemputnya saat waktu pulang tiba.

Sebagai Ibu tentu saja ingin memberikan hadiah untuk mengapresiasi kerajinannya dengan memberikan sepeda yang terbaik untuk anaknya. Telusur-telusur di internet,  kira-kira sepeda apa ya yang cocok untuk Kakak yang sudah ABG dan lebih tinggi dari ibunya? Jadilah saya telusuri sebuah web produk sepeda yaitu http://wimcycle.com/.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun