Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Enaknya Makanan Jalanan Ala Thai Alley Sambil Bernostalgia!

12 Maret 2016   11:00 Diperbarui: 13 Maret 2016   06:55 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"][/caption]

Pernah dengar anekdot ini?

Surga itu,...

jika kita punya mobil buatan Jerman,

gaji standar Amerika,

Makanan enak dari China dan

Istri orang Indonesia!

Neraka itu,...

Jika kita punya mobil buatan China

gaji standar Indonesil

makanan Jerman

dan istri orang Amerika!

Buat yang baca, jangan ada yang tersinggung ya. Ini cuma a-n-e-k-d-o-t! Marilah menertawakan diri sendiri, daripada menertawakan orang lain. Katanya orang yang sudah berani menertawakan dirinya sendiri itu orang yang berbesar hati.

Makanan adalah jiwa sebuah bangsa. Dari makanan kita tahu karakter bangsa tersebut. Lihatlah Indonesia, negeri yang makanannya kaya dengan beragam bumbu karena bangsa Indonesia ini seperti kumpulan bumbu (spices), beragam budayanya, dari berbagai karakter manusia (suku, agama, bentuk fisik) tapi berpadu indah merasa sebagai satu negara, Indonesia. Makanya makanan kita mak nyuss karena kaya bumbu. Sayangnya, meskipun rendang sudah dinobatkan menjadi makanan terenak di dunia, tapi masih butuh waktu lebih lama sepertinya buat makanan Indonesia bisa go International.

Makanan Italia memiliki tempat tersendiri di dunia. Hampir semua negara mengenal atau terpengaruhi olehnya. Apalagi rasanya aman, bisa diterima manusia manapun di belahan dunia ini. Makanan bagi orang Itali adalah bagian dari jiwa, bukan hanya gaya hidup. Dapur menjadi bagian terpenting dan terbesar porsinya dalam rumah. Orang Italia yang tinggal di tempat indah dan suhu yang hangat, sangat menyukai kegiatan makan bersama, sambil berkumpul bersama keluarga dan ngobrol ngalor ngidul, makanan dikunyah habis tanpa terasa.

Thailand, adalah Italia-nya Asia. Makanan Thailand mulai menyejajarkan popularitasnya dengan makanan Jepang, China dan India. Tapi makanan Thailand itu lebih kaya dari rasa, tampilan, bahan-bahan yang digunakan dan cara memasaknya. Komplit! Banyak orang dari berbagai belahan dunia menyukai makanan Thailand yang bercitarasa kuat, didominasi rasa asam, pedas, dan asin. Makanan Thailand juga memiliki citarasa yang dapat diterima dengan mudah oleh lidah Indonesia, karena bumbu-bumbunya hampir sama dengan negara kita. Beruntungnya, kegiatan tourisme yang berkembang pesat di Thailand, turut membantu mempopulerkan makanan Thailand ke penjuru dunia.Hampir semua mal besar di kota-kota besar Indonesia ada gerai makanan Thailand-nya.

Ketika berkesempatan tinggal 2 bulan di San Diego Amerika Serikat, terkadang kangenlah kita dengan makanan Indonesia. Tapi sudah diubek-ubek seluruh kota, cari di internet saya tak menemukan satupun restoran Indonesia. Sebagai solusi, makanan Thailand lah yang jadi obat pengganti kerinduan makanan Indonesia. Cukup mudah menemukan restoran Thailand di Amerika, dibanding restoran Indonesia. Ah, kadang iri juga melihat nama Indonesia terpampang dimana-mana sebagai nama restoran di penjuru dunia. Semoga nantinya makanan Indonesia makin dikenal dunia seperti makanan Thailand juga.

Nah.... hari Sabtu, 5 Maret 2016 para Kompasioner diundang menikmati eksotisnya makanan Thailand. Thai Alley, adalah restoran Thailand  yang menawarkan cita rasa makanan pinggir jalan. Memang harus diakui, menurut saya sih, makanan pinggir jalan itu jauuuh lebih sedap dibanding di hotel meskipun dimasak chef terkenal. Ada rasa otentik dari resep turun temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Punya jam terbang yang lebih tinggi, keakraban yang terjalin dalam interaksi penjual dan pembeli, sehingga makanan jalanan terasa lebih enak dan punya "greget". Ingat quote Paul Prudhomme, "You don't need a silver fork to eat good food."

Itu sebabnya....Thai Alley, ingin membawa rasa otentik makanan pinggir jalan itu ke mal agar lebih nyaman saat kita menikmatinya bersama orang-orang yang kita sayangi dan tentu saja, lebih terjamin kualitas bahan dan kebersihannya. Ga lucu juga khan, setelah makan enak kita jadi sakit perut karena bakteri? Dan buat yang muslim nih, makanan Thailand di Thai Alley semuanya halal! Jadi jangan kuatir menyantapnya di sini bersama keluarga.

Begitulah konsep yang ingin ditawarkan para pemilik restoran Thai Alley yang hobi traveling keliling dunia buat pecinta kuliner. Mereka menyukai makanan Thailand jalanan yang terasa lebih original di lidah, dengan harga terjangkau dan suasana merakyat, menciptakan keakraban. Pengalaman makan pinggir jalan itu yang ingin mereka bagi dengan pelanggan. Maka interior Thai Alley dibuat menyerupai suasana makanan kaki lima di tepi jalan. Anda bisa menemukan tiang listrik, tangga bambu, lampu gantung yang biasa kita temukan di gang-gang kecil, kabel-kabel listrik bersliweran di atap, sekat ruang dari pagar kawat, dan kursi-kursi dengan sentuhan recycle menguatkan image suasana pinggir jalan yang diciptakan. Dan lihatlah,..bahkan ada gerobag es dung-dung ala Thailand yang nangkring di depan. saya langsung teringat masa kanak-kanak dulu.

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

Tentu tak boleh tanggung dalam menyajikan konsep makanan Thailand. Selain desain interior, pemilik Thai Alley tak melupakan, bahwa makanan Thailand yang mereka sajikan harus bercitarasa asli Thailand, maka bahan-bahan makanan pun didatangkan khusus dari Thailand dan tentu saja, dibutuhkan chef asli dari Thailand untuk keempat restoran yang mereka miliki di Jakarta yaitu Thai Alley Pacific Place, Mal Gandarai City, Mal of Indonesia Summarecon agar rasa asli Thailand tetap terjaga.

Tiap makanan itu menjadi enak dinikmati jika dimasak sepenuh hati, menggunakan bahan-bahan pilihan. Yang fresh dan original selalu menjadi pilihan pertama. Itulah sebabnya Thai Alley bersedia repot membawa empat chef asli Thailand. Pernah melihat film The Hundred Foot Journey yang dibintangi Helen Mirren sebagai pemilik restoran Perancis dan Om Puri, chef natural makanan India yang bersaing ingin menjadi yang terbaik? Di situ digambarkan betapa pentingnya cara penyajian dan pemilihan bahan serta cara memasak dan siapa yang memasak. Makanan mencerminkan pemasaknya. Makanan juga menceritakan siapa penikmatnya. Makanan juga menjadi alat perekat hubungan sosial manusia. Maka tak salah jika ada istilah makanlah untuk hidup, dan bukan hidup untuk makan. Nikmati, hayati, bukan sekedar memasukkan makanan ke dalam mulut lalu kita merasa kenyang. 

Ah,..tak sabar menceritakan serunya petualangan lidah kami di Thai Alley. Berikut adalah beberapa makanan yang kami cicipi di Thai Alley Pasific Place

Yam Mamuang

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

Ini appetizer favorit saya. Mangga mengkal diserut tipis dibumbui dengan rasa manis dan pedas berpadu sempurna dengan rasa asam mangga, dicampur irisan bawang merah, cabe rawit dan taburan kacang tanah sangrai dan kacang mede. Rasanya..? Passs banget! Maknyus kalao kata Bondan Winarno. Dan rasa asam mangganya itu tidak terasa ngilu di gigi.

Tom Yam

Yah,.. siapa sih yang tak pernah mencicipi Tom Yam? Sup asam pedas berisi aneka sea food dan jamur ini menjadi salah satu menu favorit restoran Thailand. Sayangnya, tak semua chef mampu menciptakan kuah yang pas sesuai aslinya. Tapi di Thai Alley, anda dijamin tidak kecewa. Kuahnya yang kemerahan kebul-kebul menggugah selera makan. tak cuma cantik dalam tampilan tapi juga prima dalam rasa. Tom yam nya pas asam pedas segar dengan selingan khas rasa daun ketumbar. Enak banget! Tuh gambarnya saya taruh paling atas biar yang lihat ngiler hehe,..he..

Ayam daun pandan

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

adalah daging cincang lembut yang dioseng pakai bumbu hingga berwarna kecokelatan dengan aroma daun kemangi yang kental. Rasa agak manis gurih dengan selingan agak pedas. Pas dipadu dengan nasi putih hangat. Begitupun ayam pandannya. Lembut. Dengan aroma pandan yang meresap dari daun pandan yang digunakan sebagai pembungkus dan penguat rasa. Enak banget dicocol pakai sambal kecap. Cocok buat anak kecil jika mereka belum bisa makan pedas.

Minced Beef Sangrai kemangi dan Mie Thailand

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

Menu selanjutnya adalah mie Thailand yang seperti kuetiauw tapi lebih tipis. Cara makannya dicampur sambal kecap, bawang goreng dan taoge segar lalu diperciki air jeruk nipis. Jadi wangi lemon, mie rasa gurih bercampur dengan renyahnya taoge, kres..kres..kres... Cocok buat penganut food combining. Jangan lupa, Ice Thai sebagai pelengkap minumannya. Segar, tidak terlalu manis dan rasa khas teh Thainya itu terasa sekali.  Pass di lidah!

Katisod Times

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

Siapa sih yang tidak suka es krim? Tua muda semua suka dessrt manis ini. Dan Thailand punya banyaaak sekali varian rasa es dung-dung yang mereka sebut katisod ini. Kali ini kami mencicipi katisod Times rasa kopyor. Diberi topping potongan ubi, kacang merah, pipilan jagung manis rebus dan dipermanis kolang-kaling dan daun mint. Enak banget. Dan rasa kopyornya itu terasaa sekali. Tidak terlalu manis yang bikin eneg, tapi lembut lumer dilidah dan rasa kopyornya ga bohong. Saya langsung teringat masa kecil, ketika setiap siang yang terik menunggu penjual es tung-tung langganan (penyebutan orang Jawa Tengah) menjadi penawar dahaga di terik siang sepulang sekolah. Syurgaa banget.

[caption caption="foto by Shita Rahutomo"]

[/caption]

Dan yang tak kalah penting dari itu semua, dengan siapa kita makan dan dalam suasana yang seperti apa turut membantu meningkatkan gairah makan (aduuh..ungkapan apa ini). Seenak apapun makanan yang disajikan, jika dinikmati sendiri alangkah tak ada gregetnya, karena kita ini mahluk sosial.  mahluk yang selalu ingin berbagi. Maka,..jika anda ingin menikmati hidangan Thailand di Thai Alley nikmatilah berame-rame. pasti banyak orang yang dengan senang hati menerima tawaran anda. Minimal berdua, dalam suasana santai, gembira, bertemu teman lama sambil nostalgia tentang masa kecil dengan tangan yang tak henti menyendoki Katisod times alangkah manisnya!

Atau jika sudah berkeluarga, ajaklah anggotakeluarga terdekat, dinner bersama pasangan merayakan anniversary pernikahan misalnya. Atau seluruh keluarga kecil kita yang berisik tapi celotehan mulut mungilnya menghangatkan suasana. 

Buat yang jomblo? Ajak aja teman-teman sekantor, atau adakan reuni SMA, ketemu mantan pacar (eits...!) makanan akan menjadi jalan merekatkan hubungan. Bisa jadi, dua jomblo yang bertemu kembali dan melanjutkan rasa yang pernah ada. halah..!). Maka jangan ragu untuk membawa mereka yang tercinta di Thai Alley untuk lunch atau dinner dalam suasana jalanan dengan makanan lezat Thailand yang banyak pilihan."Food taste better when you eat it with family"(by anonim).

hayo...tunggu apalagi?

Ah ya...jika ingin tahu lebih banyak tentang Thai Alley atau menu apa saja yang disajikan, kunjungi saja https://www.facebook.com/ThaiAlley/. Disana bisa ditemukan berbagai menu pilihan yang akan jadi favorit anda dan banyak penawaran-penawaran menarik seperti potongan harga melalui kartu kredit atau promosi menarik lainnya. Jadi ga bingung lagi kan kalau weeke end mau makan di mana?

[caption caption="foto by KPK Kompasiana"]

[/caption]

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun